Tiga Belas

358 41 0
                                    

Aero sudah menghabiskan waktu selama sepuluh menit menatap nomor ponsel Kaelyn yang ditampilkan oleh layar ponselnya. Tidak tahu kenapa tadi ketika laki-laki itu sedang gabut dan tidak menemukan sesuatu yang menarik di ponselnya, dia tiba-tiba teringat nomor ponsel Kaelyn yang tadi ia minta saat mengantar Kaelyn pulang. Aero tersenyum sendiri mengingat tingkah anehnya. Semoga saja Kaelyn tidak ilfil melihat kelakuannya.

Aero jadi teringat pertemuannya tidak sengajanya dengan Kaelyn di toko buku. Ia sangat merasa beruntung bertemu Kaelyn tadi. Selain karena gadis itu membantunya untuk memilih novel, ia juga senang menghabiskan siang hingga sore yang menyenangkan bersama Kaelyn. Gadis itu ramah dan asik diajak ngobrol tentang apapun. Kaelyn juga berpengetahuan luas dan selalu penasaran dengan hal-hal baru yang belum ia ketahui. Aero suka berbincang dengan orang seperti Kaelyn.

Aero tidak sadar ketika dia melamun, jarinya bergerak pelan menekan layar ponsel tepat di ikon panggilan sehingga dia melakukan panggilan pada Kaelyn. Laki-laki itu baru sadar ketika Kaelyn sudah mengangkat panggilannya dan bersuara dari seberang sana. Aero yang panik segera memutuskan panggilan tersebut tanpa menjawab apa-apa.

"Aero bego!" maki Aero pada dirinya sendiri. Dia menepuk dahinya pelan lalu turun mengusap wajahnya. Menyesali kecerobohannya. Sedetik kemudian Aero sadar jika tadi ia tidak mengatakan apa-apa dan malah mematikan sambungan itu. Aero merasa sangat tidak sopan. Lalu dengan perasaan tidak enak ia kembali meghubungi Kaelyn.

"Halo." Kaelyn mengangkat telepon pada deringan ketiga.

"Halo, Kaelyn."

"Iya. Ini siapa ya?"

"Gue Aero, Kae," jawab Aero sungkan.

"Oh, Aero. Kenapa, Ro?"

"Eum sorry tadi gue tiba-tiba matiin teleponnya. Gue nggak sengaja tadi nelepon lo, kepencet. Pas sadar gue malah buru-buru matiin."

Aero bisa mendengar Kaelyn terkekeh pelan dari seberang sana. "Nggak papa, Ro. Santai aja. Gue kira tadi siapa yang nelepon gue. Ternyata lo."

"Lagi sibuk, ya? Gue ganggu?"

"Ngga kok. Kebetulan lagi senggang."

"Anak FKG ada senggangnya nih? Perasaan Haikal bilang dia sibuk mulu tiap malam."

"Mau aja lo dikibulin Haikal. Paling dia pencitraan doang," kekeh Kaelyn.

"Syukur-"

"Kak Ro!"

Tiba-tiba pintu kamar Aero terbuka lebar dan menampilkan Allegra, sepupu Aero di ambang pintu. Gadis yang berusia tiga tahun lebih muda dari Aero itu menyipit curiga menatap sang kakak sepupu yang wajahnya terkejut dan buru-buru menurunkan ponsel dari telinganya.

"Lagi teleponan sama cewek ya?" goda Allegra yang menangkap gelagat aneh dari kakak sepupunya.

"Apaan sih, Le. Masuk kamar nggak pakai ngetuk dulu. Nggak sopan itu namanya."

"Kamar kakak sepupu aku juga. Ngapain harus pakai ngetuk segala." Allegra melangkah masuk dengan santai. Aero segera memutuskan panggilannya dengan Kaelyn dan meminta maaf dalam hati karena bertindak tidak sopan lagi. Dia berjanji setelah berhasil membuat Allegra keluar dari kamarnya, dia akan menghubungi Kaelyn dan meminta maaf.

Allegra saat ini bisa berada di rumah Aero karena tadi saat Aero mampir di rumahnya untuk memberikan novel pesanannya, ia buru-buru minta izin pada ayahnya untuk belajar bersama Aero sekalian menginap. Dengan wajah dan alasan yang meyakinkan, Allegra berhasil mengantongi izin ayahnya dengan syarat ia tidak boleh keluyuran kemana-mana dan Aero wajib memantau gadis berumur tujuh belas tahun itu.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang