Empat Puluh Sembilan

316 28 4
                                        

Hanya ada Aero di ruang keluarga. Laki-laki itu sedang memainkan ponsel saat Kaelyn menghampirinya.

"Ro," sapa Kaelyn. Aero mengalihkan pandangannya pada Kaelyn. Ia simpan ponselnya ke dalam saku lalu menggeser posisi duduknya, memberi ruang untuk Kaelyn duduk di sebelahnya. "Kak Barra mana?"

"Ke kamar. Nggak mau jadi obat nyamuk katanya." Kaelyn terkekeh geli. Barra masih setia dengan status jomblo meskipun sudah bertahun-tahun mengejar cinta Shena. Hal itu kadang membuatnya sensi saat melihat sepasang kekasih.

"Kok nggak bilang aku dulu kalau mau ke rumah? Kangen ya?" Kaelyn berusaha bersikap seperti biasanya. Sekuat tenaga ia sampingkan dulu masalahnya dengan Ardian. Ia tahu Aero masih sensitif jika berhubungan dengan Ardian. Ia tidak ingin menyakiti hati laki-laki baik ini lagi.

"Bisa dibilang begitu." Aero mengambil sejumput rambut Kaelyn lalu menyelipkannya di belakang telinga gadis itu. Matanya menatap wajah Kaelyn lekat. "Kok mata kamu bengkak?"

"Eh i ... itu karena aku begadang semalam. Ya, begadang karena nonton series netflix," bohong Kaelyn gelagapan. Perasaan tadi ia sudah menutup mata bengkaknya dengan sempurna. Apa masih kelihatan?

"Jangan sering begadang. Nggak baik untuk kesehatan," nasehat Aero.

"Siap, Bapak!"

"Kae, aku minta maaf, ya. Maaf untuk semua kesalahanku yang sengaja atau nggak sengaja aku perbuat sampai menyakiti dan bikin kamu menangis." Kaelyn terperanjat mendengar perkataan Aero yang aneh dan tiba-tiba. Ia bahkan refleks menjauhkan kepalanya hingga tangan Aero yang masih di kepalanya menggantung di udara.

"Ro, kok ngomongnya jadi ngelantur gini? Tiba-tiba minta maaf. Jangan gitu, ah. Serem."

Aero hanya tersenyum kecil. Tangannya bergerak mengelus samping kepala Kaelyn. Matanya menatap lamat wajah Kaelyn, seperti berusaha merekam setiap inci wajah cantik itu dalam ingatannya. Aero memang sering melakukan hal romantis. Tapi kali ini, tingkahnya terlihat aneh di mata Kaelyn.

"Ro ...."

"Kita putus, ya, Kae."

Jika tadi Kaelyn yang mengejutkan Ardian dengan pengakuannya, kini gantian Kaelyn yang dikejutkan oleh Aero. Tidak ada angin, tidak ada hujan, kenapa Aero memutuskannya begitu saja?

"Jangan becanda, Ro," kata Kaelyn. Ia yakin saat ini Aero hanya mengerjainya. "Sekarang emang lagi ngetren konten prank. Tapi, prank kamu nggak lucu, tahu."

"Aku nggak becanda. Aku serius mau selesein hubungan kita." Kaelyn meneliti wajah Aero yang terlihat datar. Mata laki-laki itu tidak menampilkan binar jenaka sedikit pun. Aero serius dengan ucapannya.

"Ta ... tapi kenapa? Kita baik-baik aja, nggak ribut atau apapun. Kenapa kamu mutusin aku?" tanya Kaelyn dengan suara bergetar.

"Aku nyerah, Kae. Aku nggak bisa lagi lanjutin semuanya. Sesuai dengan perkataanku dulu, aku akan melepaskan kamu jika semua yang aku lakuin selama ini nggak berhasil. Aku nggak akan mengikatmu dalam keterpaksaan lagi." Aero mengatakannya dengan tenang. Suaranya datar dan wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun. Aero yang seperti ini membuat Kaelyn sulit menganalisa keadaan.

"Aku nggak kepaksa, Ro. Aku juga mau hubungan ini. Tolong, tarik ucapan kamu. Aku nggak mau putus." Kaelyn menjangkau tangan Aero dan mengenggam tangan besar itu dengan kedua tangannya. Matanya menatap penuh permohonan agar Aero membatalkan keinginannya.

"Jangan paksa diri kamu, Kae. Aku akan jadi orang jahat kalau terus-terusan menutup mata dan telinga dengan keadaan kamu yang sebenarnya. Aku melakukan ini demi kamu." Aero menarik pelan tangannya.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang