Kaelyn mengernyitkan dahinya begitu mendengar ponsel yang terus berdering. Dengan susah payah Kaelyn berusaha membuka matanya yang sangat lengket seperti diberi lem. Sinar matahari yang menembus kaca serta sela-sela tirai tidak membantu sama sekali agar matanya bisa terbuka.
Sepuluh detik kemudian ponselnya berhenti berdering, namun tidak lama setelah itu berdering kembali. Kaelyn menggeram kesal. Siapa manusia yang menerornya di hari libur yang indah ini? Tidak tahukah orang yang menelponnya itu bahwa Kaelyn baru tidur jam tiga dini hari karena keasikan maraton serial netflix?
Kaelyn mencari ponselnya yang ntah berada dimana. Seingat Kaelyn, ia meletakkan ponselnya begitu saja di kasur karena sudah terlalu mengantuk. Kaelyn mengacak kasurnya hingga menemukan ponselnya berada di kepala kasur, hampir terjatuh. Nama Ardian tertera di layar ponselnya.
"Hm?" gumam Kaelyn setengah sadar.
"Selamat pagi sahabatku yang kebo. Udah jam sepuluh tapi gue yakin lo masih di atas kasur dengan mata setengah terpejam," sapa Ardian.
"Ngapain sih Yan nelpon pagi-pagi? Nggak tahu apa kalau gue masih ngantuk?" protes Kaelyn.
"Anak gadis apaan jam segini masih ngantuk. Kekeboan lo emang parah. Overdosis."
"Ck, nggak usah sok ceramah lo. Biasanya lo juga bangun siang kalau libur gini. Lo nelpon gue pasti karena ada maunya. Cepat sebutin. Gue mau lanjut tidur lagi." Sudah hal yang biasa jika Ardian menelponnya terus-menerus itu berarti laki-laki itu mempunyai niat terselubung dalam hatinya. Jangan percaya dengan kalimat manis atau bualan lainnya. Kaelyn sudah cukup khatam dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Bisa nggak sih ruqiyah hilangin sifat suudzon? Gue pengen ruqiyah lo deh. Nggak pernah husnudzon ke gue."
"Lo ngomong gitu udah kayak guru agama kita pas SMA aja. Gue tuh udah hapal kelakuan dan tingkah lo. Lo nggak bisa ngibulin gue."
"Emang Kaelyn sahabat terbaik gue. Tahu gue luar dalam. Uh sayang banget sama sahabat aku ini." Kaelyn tersenyum kecut mendengar kata sahabat berulang kali dari mulut Ardian. Ingin rasanya ia berteriak pada Ardian agar laki-laki itu tidak perlu mengucapkan kata keramat itu berulang kali seperti ini untuk menyadarkan posisinya di hidup Ardian. Sahabat. Tidak lebih dan tidak kurang.
"Banyak banget kalimat pembuka lo. Kelamaan. Gue sampe ngantuk lagi."
"Emang lo nya aja yang masih ngantuk. Pake segala nyalahin gue."
"Ian ih! Sengaja banget usilin gue," kesal Kaelyn manja.
"Iya iya. Dasar pemarah. Siap-siap ya lo dengarnya. Gue nggak mau lo jantungan dengar ini. Tapi nggak bakal juga sih. Palingan lo ngeledek gue ntar."
"Ian!"
"Iya, Nyonya. Maaf," kekeh Ardian. "Gue kayaknya lagi jatuh cinta deh."
***
Ardian memutuskan segera menuju rumah Kaelyn ketika sambungan teleponnya tiba-tiba terputus. Ia sudah berusaha menghubungi Kaelyn kembali namun tidak diangkat oleh gadis itu. Ardian khawatir jadi jika terjadi apa-apa pada Kaelyn.
"Pagi, Bun. Kae masih di kamar?" sapa Ardian pada Aletta. Aletta mengangguk singkat. Ia menyuruh Ardian langsung masuk ke kamar saja sekalian menarik putri bungsunya keluar dari kamar. Sudah lewat pukul sepuluh pagi dan Kaelyn belum sarapan sama sekali.
"Kae." Ardian mengetuk pintu berwarna putih tulang dengan nama Kaelyn didepannya. Meskipun Kaelyn adalah sahabatnya, Kaelyn tetap seorang perempuan yang kamarnya tidak boleh dimasuki begitu saja, apalagi oleh laki-laki seperti dirinya. Ia bisa saja melihat hal-hal yang tidak diinginkan jika nyelonong masuk tanpa izin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amare
Любовные романыAmare (n.) A feeling of deep romantic or sexual attachment to someone. Cinta itu aneh. Kamu tidak tahu apa alasannya muncul atau menghilang. Kamu juga tidak bisa memilih akan jatuh cinta pada siapa. Semua yang dilakukan cinta padamu adalah kejutan y...