Wahyu turun dari metro begitu langit sudah gelap. Dia masih harus mencari metro lain agar benar-benar sampai ke rumah. Tapi jalanan ramai tidak berarti ada angkutan umum itu. Dan lagi langit sudah gelap, agak sulit mencarinya. Niatnya dia ingin istirahat dulu sembari menunggu metro yang menuju rumahnya datang.
Mungkin minum teh gelas sambil merokok.
Sebenarnya ada rasa kesal karena harus langsung pulang ke rumah. Dia ingin sekali tinggal di Pusat walau hanya semalam. Tapi Ibunya itu benar-benar galak sekali, dia tidak mau imagenya buruk. Dan lagipula, si Virgi itu masih akan tetap di sekitarnya sampai dia benar-benar pulang. Kehadiran laki-laki itu sangat membuat dia kesal. Hasilnya dia yang mengalah. Pulang dengan wajah marah.
Kalau saja mereka tidak ada di rumah sakit tadi, dia pasti menghajar Virgi. Menyadarkan orang itu sampai kembali seperti dulu.
Sebuah warung kecil Wahyu datangi. Kecil serta ramai oleh barang-barang dagangan. Saat mendekat, dia harus menunduk menghindari barang yang di gantung. "Beli!" seru Wahyu.
"Iya!" Seorang Pria tua bangun dari bawah sana. Dia memakai baju coklat, rambutnya hampir berwarna putih seluruhnya. "Beli apa, tong?"
Wahyu membuka kulkas di sampingnya, mengambil teh gelas dingin dari sana, meletakannya di atas toples berisi permen kopi, merogoh saku celananya. "Rokok m*lb*r* satu,"
"Satu bungkus?"
"Satu batang aja," kata Wahyu.
Pria tua itu memberikan rokok, sekaligus menerima uang dari Wahyu. Sesudah menerima uang lebih, dia bersiap-siap pergi. Rokoknya sudah bertengger di bibirnya, tinggal mencari korek untuk membakar ujung lintingan di bibirnya itu. Dia mengambil minuman dinginnya, membalikan badan. Sibuk mengambil korek di saku celana.
Sampai dia menabrak seseorang. Lintingan itu jatuh ke tanah. Di tambah sebuah kaki menginjak rokoknya di bawah. Dia masih menunduk, menyeringai. Siapa pula orang yang mengangu acara nyebatnya itu?
Wahyu melihatnya, menyisir rambutnya ke belakang. "Oh? Lo?"
"Jagra? Sorry, nggak sengaja," katanya.
"Fio, kan?" tanya Wahyu. Dia ingat sekali wajah itu. Memang harusnya dia selalu ingat. Apa dia harus murka pada orang ini karena sudah mengangu acara nyebatnya?
Fio yang mengunakan hoodie hitam itu menganguk, menyatukan tanganya. "Sumpah nggak sengaja. Gue ganti!,"
Dia pergi melewatinya, bicara pada Pria tua di sana. Wahyu melubangi minuman dinginnya. Menghilangkan rasa hausnya. Saat Fio kembali, dia terkejut ketika laki-laki itu menyodorkan dua pack rokok yang sama padanya. "Ini gue ganti,"
"Njir! Banyak banget," kata Wahyu.
Fio mengeleng. "Nggak papa! Santai, Bro! Gue yang salah tadi,"
"Ok, gue terima. Thanks, ya!"
"Darimana lo?" tanya Fio.
"Gue----" Dia berpikir keras. Tidak mungkin dia mengatakan dari Pusat untuk menemui Akmal yang terkena bacok oleh orang asing. Wahyu yakin, Fio masih mencurigainya. "Dari rumah nenek, gue!"
"Oh! Nggak nyangka ketemu lo selain di tempat balap."
Wahyu hanya menarik senyuman kecil. "Ya, gitu deh! Lo sendiri, ngapain di sini?"
"Ya, gue habis pesta sama temen-temen gue. Trus ada sedikit kejadian cukup seru trus jadi kebablasan. Harusnya gue pulang kemarin. Tapi jadi ketunda," katanya. Dia tertawa, mengusap telungkuknya. "Diomelin nyokap gue ini, mah"
Begitu cangung Wahyu berhadapan dengan Fio. Rasanya seperti sedang berhadapan dengan polisi yang menangkapnya saat tawuran. Dia ingin bersikap santai, tapi sekeras apapun dia mencoba dia pasti akan menuju terbongkarnya identitas yang selama ini dia sembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...