Tiga

868 61 0
                                    

Kaelyn sedang menikmati sarapannya ketika Ardian melenggang masuk dan duduk disebelahnya. Laki-laki itu dengan santai mengambil selembar roti lalu mengoles selai kacang di atasnya.

"Masuk rumah orang nggak pakai salam lo," sindir Kaelyn. Gadis itu mengunyah suapan terakhir nasi gorengnya lalu meneguk air di gelasnya hingga tandas.

"Sok tahu banget. Sebelum masuk gue salam kok. Dibalas sama tante Aletta dan om Cakra malah. Lo aja yang nggak balas," jawab Ardian santai. Tadi ia memang papasan dengan Cakra dan Aletta di pintu masuk. Karena sudah selayaknya keluarga, sepasang suami-istri itu menyuruh Ardian langsung menemui Kaelyn di ruang makan saja.

"Pake toa dulu lo ngucapin salam, baru bisa kedenger sampe sini." Kaelyn menyeka mulutnya dengan tisu, membersihkan sudut bibirnya. "Yuk berangkat."

"Lo nggak liat kalau gue lagi sarapan? Sahabat laknat emang lo."

Sahabat.

Selalu saja terasa menyakitkan di hati Kaelyn ketika Ardian menyebutnya dengan embel-embel sahabat, meskipun memang itu kebenarannya. Mereka adalah sahabat. Kaelyn hanya bermimpi jika suatu saat status mereka lebih dari sekedar sahabat.

"Siapa suruh lo baru mulai ketika gue udah mau selesai? Ayo buruan, Yan. Ntar gue telat masuk kelas." Untungnya Kaelyn sudah terlatih untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri. Meskipun hatinya sakit, ia mampu bersikap biasa saja. Ardian tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.

"Baru juga jam tujuh lewat. Kelas lo jam delapankan? Nggak bakal telat. Lo tahu sendiri kalau gue bawa motor kayak apa. Sepuluh menit kita udah nyampe kampus."

"Jangan pernah lo bawa motor kayak mau nyetor nyawa ke malaikat maut kalau lagi nebengin gue ya. Gue bakar tuh motor," ancam Kaelyn. Terkadang Ardian memang suka iseng melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata sehingga Kaelyn ketakutan dan teriak-teriak meminta Ardian memelankan laju motornya.

"Gue minta ganti ntar ke om Cakra," jawab Ardian ringan. Kaelyn jadi kesal sendiri lalu memukul laki-laki itu dengan brutal.

"Aduh-aduh sakit, Kae."

"Bodo amat!"

***

Ardian menghentikan motornya di depan gerbang FKG. Laki-laki itu membantu Kaelyn turun dari motor lalu menerima helm dari Kaelyn.

"Pulang jam berapa lo? Mau bareng lagi?" tanya Ardian.

"Gue hari ini ada raroker, Yan. Nggak tahu pulangnya jam berapa. Lo duluan aja. Ntar gue pesan ojol," tolak Kaelyn. Ia tidak akan tega menyuruh Ardian menunggunya yang tidak jelas akan selesai jam berapa rakorker nanti.

"Ya udah. Kalau mau dijemput, chat gue aja."

Hati Kaelyn mendadak menghangat mendapat perhatian dari sahabatnya, walaupun sekedar jemputan saja. Meskipun tadi ia sedikit berharap Ardian akan memaksa untuk menunggunya sampai ia selesai. Ah itu tidak mungkin. Jangan halu, Kae!

Setelah motor Ardian berlalu, Kaelyn bergegas masuk ke gedung fakultasnya. Hari ini ia ada kuliah pengantar di kelas A.3 yang berada di lantai empat. Kaelyn harus menyiapkan tenaga lebih untuk menaiki tangga karena lift yang biasanya digunakan rusak sejak minggu lalu dan belum terlihat tanda-tanda akan diperbaiki.

Sayangnya, ketika Kaelyn sedang mencari ponsel yang ntah terselip dimana di dalam tasnya sambil berjalan, Kaelyn tidak sengaja menabrak seseorang. Kaelyn buru-buru meminta maaf pada orang yang ia tabrak.

"Ma ... maaf." Suara Kaelyn melirih begitu melihat siapa yang ia tabrak. Wajahnya terlihat begitu asing dan tidak pernah Kaelyn lihat selama lebih dari dua tahun berkuliah di FKG.

AmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang