Ruang perawatan Kaelyn terlihat sepi. Kedua orang tuanya kembali ke rumah karena Cakra harus masuk kerja dan Aletta harus mengurus suaminya tersebut. Barra ada perjalanan bisnis ke luar kota. Jazmyn dan Garda—yang paling terakhir diberi tahu jika Kaelyn sakiy—sudah pulang beberapa menit yang lalu karena Jazmyn yang kelelahan karena sedang hamil besar. Hanya ada Milky yang menemani Kaelyn. Gadis itu pun saat ini sedang di kantin rumah sakit, makan sebentar. Milky belum makan apapun dari pagi dan saat ini sudah hampir pukul dua belas siang. Sebenarnya Milky tidak mau meninggalkan Kaelyn sendiri. Tapi Kaelyn memaksa Milky untuk makan dulu.
Kaelyn mengambil ponselnya yang terselip di bawah bantal. Gadis itu menatap lama ponsel dengan layar yang masih mati itu. Menimbang apakah ia harus menghubungi Aero dan mengatakan ia sedang sakit saat ini. Kaelyn tidak ada nyali lagi untuk menghubungi Aero tapi ia sudah berjanji pada Ardian akan menghubungi Aero.
Saat Kaelyn masih berpikir, pintu ruang perawatan gadis itu tiba-tiba terbuka. Kaelyn tersentak begitu menyadari siapa yang datang. Teddy.
"Ha ... hai, Kak," sapa Kaelyn kagok dan bingung. Kenapa laki-laki itu berada di sini?
Teddy berjalan santai mendekatinya dan duduk di kursi yang ada di samping kasur Kaelyn.
"Gimana keadaan lo?" tanya Teddy.
"Udah mendingan, Kak. Alhamdulillah," jawab Kaelyn. "Kakak kok bisa–"
"Bisa tahu lo di sini?" potong Teddy. Kaelyn mengangguk. "Tahu aja. Gue kan hebat."
"Serius tahu, Kak," renggut Kaelyn.
Teddy mengacak gemas puncak kepala Kaelyn. "Kemarin gue ketemu teman lo. Dia sebut-sebut nama Kaelyn. Gue tanya deh Kaelyn yang dia maksud itu lo atau bukan. Ternyata emang lo."
"Oh gitu."
"Gue nggak tahu lo suka apa. Jadi gue bawain ini aja." Teddy meletakkan keranjang buah di nakas kecil di samping kasur Kaelyn.
"Makasih, Kak. Nggak usah repot-repot harusnya," kata Kaelyn.
"Nggak repot, kok. Kenapa lo bisa masuk rumah sakit gini?"
"Kecapekan doang. Tapi dipaksa dirawat sama nyokap. Padahal sama dokternya dibolehin rawat jalan," jelas Kaelyn.
"Calon dokter gigi ternyata bisa sakit juga, ya."
"Bisa, lah. Kan sama manusia juga." Teddy tertawa. Ia mengacak puncak kepala Kaelyn sekali lagi. Baginya, Kaelyn terlihat lucu.
"Ja–"
"Kae!" Gerakan Kaelyn yang berusaha menyingkirkan tangan Teddy dari puncak kepalanya terhenti. Ia terpaku melihat sosok Aero di ambang pintu.
"Aero," lirih gadis itu. Matanya lekat menatap sosok Aero yang makin mendekatinya.
"Are you okay?"
Ditanya seperti itu, mendadak Kaelyn merasa sedih. Air matanya menggenang seketika. Perasaan rindunya menyeruak seketika.
"No. I'm not okay," bisiknya serak. Aero segera memeluk gadis itu erat. Ia sandarkan kepala Kaelyn ke dadanya, sedangkan tangannya mengusap lembut punggung yang perlahan bergetar itu.
"I'm sorry. I'm so sorry. Aku nggak tahu dan nggak ada di sisi kamu pas kamu lagi sakit gini," kata Aero seraya menguburkan wajahnya di puncak kepala Kaelyn. Isakan Kaelyn mulai keluar seiring belitan tangannya pada tubuh Aero yang makin mengerat.
Kaelyn tidak mengatakan apapun selain menangis. Ia seakan melepaskan semua keresahannya selama berjauhan dengan Aero di dada laki-laki itu. Ia lega melihat kekasihnya di sini, bersamanya, memeluknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amare
RomanceAmare (n.) A feeling of deep romantic or sexual attachment to someone. Cinta itu aneh. Kamu tidak tahu apa alasannya muncul atau menghilang. Kamu juga tidak bisa memilih akan jatuh cinta pada siapa. Semua yang dilakukan cinta padamu adalah kejutan y...