41. Benalu

3.9K 174 1
                                    

Zahra sudah siap dengan pakaian dan tas ranselnya. Sweater corp berwarna pink, celana jeans hitam, sepatu sneakers putih dan rambut yang ia gerai bebas.

Alat pengukur waktu telah menunjukkan pukul 07.15. Tepat pada jam 08.30 pagi nanti pesawat Zahra sudah berangkat. Kali ini ia masih sibuk memakan nasi goreng bersama Reza.

"Kamu yakin mau nganterin aku ke bandara?" tanya Zahra disela sela makannya.

"Yakinlah. Masa istri aku mau ke bandung aku nggak nganterin sih?"

"Emangnya kamu nggak kesiangan ke rumah sakitnya? Lagi sepi ya?"

"Nggak juga. Lumayan rame sih. Tapi udah aku serahin semuanya ke Farel"

"Apa apa kamu serahin ke Farel emangnya kamu nggak ngerasa nggak enak gitu?"

"Ya nggak lah. Aku kenal Farel tuh udah lama. Dari kecil, dari aku masih bayi. Soalnya orang tua kita dulu temenan. Jadi ya gitu"

Zahra hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Ia terus melanjutkan acara makannya dengan sangat lahap. Pagi ini Zahra masak cukup banyak dan dia serta Reza sendiri yang menghabiskan.

"Sini, biar aku yang cuciin" ujar Zahra

Setelah Reza mengangguk dan menyodorkan bekas piring dan gelasnya, Zahra langsung beranjak dari tempat duduk dan mencuci bekas alat makannya itu.

Ketika Zahra masih sibuk mencuci piring, diam diam Reza sibuk memperhatikannya. Ia masih belun percaya bahwa mulai hari ini dia akan memiliki jarak dengan istrinya. Selama ini, mereka selalu berdua. Hanya berpisah ketika keduanya sama sama disibukkan dengan kegiatan.

Tapi kini mereka akan berpisah. Meskipun sementara, tetap saja Reza masih berat untuk melepas kepergian Zahra. Saat ia di rumah sakit saja, rasa rindunya begitu besar kepada Zahra. Bagaimana nanti jika Zahra sudah berangkat?

Reza tak dapat menahan diri. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya lalu kedua tangannya melingkar sempurna pada perut Zahra. Kepalanya ia letakkan pada pundak Zahra dan mempererat pelukannya.

"Sayang" panggil Reza lembut dan mencari kenyamanan ditubuh istrinya.

Zahra yang diperlakukan seperti itupun pasti tau apa yang sedang Reza rasakan. Pria itu pasti berat untuk melepas kepergiannya. Zahra menghembuskan nafasnya perlahan dan membalikkan badannya. Ia menatap Reza lekat dan mengalungkan tangannya pada leher Reza.

"Kenapa lagi? Masih nggak mau aku berangkat?" tanya Zahra lembut.

Reza hanya diam tak menanggapi ucapan Zahra. Sebenarnya ia ingin sekali menahan Zahra agar tidak pergi ke bandung. Tetapi itu juga tidak mungkin Reza lakukan. Dia juga ingin Zahra meraih prestasi melalui lomba tersebut sehingga Zahra bisa dicap sebagai murid yang baik dan berbakat.

Dari dulu, sikap Zahra sangat tidak mencerminkan perilaku yang baik. Gadis itu hobi bolos, membantah, melawan guru, bersikap seenaknya, manja, terlambat dan tidak menghargai orang yang lebih tua darinya. Reza ingin sekali merubah semua perilaku Zahra. Jika parasnya cantik, hatinya juga harus cantik dan baik. Itu yang Reza inginkan.

Tapi ia juga tidak siap jika keadaan mengharuskan untuk mereka berpisah. Reza tak tau bagaimana caranya melewati hari tanpa Zahra. Sudah dipastikan bahwa ia akan sangat rindu dengan Zahra nantinya.

"Aku mau nanya sesuatu boleh nggak?" tanya Reza.

"Nanya aja. Emangnya ada apa?"

"Sebenernya.....kamu udah ada rasa nggak sama aku?"

Zahra mengernyitkan dahi bingung, "Kenapa nanya gitu?"

"Aku cuma nanya aja. Selama ini, aku udah nyatain perasaan aku ke kamu. Bahkan juga berkali kali. Tapi kamu nggak pernah bilang kalo kamu cinta sama aku. Bilang suka aja nggak pernah. Sayang juga nggak pernah"

RE-ZAHRA : After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang