Part 13

3.2K 301 21
                                    

Kalau ada typo, tandai ya.

2,07 K


Tatapan elang dari Livy membuat Freya menjadi takut. Apa salahnya? Ini masih pagi, bahkan ia merasa tak melakukan sedikitpun kesalahan. Bukankah memang begitu, mau Freya ada salah atau tidak, tetap saja ia yang menjadi pihak bersalah.

"Kau tahu apa kesalahanmu?"

Freya menggeleng. Ia masih tak tahu apa kesalahan yang diperbuatnya. Freya berusaha mengingatnya, namun tak bisa. Apa masalah tadi pagi? Ya, Freya mengingat, Noah menghampirinya. Cuman karena itu Livy marah. Bahkan ia hanya dibentak dan dihina saja, ia tak ada maksud untuk merebut Noah dari Livy.

"Kau memang ...." Livy yang sudah geram menarik tangan Freya dengan kuat. Seluruh murid yang melihat kejadian itu, tak terbesit sedikitpun rasa ingin menolong. Bahkan, diantara mereka, banyak yang memberikan dukungan untuk Livy.

Ada juga yang menghina Freya dan senang saat Freya akan disiksa lagi. Mereka tampak sudah sangat tak sabaran, memang keji sekali mereka. Itulah, jadinya kalau sekolah di tempat kumpulan orang kaya. Mereka mengira Freya ini adalah orang miskin, sehingga mereka puas menghina Freya.

Kekuasaan memang di atas segalanya, setelah kekuatan. Freya tak memiliki kekuasaan di sekolah ini, bahkan kekuatan sekalipun. Membuat Freya menjadi kaum terendah.

Bukan hanya hinaan yang Freya dapat, tapi perlakuan fisik mereka juga. Ada dari mereka yang meludahi, melempar batu bahkan menarik rambut Freya. Disaat mereka sedang asik menyiksa Freya, Livy memberhentikan langkahnya, agar mereka lebih leluasa melakukan penyiksaan itu lagi.

Livy menyeringai, ia sangat suka pemandangan ini. Disaat Freya yang meminta ampun atas penyiksaan ini, namun tak ada seorangpun yang memiliki hati untuk membantunya. Mungkin ada, namun mereka juga harus pikir panjang. Mereka yang ingin menolong juga, pasti tak ingin dijadikan bahan Bullyan.

"Sudah. Lihatlah dia, sangat menjijikan. Aku tak ingin tangan kalian terkena najis akibat menyentuhnya." Livy kembali menarik Freya. Mereka yang sebelumnya menyiksa Freya, membersihkan tangan mereka dengan aliran air.

Mereka tampak jijik dengan tangan mereka yang baru saja menyentuh Freya.

"Livy, tolong lepaskan tanganmu." Livy tak peduli, meski ia mendengar lirihan itu.

Sebuah pintu di ujung koridor sekolah menjadi tujuannya kali ini. Sangat sepi, bahkan tak ada hal yang menarik dari tempat itu. Freya merasakan sesuatu yang tak enak, ia semakin berontak ingin lepas.

Semakin, Freya Berontak semakin juga cengkeraman tangan Livy menguat. Kekuatan wanita itu sangat hebat, sehingga membuat Freya tak bisa apa-apa.

Telah sampai ditempat yang Livy tuju. Dengan satu tangan yang masih kosong, ia masukkan dalam saku celananya dan mengeluarkan sebuah kumpulan kunci. Livy memasukan salah satu kunci, dengan sekali percobaan pintu telah terbuka.

"Livy, apa yang ingin kau lakukan?" Freya bergidik ngeri saat melihat suasana dalam gudang yang tak terpakai itu.

"DIAM." Emosi Livy sudah mencapai ubun-ubun, dia mendorong kuat tubuh Freya hingga sang empu merasakan sakit yang menjalar disekitaran punggungnya.

"Kau tahu tempat apa ini, Freya?" Freya langsung menggeleng, tak pernah sekalipun dirinya memasuki ruangan yang tak dikenali ini. Ruangan ini begitu sempit, karena banyak barang yang tak berguna memenuhinya. Namun juga cukup gelap, tak ada satupun sumber penerangan. Hanya ada lubangan kecil, yang membuat sedikit cahaya memasuki ruangan ini.

Livy beranjak, ia menuju sebuah tembok. Tangannya yang putih mulus itu, meraba tiap tembok. Kala merasakan sesuatu, ia memencet sebuah saklar lampu.

IMMORTAL QUEEN #Fantasi 2 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang