26. From the past

2K 378 112
                                    

"Terkadang hidup itu seperti bayangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang hidup itu seperti bayangan. Kalau kamu kejar, dia akan lari. Tetapi saat kamu berjalan membelakanginya, mau tidak mau dia akan mengikutimu."

˙˙˙

LISA POV

Bosen banget, tapi nggak boleh ngeluh. Bentar lagi juga masa jabatan gue kelar, habis ini langsung bisa fokus sama sekolah.

Hari ini Jumat, harusnya libur tapi pagi-pagi banget gue udah dateng ke sekolah sendirian. Ngapain? Mau pembagian tiket, lagi dan lagi gue yang urus masalah itu.

Apa ya gaes, gue rada nggak percaya aja ada yang bisa urusin tiket yang segitu banyaknya sampe ratusan selain gue.

Bukannya mandang enteng, cuman gue udah pernah coba lepas tangan pas bazar sebelumnya. Dan saat itu bener-bener kacau banget, dan gue sebagai Sekretaris umum yang kena omel sama Pak Suho.

Makanya kali ini walaupun gue SIBUK BANGET sama tugas di kelas, gue usahain buat ambil alih masalah tiket untuk yang terakhir kalinya.

Lima menit gue berdiam sendiri di dalem kelas, satu persatu anak magang sama pengurus yang lain dateng. Gue nggak begitu hapal nama-nama mereka yang magang, cuman kenal muka aja.

"Kak Lala mau dibantu nggak?"

Yeji datang menghampiri gue di meja guru yang lagi misah-misahin tiket. Kemaren gue sama Yuna yang fotocopy semua ini, cuman hari ini dia ada kelas daring, makanya nggak bisa bantu.

"Boleh, bantu pisah delapan tiket terus hekter. Sekalian tulis nomornya."

Kebetulan gue ada bawa dua hekter dan banyak pulpen. Nggak sengaja sih, cuman emang nemu aja tadi di tas. Sekarang jadi berguna, haha.

Selain Yeji, ada beberapa anak magang yang rupanya berhati baik ikut membantu kita. Sekitar 300 tiket yang harus di eksekusi sebelum dibagiin.

Tiba-tiba salah satu anak magang nanya ke Yeji. Setau gue mereka temenan, sama-sama kelas 11.

"Yeji, si Jeno mana?" Tanya Anak cewek tersebut. "Tumben nggak bareng."

Yeji ngedik cuek, fokus stempel tiket. "Mana gue tau, emang gue emaknya?"

Buset, galak amat. Masih pagi juga.

"Kan lo sering bareng makanya gue tanya. Tumben sekarang enggak."

"Nggak tau lah, bodo amat."

Sambil nyimak tanpa suara, gue diem-diem berperang sama batin. Tuh kan, apa gue bilang. Mereka udah mulai renggang, kayaknya bener-bener bakal karam.

Halah, gue ini sok urusin orang, hubungan sama doi sendiri aja ga ada yang beres.

Beberapa saat kemudian, hp gue geter-geter menandakan ada notifikasi penting yang masuk. Gue pun membuka ponsel tersebut dan mencari tau apa hagaknya informasinya penting itu.

KETOS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang