Lima Puluh Satu

357 28 2
                                    

Semalaman Kaelyn habiskan waktunya untuk memikirkan apa yang dikatakan Ardian padanya, bahwa sebenarnya ia sudah mencintai Aero. Ia hanya tidak sadar karena selama ini ia terdoktrin dengan pikirannya sendiri bahwa ia mencintai Ardian. Tapi, hasilnya malah membuat Kaelyn semakin bingung. Ia sudah menelaah hatinya seperti yang disuruh Ardian dan belum dapat jawaban apapun. Ia bingung sebenarnya apa yang ia rasakan.

Kaelyn bahkan mengkilas balik beberapa bulan hubungannya dengan Aero. Ia mengingat kembali apa yang ia rasakan jika bersama laki-laki itu. Rasa nyaman dan ketenangan. Namun, perasaan itu belum cukup membuktikan bahwa ia mencintai Aero bukan?

Hasilnya, pagi ini gadis itu bangun dengan mata panda karena kurang tidur. Kaelyn sudah memakai concealer lebih tebal daripada biasanya, namun tidak bisa menutup dengan sempurna mata pandanya. Semoga saja nanti tidak ada yang curiga dan bertanya.

"Pagi ini Kakak anterin kamu ke kampus," kata Barra sambil menyeruput kopinya. Mereka hanya sarapan berdua. Cakra dan Aletta sedang mengantarkan Jazmyn ke rumah Jazmyn karena Garda sudah pulang subuh tadi.

"Tumben banget." Kaelyn menggigit roti selai coklatnya.

"Biasanya kamu ada yang jemput. Sekarang udah nggak ada lagi." Kunyahan Kaelyn terhenti. Kehilangan Aero berarti ia juga harus kehilangan semua kebiasaannya yang bersangkutan dengan laki-laki itu.

"Kae bisa mesan ojol."

"Sama Kakak aja, sih. Hemat duit juga."

***

Sudah pukul setengah empat sore, tapi Kaelyn masih betah duduk di perpustakaan fakultas. Setelah mata kuliahnya selesai pukul dua siang tadi, ia memilih ke perpustakaan daripada langsung pulang atau hang out bersama Elisa. Ia menenggelamkan dirinya bersama salah satu buku tebal. Ntah setan apa yang sedang merasuki gadis itu hingga jadi rajin sepert ini.

"Perhatian kepada seluruh pengunjung perpustakaan, perpustakaan akan segera ditutup dalam waktu lima meniy. Diharapkan seluruh pengunjung untuk segera meninggalkan kawasan perpustakaan. Terima kasih." Pemberitahuan dari penjaga perpustakaan lewat speaker menjadi penanda Kaelym harus segera beranjak dari sana. Kaelyn mengembalikan buku yang ia baca ke rak lalu keluar sebelum diusir secara personal oleh penjaga perpustakaan yang lumayan galak itu.

Rencananya setelah dari perpustakaan, Kaelyn mau langsung pulang. Namun, sosok seseorang yang sedang duduk di bangku depan perpustakaan dengan ponsel di tangannya membuat Kaelyn mengurungkan niatnya seketika. Gadis itu sempat terkejut namun bisa mengendalikan dirinya dengan segera begitu mendapati orang tersebut di sana. Dengan langkah pelan, ia mendekati sosok tersebut.

"Ro," panggilnya dengan suara bergetar. Ia tidak menyangka akan bertemu Aero hari ini, di fakultasnya.

"Eh ...." Aero tampak terkejut dengan kedatangan Kaelyn. Laki-laki itu segera menyimpan ponselnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Kaelyn. Wajahnya sedikit menegang saat menyadari yang menyapanya adalah Kaelyn, namun tidak bertahan lama karena kemudian ia melukiskan senyum manisnya pada gadis itu. "Hai, Kae."

"Hai ... Ro," sapa Kaelyn tercekat. Ia meremas kuat kedua tangannya, menahan rasa rindu pada laki-laki itu. "Kamu nga ... pain di sini?"

"Mau ketemu Haikal. Tapi ditunggu dari tadi, dia belum muncul," jawab Aero santai. Laki-laki itu seperti biasa saja bertemu Kaelyn, tidak merasa canggung atau yang lainnya. Sangat berbanding terbalik dengan Kaelyn. Tingkah Aero yang santai seperti ini membuat Kaelyn bertanya-tanya, apakah hanya ia yang merasa kacau setelah hubungan mereka berakhir? Sehingga laki-laki itu bisa menghadapinya seperti tidak ada masalah apapun di antara mereka.

"Oh gitu," lirihnya. Matanya menatap Aero sendu. Ada banyak hal yang ingin ia katakan pada Aero namun ia ragu apakah Aero ingin berbicara padanya.

"Kok belum pulang? Biasanya jam tiga udah selesai jadwal kuliahnya." Hati Kaelyn menghangat seketika. Aero masih mengingat tentangnya. Perhatian kecil dari laki-laki itu selalu bisa menghangatkan hatinya.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang