Lima Belas

361 38 0
                                    

Aero terpaku menatap tiga orang yang sedang tertawa dari kursinya. Mereka tampak akrab dan tidak terlihat kecanggungan sama sekali. Anak kecil yang duduk ditengah-tengah dua orang dewasa itu sesekali terlihat membuka mulutnya, meminta untuk disuapi pada wanita disebelahnya.

Dada Aero berdenyut nyeri menyaksikan semua itu. Bagaimana bisa mereka tampak seakrab dan sehangat itu? Apakah mereka sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama tanpa memberitahu serta mengajaknya? Aero merasa dikhianati oleh keluarganya sendiri.

"Ayo kita samperin adek lo, Ro. Lagi bareng nyokap-bokap lo kan?" ajak Kaelyn. Gadis itu hendak berdiri namun tangannya ditahan oleh Aero. Kaelyn menatap bingung Aero yang menggeleng, pertanda tidak menginginkan mereka menyapa keluarga Aero.

"Kita pulang aja, Kae."

"Ta... tapi Ro-"

"Gue mohon, kita pulang sekarang," pinta Aero namun nada suaranya tegas. Kaelyn bingung melihat Aero yang berkelakuan aneh setelah melihat keluarganya berada di restoran yang sama dengannya. Harusnya laki-laki itu senang dan menghampiri merekan bukan? Gadis itu hanya bisa mengangguk kaku karena Aero terlihat tidak terbantahkan.

Kaelyn menyaksikan Aero yang terburu-buru memanggil pelayan dan meminta bill. Laki-laki itu bahkan tidak mau repot-repot menunggu kembalian uangnya. Ia segera menarik Kaelyn agar keluar dari sana begitu memberikan beberapa lembar uang seratus ribu pada pelayanan restoran. Sayangnya dewi fortuna belum berpihak pada Aero. Panggilan Aerilyn menghentikan langkahnya yang otomatis menghentikan langkah Kaelyn juga.

"Ro, lo dipanggil," bisik Kaelyn. Aero tampak bergeming namun tangan kirinya yang tidak menggandeng tangan Kaelyn terkepal kuat.

Aero masih saja diam hingga ia merasakan salah satu kakinya dipeluk erat. Aero memaksakan mengulas senyum ketika melihat siapa yang memeluk kakinya. Aerilyn. Adiknya itu menyusul karena tidak mendapat respon dari Aero. Aero segera membawa Aerilyn dalam gendongannya.

"Hai Princess."

"Kakak kok nggak liat sih pas aku panggil?" renggut Aerilyn. Gadis kecil itu memajukan bibirnya, pertanda ia sedang merajuk.

"Maaf, Princess. Tadi Kakak buru-buru, nggak denger kamu manggil. Princess kesini kok nggak bilang Kakak sih?"

"Kata Pop, Kakak lagi sibuk. Nggak boleh diganggu." Aero tersenyum miris mendengar jawaban Aerilyn. Pasti alasan ayahnya saja agar mereka bisa pergi bersama dengan wanita itu tanpanya.

"Oh iya, ini teman Kakak. Namanya kak Kaelyn. Katanya dia pengen ketemu Princess." Aero segera mengalihkan pembicaraan. Ia mengenalkan adiknya pada Kaelyn. Tebakannya bahwa Aerilyn akan sangat senang bertemu dengan Kaelyn ternyata benar. Gadis kecil itu melonjak senang dengan mata berbinar. Tidak jauh berbeda dengan Kaelyn yang juga terlihat sangat senang.

"Hallo, Cantik. Senang bisa ketemu kamu." Kaelyn mengelus pelan puncak kepala Aerilyn.

"Mau gendong sama kakak Cantik." Aerilyn bergerak-gerak dalam gendongan Aero. Tangannya terulur minta digendong oleh Kaelyn yang baru saja ia kenal. Kaelyn awalnya terkejut namun dengan senang hati ia menggendong Aerilyn.

"Jangan, Kae. Aerilyn berat," larang Aero. Namun gerakan Aerilyn yang makin aktif membuatnya mau tak mau memberikan Aerilyn pada Kaelyn, sesuai keinginan gadis kecil itu.

"Nggak berat kok," kata Kaelyn.

"Kakak Cantik, ayo ke tempat Pop sama Mom. Aku mau ngenalin kakak Cantik ke mereka," ajak Aerilyn. Kaelyn menatap Aero, meminta persetujuan. Ia tahu Aero mengajaknya segera pulang tadi agar menghindari dua orang dewasa yang sedang menatap mereka saat ini dari kursi mereka.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang