Delapan Belas

350 33 0
                                    

Kaelyn dan Aero memainkan berbagai permainan di game centre. Mereka bahkan mencoba mesin pengambil boneka walaupun mereka tahu tidak akan mendapatkan apapun. Aero dan Kaelyn sama-sama payah dalam hal satu itu. Mereka mencoba dua kali lalu menyerah dan berakhir dengan menertawakan diri sendiri.

"Menurut lo, mesin boneka itu emang di-setting susah buat dimainin atau emang kita yang nggak bisa mainnya?" tanya Kaelyn random. Aero menyerahkan milkshake coklat yang ia beli di salah satu stand yang ada di sudut game centre pada Kaelyn. Mereka sedang duduk di kursi yang disediakan di area game centre. Berkeliling dan mencoba berbagai macam permainan ternyata cukup membuat lelah dan menguras tenaga.

"Menurut gue sih emang kita yang nggak bisa. Gue pernah liat orang yang berhasil dapatin bonekanya pas ngajak Aerilyn main disini. Lo tahu apa yang terjadi setelah itu? Aerilyn nangis kejer karena orang itu dapat dan dia nggak," kenang Aero seraya terkekeh. Ia masih ingat dengan jelas adiknya menangis keras dan susah dihentikan. Aerilyn saat itu tidak mau dibujuk oleh apapun sehingga ia dan Liam terpaksa membawa Aerilyn keluar dari area game centre segera karena orang-orang mulai menatap mereka dengan aneh. Aerilyn baru diam ketika disodori es krim kesukaannya dan dijanjikan beli boneka baru.

"Waktu kecil gue juga pernah ngamuk sama Ayah karena nggak dapat boneka di tempat penukaran poin. Waktu itu poin yang gue punya cuma bisa ditukar sama pensil dan penghapus. Kalau diingat-ingat sih kocak banget. Ayah sampai nggak mau ngajak gue ke game centre lagi selama tiga bulan. Katanya takut gue ngamuk lagi," kekeh Kaelyn.

"Dari dulu udah keliatan bar-barnya lo." Aero mengacak rambut Kaelyn. Pony tail gadis itu jadi berantakan dengan rambut yang mencuat sana-sini.

"Jadi berantakan nih. Tanggung jawab," renggut Kaelyn. Gadis itu membuka ikatan rambutnya lalu menyodorkan ikat rambutnya pada Aero. Aero terkekeh kecil menerima ikat rambut itu. Ia menyuruh Kaelyn balik badan sehingga ia mudah mengikat kembali rambut gadis itu.

"Lo kayaknya cocok deh jadi pengasuh," celutuk Kaelyn saat rambutnya sedang disisir oleh jemari Aero.

"Maksudnya?" Aero melongokkan sedikit kepalanya, menatap Kaelyn.

"Lo bisa ngikat rambut begini. Cocok jadi baby sitter."

"Kualifikasi jadi baby sitter nggak dari ngikat rambut doang kali. Tapi meskipun gue bisa, gue nggak mau. Jagain Aerilyn aja gue sering pusing liat dia aktif banget."

"Gue pengen ketemu Aerilyn."

Kaelyn memutar tubuhnya kembali ke posisi semula setelah rambutnya terikat rapi kembali. Sepertinya ia terlalu bersemangat sehingga tidak sengaja menyenggol lengan Aero dan mengenai siku laki-laki itu. Refleks Kaelyn mengaduh sakit.

"Lo nggak papa, Kae? Sorry." Seketika Aero sedikit panik melihat Kaelyn meringis kecil.

"Nggak papa. Harusnya gue yang minta maaf. Gue nggak sengaja nyenggol lo."

"Tapi lo yang kesakitan. Siku gue tajem ya?"

"Lumayan."

"Kalau mau gerak bilang gue dulu. Tiba-tiba gini jadi sakitkan."

"Iya ih iya. Malah ngomel. Yuk ah, pergi ke tempat lain. Gue pengen main lagi kalau kelamaan disini," ajak Kaelyn.

"Kalau mau main lagi, boleh kok. Bentar, gue isi ulang lagi kartunya." Kaelyn menggeleng dan menahan Aero yang hendak bangkit.

"Nggak mau. Bisa sampe malam ntar kalau diikutin. Cari es krim aja yuk."

***

"Ardian itu... beneran sahabat lo?"

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang