Laut

879 135 3
                                    

Jisung sudah mengendara tak tau arah sendirian selama 3 jam. Matanya sembab, namun sudah tak menangis. Playlist yang ia mainkan malam itu hanya 1 lagu. dialog senja - lara.

Ponselnya sengaja ia matikan agar tak ada yang menghubunginya. Kesendirian ini yang ia cari. Ia membuka kaca mobilnya, merasakan semilir angin malam menerpa wajahnya. Ia mengeluarkan sedikit tanganya untuk merasakan angin malam itu.

Mobilnya terus melaju tanpa henti. Melewati jalan-jalan baru yang ia sendiri tak tau arahnya. Namun setelah melihat palang arah, ia tengah mengemudi ke daerah busan.

"Busan ya" monolognya

Musiknya terus menerus berbunyi, telinganya pun tak bosan mendengarkan. Langit yang awalnya hitam berubah menjadi biru tua, matahari siap memunculkan dirinya dilangit beberapa puluh menit lagi.

"Udah pagi aja" monolognya

Ia berhenti tepat di pantai. Pantai sepi yang ia sendiri tak tau namanya. Ia keluar dari mobilnya. Berjalan terus menerus hingga air pantai membasahi lututnya.

Sekuat tenaganya ia berteriak. Tak peduli urat lehernya terlihat dan akan putus. Ia tengah mengeluarkan seluruh kekesalannya pada dunia. Sekali lagi ia berteriak keras.

"GUE MAU HIDUP TENANG!!"

Itu teriakan terakhirnya sebelum akhirnya ia lemas dan terduduk didalam air. Air pantai berada di lehernya, ia kembali menangis dalam sendirinya.

Dingin air laut pagi itu tak membuat jisung keluar dari airnya. Ia tetap duduk disana, membiarkan ombak menampar wajahnya berkali-kali.

"Tampar aja! Gapapa! Gue goblok gini. Ayo tampar!!!"

Seakan mengabulkan permintaannya, ombak besar datang menghampirinya. Menenggelamkannya masuk kedalam air laut. Ia terseret ombak, lagi-lagi ia tak bergerak seakan pasrah jika laut menginginkannya.

"HAN JISUNG!!!! HANJISUNG ANJING LO!! HANJISUNG!!"

Jisung merasa baju belakangnya ditarik kedaratan, berkali-kali ia terbatuk karna air laut masuk melalui hidungnya. Terasa sangat amat perih dan panas.

"Lo anjing! Bajingan lo!" Maki felix

Jisung yang terkapar di pasir menatap felix yang menangis dengan wajahnya yang memerah. Felix langsung memeluknya dan menangis keras disana.

"Gue gapapa" ucap jisung

"Kepala lo tujuh lo gapapa! Lo mau ngapain tadi hah?! Lo gila?!" Ucapnya marah

Jisung hanya terkekeh geli, felix benar-benar tak melepaskan pelukannya. Lelaki itu masih menangis keras.

"Jangan ji, jangan. Gue mohon jangan" ucapnya

Jisung yang awalnya tertawa kecil kini ikut menangis, ia merasa telah melakukan hal bodoh tadi. Ia menyesal pasrah didalam air tadi.

"Maaf lix"

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Jisung merapatkan selimut yang diberikan felix. Mereka tengah duduk di pasir pantai sambil menghidupkan api untuk menghangatkan diri. Felix masih sesengukan, membuat jisung merasa lebih bersalah.

"Lix, maafin gue"

"Gausah minta maaf ji, lo ga salah apapun. Gue cuma takut, lo ngelakuin hal bodoh lagi" ucap felix

"Makasih ya, udah narik gue" ucap jisung

Felix mengangguk, merapatkan dirinya dengan api agar lebih hangat.

"Lo kenapa? Masih ga mau cerita?" Tanya felix

"Gue lagi ga baik-baik aja lix. 3 hari berturut-turut gue ditampar realita. Gue capek" ucap jisung

"Terus?"

"Kemarin waktu pulang, gue seneng karna papa ga main tangan ke gue. Tapi tetep aja, rumah gue ga sehangat ekspetasi gue"

"Suara 2 tahun lalu, balik lagi saat gue ke kuil. Gue duduk di bangku belakang papa, dan teriakan papa malem itu mulai menuhin kepala gue lagi. Gue takut, seandainya gue setrauma itu sama papa. Gimana nanti? Apa gue sama papa ga bakalan akur seumur hidup?"

"Lo ga mau ke psikiater lagi?" Tanya felix

"Gue mau berhenti lix, psikiater udah ga ada gunanya lagi. Kalo bukan dari diri gue dan papa yang mau berdamai, semuanya bakal tetep kaya gini. Runyam"

Felix mengangguk setuju. Ia mengelus punggung jisung lembut lalu mengusak rambutnya.

"Lo hebat kok. Nanti, ada saatnya papa lo mau berdamai sama masa lalunya. Semua butuh proses" ucap felix

"Bener lix"

Jisung tersenyum saat menatap langit. Matahari sudah mulai mengintip dari sela-sela bukit. Langit sudah mulai cerah, burung-burung pun mulai berkicauan. Waktu benar-benar cepat berlalu.

"Udah pagi" ucap jisung

"Bener, mau sarapan dulu?" Tanya felix

"Sarapan dimana?" Tanya jisung

"Sekitar 25 menit dari sini ada yang jual bubur abalone. Enak. Gue pernah kesitu sama kak abin" ucap felix

"Bentar, lo kok tau gue kesini?" Tanya jisung

"Telat banget lo nanyanya. Gue ngikutin lo. Gue takut lo tersesat atau gimana nanti jadi gue ikutin. Gue awalnya ketinggalan, pas lo masuk ke kawasan pantai ini. Pas gue nemuin mobil lo, gue lari ke pantainya dan gue liat lo pasrah masuk kedalem air. Gue pengen pukul lo waktu itu juga, tapi nyelamatin lo yang utama" jelas felix

"Oiya, TMI sih. Ini pantai dimana gue sama kak abin jadian"

"Ah udah! Gausah ceritain kisah uwu uwu an lo. Geli gue" ucap jisung

"Dih! Gue juga gamau ceritain ke jomblo kaya lo!"

"Bodo amat! Udah buruan ayo beli sarapan" ucap jisung

"Btw baju lo semuanya basah, celana gue juga. Beli baju dulu lah"

Jisung mengiyakan, mereka mengendara mencari toko baju lalu pergi untuk sarapan.

⚘⚘⚘⚘⚘

Lino terbangun, berjalan menuju dapur untuk membasahi kerongkongannya yang kering. Ia menatap wajahnya dari pantulan kulkas. Sembab. Dan juga berantakan.

"Pagi kak"

Lino menoleh kearah lia yang baru saja bangun. Gadis itu mengikat rambutnya lalu mengambil beberapa bahan masakan dari dalam kulkasnya.

"Pagi ini makan bubur ya kak" ucap lia

"Ga usah bikinin" ucap lino

"Loh kenapa? Kakak mau order aja? Tempat biasa kita beli ya kak" ucap lia

"Nggak, aku mau sarapan sama hannie. Kamu sarapan aja sendiri" ucap lino

Lia mengangguk, kembali memasukkan bahan masakan kedalam kulkasnya.

"Tapi sarapan bubur ya kak. Jangan pake kimchi atau penyedap lain. Bubur plain ya" ucap lia

Lino berdeham lalu masuk ke kamarnya. Lia hanya diam menatap lino. Ia duduk di kursi meja makan, lalu menghela nafas. Sesekali. Biarkan sesekali lino bersama jisung pikirnya.




TBC

Destiny [MINSUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang