Empat Puluh

282 26 4
                                    

Baksos sukses besar. Namun, kesuksesan itu harus dibayar dengan tumbangnya Kaelyn dua hari setelah Baksos, sehingga gadis itu harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Kata dokter yang memeriksanya, ia kelelahan, dehidrasi, serta kekurangan nutrisi sehingga tubuhnya tak mampu lagi bertahan. Oke, Kaelyn mengakui jika ia kurang istirahat, kurang tidur, dan kurang makan karena kesibukannya. Tapi, semua itu semata-mata tidak karena Baksos. Hubungannya yang sedang renggang dengan Aero juga ikut andil. Tahu saja lah bagaimana jika perempuan galau karena ribut dengan kekasihnya.

Kaelyn ditemukan pingsan dengan suhu badan yang sangat tinggi pada pagi hari oleh Barra. Saat itu, Barra hendak membangunkan adiknya yang ia pikir masih tidur. Betapa terkejutnya laki-laki itu mendapati sang adik jatuh tergeletak di atas lantai yang untungnya beralaskan karpet tebal. Pingsannya Kaelyn membuat seisi rumah heboh. Cakra dan Barra membatalkan rencana mereka untuk pergi ke kantor demi mengantarkan si bungsu ke rumah sakit. Aletta bahkan terisak dan memaksa Kaelyn untuk dirawat beberapa hari meskipun dokter yang memeriksa gadis itu membolehkannya rawat jalan saja.

"Bun, Kae nggak perlu dirawat. Pulang aja, ya." Ntah ini rengekan yang keberapa dilontarkan Kaelyn sejak ia sadar. Gadis itu tidak suka dirawat di rumah sakit seperti ini. Ia merasa penyakitnya tidak separah itu sampai harus dirawat.

"Nggak ada bantahan, Kae. Bunda nggak mau sakit kamu makin parah. Kamu nurut aja sama Bunda," putus Aletta tetap teguh pada pendiriannya. Gadis itu cemberut lalu menatap meminta pertolongan pada Cakra, Barra, dan Milky yang duduk di sofa. Ketiga orang itu menggeleng, pertanda tidak bisa membantu Kaelyn.

"Kondisi kamu diobservasi dulu, ya. Kalau udah baikan, kamu boleh pulang." Cakra mencoba memberi pengertian pada Kaelyn. Di antara tiga anaknya, Kaelyn memang yang paling anti dirawat. Ia duduk di pinggir kasur lalu mengusap pelan puncak kepala anaknya.

"Iya Ayah, Bunda," lirih Kaelyn. Ia tidak bisa menolak lagi.

"Kamu makan buah dulu. Mau buah apa?" tanya Aletta. Kaelyn menggeleng. Ia masih kenyang karena tadi dipaksa Aletta menghabiskan makan siangnya tanpa boleh bersisa. "Harus mau," paksa Aletta.

"Kenyang, Bun," rengek Kaelyn. Aletta melotot pada anaknya itu sehingga Kaelyn menciut. Lagi-lagi, Kaelyn hanya bisa menuruti keinginan ibunya. "Apel."

Aletta mengambil sebuah apel merah lalu mengupas kulitnya. Ia membagi apel tersebut menjadi empat potongan lalu menyuapi Kaelyn. Meskipun tangan kiri Kaelyn yang terpasang infus, Aletta tetap bersikeras menyuapi anaknya itu.

"Yah, Bun, mendingan Ayah sama Bunda makan siang dulu. Udah hampir jam tiga. Biar Barra sama Milky yang jagain Kaelyn," kata Barra yang kasihan melihat orang tuanya yang belum makan siang. Ia dan Milky sebenarnya juga belum makan, tapi masih bisa ditahan karena mereka sudah mengonsumsi cemilan yang dibeli di kantin rumah sakit tadi.

"Kalian aja yang makan duluan. Makanan Bunda dibawain ke sini aja," tolak Aletta.

"Sayang, kita makan dulu, yuk. Biar anak-anak yang jagain Kae," bujuk Cakra. Ia tahu jika istrinya itu tidak akan tenang meninggalkan anak mereka yang sedang sakit walaupun hanya sebentar.

"Tapi-"

"Nggak lama kok. Yuk." Dengan sedikit paksaan dari Cakra, akhirnya Aletta mau. Sebelum meninggalkan kamat rawat Kaelyn, ia sudah mewanti-wanti Barra dan Milky agar memerhatikan Kaelyn.

"Tante tenang aja. Kaelyn aman di tangan kami berdua."

***

Elisa baru tahu jika Kaelyn dirawat keesokan harinya. Ia diberitahu Ardian yang juga baru tahu ketika Barra dan Milky pulang ke rumah. Oleh karena itu, mereka berdua janjian datang bersama ketika jam besuk.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang