Yah no no no

5.1K 510 14
                                    

“Pak, ini istri anda menelpon lagi” mingyu melihat layar ponselnya yang menyala terang lalu meredup dan kembali menyala karena rentetan pesan masuk dari orang yang sama, istri bosnya.

Jeongguk melirik mingyu sekilas lalu kembali membereskan berkas yang telah selesai ia periksa, menyusunnya menumpuk rapi. “Apa tidak sebaiknya bapak angkat telpon dari istri bapak?” ucap mingyu hati-hati.

“Bisa kamu berikan ini pada head accounting? Dan sampaikan pesan saya tadi” jeongguk menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya yang empuk, ia mencoba merilekskan otot-ototnya yang tegang sejak tadi. Terasa begitu pegal dan nyeri. Kepalanya juga tidak berhenti berdenyut menyebalkan, ia bahkan sudah mengumpat beberapa kali ketika pusing mendera semakin kuat. Jeongguk memijit pangkal hidungnya sambil memejamkan matanya, ia mengernyitkan dahi bingung tidak mendengarkan suara langkah mingyu menjauh. Membuka matanya dan menemukan mingyu masih berdiri didepannya dengan setumpuk dokumen ditangannya.

“Kenapa kamu masih disini?”

Mingyu tampak salah tingkah, terlihat ragu untuk menyampaikan isi kepalanya. “Apa instruksi saya kurang jelas?” sambung jeongguk penuh penekanan.

“Tidak pak”

“Yasudah cepat kerjakan”

“Hmm maaf pak sebelumnya, tapi jika bapak ada masalah, bapak boleh ce-“

“Apa kehidupan pribadi saya juga menjadi urusan mu?” jeongguk menatap tidak suka pada mingyu. Ia sadar bahwa mingyu bermaksud baik, tapi egonya tidak mengizinkan diri untuk membagi masalah dengan orang lain. Ia bisa menyelesaikannya sendiri. Mingyu pun semakin salah tingkah mendapat teguran dari bosnya itu. Ia membungkuk menyesal telah lancang memasuki rana pribadi jeongguk.

“Maaf pak, tidak akan saya ulangi. Saya permisi pak” mingyu hendak berbalik namun panggilan jeongguk membuatnya urung pergi dan kembali menatap bosnya. “Iya pak?”

“Apa kamu bisa menyelesaikan sisanya?” jeongguk tampak serius, ia meletakan sikunya bertumpu pada meja, menautkan jarinya dan meletakan didepan mulut sehingga mingyu tidak bisa melihat bibir itu bergerak.

“Saya bisa pak”

Jeongguk mengangguk dan menghela napas berat “Soal yang tadi, tetaplah diposisimu, jangan melewati garis” jeongguk mengambil ponselnya dan memasukan kedalam saku celana, ia bergerak melangkah mendekati mingyu, berdiri tepat didepan sekretarisnya itu.

“Tapi terima kasih sudah mau peduli” jeongguk menepuk pundak mingyu pelan, sebelum melangkah pergi ia berkata “Maaf merepotkanmu. Kau bisa libur dua hari setelah ini”





Taehyung tidak bisa tenang saat ini, sudah dua hari jeongguk sama sekali tidak ada kabar, lelaki itu tidak bisa dihubungi. Hanya melalui mingyu taehyung mengetahui kabar suaminya. Jeongguk tidak pernah seperti ini sebelumnya, sesibuk apapun lelaki itu akan selalu mengabarinya, menanyakan apa ia sudah makan, melontarkan candaan konyol atau sekedar mengirim pesan singkat yang manis. Ini total membuat taehyung overthinking. Ia bahkan tidak bisa tidur tadi malam. Ada rasa takut dan bersalah didalam hati taehyung.

Mondar-mandir memegang ponselnya berharap ada balasan dari suaminya tapi sia-sia. Ia sudah berusaha menghubungi jeongguk sejak tiga jam yang lalu tapi nomornya tetap tidak aktif. Air mata taehyung sudah mengalir menuruni pipinya, membuat jejak garis berliku tak rapi. Pikirannya begitu kalut dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk yang menghantui isi kepalanya, berdenyut sakit. Ia meremas rambutnya, matanya sudah bengkak dan memerah. Terduduk disofa ruang keluarga tanpa sadar bahwa ia lupa menutup pagar pengaman tangga dan bayi gendut itu kini berusaha naik.

Kaki gempal iyel melangkah menaiki anak tangga pertama, kedua tangannya meraba dinding. Ketika kakinya ingin menaiki tangga keempat, pijakannya tidak pas membuat ia terpeleset. Badannya jatuh kedepan membuat wajahnya menghantam anak tangga sebelum terguling kebawah. jeritan tangis terdengar begitu keras dari iyel. Taehyung menoleh dan mendapati anaknya sudah tergeletak dilantai dengan bibir yang berdarah.

Mas AdekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang