Tujuh Belas

348 35 0
                                    

Kaelyn dan Elisa keluar dari ruang SL ketika semua orang sudah meninggalkan ruang tersebut tiga puluh menit yang lalu. Hal tersebut karena Elisa tidak sengaja menjatuhkan model kerja yang terbuat dari gips biru sehingga bagian kanan model kerjanya patah. Ia harus mencetak ulang model kerja tersebut dan meminta setengah memaksa Kaelyn untuk menemaninya. Untung saja gigi yang ia tanam di model kerjanya tidak ikutan patah. Jika iya, Elisa dalam masalah besar karena ia harus mencari gigi baru untuk PSA. Mencari gigipun bukan perkara yang mudah. Untuk tiga gigi saja ia harus berkeliling ke berbagai puskesmas dan rumah sakit.

"Thank you so much, Kae." Elisa menyerahkan sebotol minuman ion pada Kaelyn sebagai tanda terima kasihnya. Kaelyn mencubit kecil lengan gadis itu namun tetap menerima pemberian Elisa.

"Nggak usah kayak sama orang lain lo. Dari dulu kerjaan lo kan emang nyusahin gue."

"Kaelyn mulutnya tajam amat minta dijahit."

Kaelyn terkekeh pelan. Ia menyesap minumannya. Segar sekali minum minuman dingin di siang yang terik seperti ini.

"Mall yuk, Kae. Mau beli jedai nih gue. Pada patah semua. Sekalian cuci mata," ajak Elisa.

"Bawaan banyak gitu pake ngajak ke mall segala."

"Tenang itu mah. Titip di ruang BEM. Gue megang kunci minggu ini." Elisa mengeluarkan kunci dari saku kecil di ranselnya.

"Nggak deh. Gue ada-"

"Nah ini dia orangnya."

Haikal dan Aero tiba-tiba muncul membuat Kaelyn dan Elisa tersentak kaget. Elisa bahkan hampir menjatuhkan minumannya.

"Ih, bikin kaget aja!" kesal Elisa. Ia melemparkan pandangan tajam pada Haikal yang dibalas dengan juluran lidah oleh Haikal.

"Hai, Ro," sapa Kaelyn. Sepertinya sejak proker bersama FEB, Kaelyn sering bertemu Aero. Sengaja ataupun tidak disengaja.

"Aero doang yang disapa nih," rajuk Haikal.

"Ngapain juga nyapa lo. Tiap hari juga ketemu," sensi Elisa karena masih kesal minumannya hampir dijatuhkan oleh Haikal.

"Capek batin gue ribut mulu sama lo, Lis. Nggak kasian apa liat gue cepat tua gara-gara lo?"

"EGP." Elisa melongos tidak peduli.

"Udahlah. Gue abaikan makhluk halus satu ini. By the way, gue mau nganter Aero kesini. Katanya dia nyari lo, Kae." Haikal menepuk ringan bahu Aero. "Gue balik duluan ya. Lis, lo anterin gue ke depan."

Haikal menarik tangan Elisa begitu saja meninggalkan dua orang tersebut. Elisa mengikuti langkah Haikal walaupun sempat memberontak. Setelah dibisiki sesuatu oleh Haikal, gadis itu menurut dan melempar tatapan usil ke Kaelyn.

"Have fun," bisik Elisa dari jauh. Kaelyn mendelik kesal pada sahabatnya dan juga Haikal yang sudah melenggang jauh. Kenapa ia malah ditinggalkaj berdua dengan Aero? Benar-benar menyebalkan!

"Eh...lo ada perlu sama gue, Ro?" Kaelyn menunjuk dirinya sendiri. Bingung kenapa Aero mencarinya. Apa ada hubungan dengan proker mereka? "Kenapa, Ro? S3 ada masalah?"

"Oh, bukan itu. Gue mau nanya... lo sibuk nggak siang ini? Soalnya dari tadi gue hubungi lo nggak ada jawaban."

Kaelyn mencari ponselnya yang ia yakin tergelatak manis di dalam tas. Sejak masuk ruangan tutor pukul delapan tadi hingga selesai SL saat ini, Kaelyn belum mengecek sama sekali ponselnya.

"Ah iya. Maaf, Ro. Gue nggak megang ponsel dari tadi," ringis Kaelyn. "Kenapa?"

"Mau nggak nemenin gue ke toko buku? Gue mau beliin buku cerita buat Aerilyn," tanya Aero.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang