57. Sandiwara Semesta

3.6K 156 1
                                    

Zahra duduk termenung di kursi teras depan rumahnya. Bukan rumah Reza, rumah Hanna dan Haris lebih tepatnya. Gadis itu duduk seorang diri dengan perasaan yang masih sangat sakit. Malam telah tiba. Binatang binatang kecil telah mengeluarkan suara mereka.

Kedua mata bulat yang lucu itu kini sudah berkantung dan sembab. Zahra duduk memeluk lututnya sendiri, menatap lurus ke arah depan. Tatapannya kosong tak tertuju kepada siapapun. Tanpa disuruh, air matanya kembali lolos membasahi pipi gembulnya.

Suhu tubuhnya sedikit panas dan kepalanya terasa berat. Keadaan hari ini terjadi begitu cepat dan menyakitkan. Semuanya diluar dugaan Zahra. Ia tak menyangka bahwa Tuhan telah mengambil nyawa Firman secepat ini. Padahal Zahra masih ingin bercerita panjang lebar dengan kakeknya.

Namun semua keinginan Zahra telah pupus. Seseorang yang merawatnya dengan kasih sayang semasa dirinya bayi kini telah pergi untuk selamanya. Sebenarnya Zahra tau mau menangis sampai air matanya habis pun tak ada gunanya. Semua itu tak akan bisa membuat Firman kembali hidup dan memeluknya lagi seperti dulu.

Kini semua keluarga Zahra beserta teman temannya masih berkumpul dirumahnya. Mereka semua menatap nanar kesedihan Zahra yang tak kunjung memudar. Zahra yang sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Jika dulu Zahra menangis karena haru dan bahagia, kini dia menangis karena sesak yang ia rasakan didadanya.

Semua ini terjadi diluar kendali mereka. Tak ada yang menginginkan Firman pergi secepat ini. Namun takdir berkata lain. Tuhan lebih menyayangi Firman dibanding mereka. Dunia berputar begitu cepat sehingga tak ada waktu yang terluang untuk Zahra mengulang kenangan masa kecilnya bersama kakeknya.

Zahra mendongakkan kepalanya untuk menatap langit yang hitam. Langit tersebut dipenuhi bintang bintang yang berkilauan. Langit terlihat ceria, beda dengan kondisi Zahra saat ini. Gadis itu menghembuskan nafasnya perlahan.

"Zahra masih butuh kakek. Kenapa kakek pergi secepet ini? Kakek udah nggak sayang lagi sama Zahra?" gumam gadis itu.

"REZAAAAAA"

Semua yang ada didalam rumah pun mengernyit bingung ketika mendengar teriakan itu. Mereka langsung beranjak dari sofa dan berjalan keluar untuk melihat pelakunya. Begitupun dengan Zahra yang berada diteras. Dia cepat cepat mengusap sisa air matanya yang masih berlinangan. Gadis itu bangkit dari duduknya ketika mendapati seorang wanita paruh baya dengan sorot kemarahan tengah berdiri tepat didepan Zahra.

"Mana Reza?" tanya Sandra.

"Ada apa ini?" tanya Ardi yang baru saja datang bersama yang lain termasuk Reza.

"Sandra? Kamu ngapain kesini?" tanya Sasa kaget.

"Kalian masih inget sama saya?" tanya Sandra.

Sandra tersenyum licik, "Saya mau Reza nikah sama Nadine"

"Apa apaan nih. Kenapa harus Reza?" ujar Haris tak terima.

"Reza kan udah jadi suami sahnya anak saya, Zahra" tambah Hanna.

"Nggak usah didengerin mih pih. Orang setres" sahut Risky.

"Terserah kalian mau nilai saya apa. Yang jelas, kedatangan saya kesini itu mau minta pertanggung jawaban Reza" jawab Sandra.

"Tante ngomong apaan sih? Reza kan nggak ngehamilin Nadine. Terus minta pertanggung jawaban buat apa coba?" tanya Farel.

"Anak saya sakit karena dia mikirin Reza. Jelas jelas Reza tau kalo Nadine kena tumor otak" balas Sandra.

"APA? TUMOR OTAK?" tanya para orang tua tak percaya.

"Kenapa? Kaget? Kalian semua tau kan kalo tumor otak itu penyakit yang nggak main main? Kalo gini terus caranya, Nadine bisa meninggal. Nadine itu anak saya satu satunya. Kalo Nadine sampek meninggal, saya nggak akan maafin Reza untuk seumur hidup saya" ujar Sandra.

RE-ZAHRA : After MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang