-¦- -¦- -¦- 40 -¦- -¦- -¦-

42 4 0
                                    

Percakapan itu terputus, Fifi terdiam sejenak, tentu saja mencerna pertanyaan aneh itu. Mungkin bagi siapapun itu pertanyaan mudah di mengerti tapi mungkin sulit di jawab. Tapi baginya, mulai dari pertanyaan saja sudah tidak dia mengerti apa lagi menjawabnya. Dewa masih menunggu, berharap jawabannya sesuai yang dia inginkan.

"Suka? Suka gimana maksud lo?" tanyanya dengan wajah bingungnya itu.

"Suka! Lo suka sama Wahyu! Suka yang nanti lo jadi pacar dia!" perjelasnya.

Matanya kontan membulat, menolak mentah-mentah. "HAH! ENGGAK LAH!"

Diam-diam Dewa bernapas lega. Senang mendengar itu, dia melanjutkan memasukan kunci motornya. Menyalakannya. "Kirain,"

"Apaan sih pertanyaan lo aneh banget," protesnya. "Nggak lah,"

Dewa berpikir sejenak. Kembali bertanya. "Tapi lo suka ama anak tawuran?"

Fifi menganguk tanpa berpikir. "Iya!"

Dewa mengeluh, bagaimana ini? Apa itu juga termasuk rasa suka? Apa berbahaya bagi dirinya untuk mendapatkan gadis ini? "Lo suka juga sama anak balap?"

"Iya!"

"Lo suka sama gue?" tanya Dewa.

Fifi tertawa bahagia sekali, tapi berubah tidak lama. Ketus sekali. "Gila lo, ya! Nggak lah,"

"Ya terserah lo," katanya. Dia tentu saja dongkol. Tapi protes pada gadis itu juga percuma. Dia itu aneh. "Tapi gue nggak bakalan bosen ingetin lo. Jangan pernah lo deket-deket sama si Wahyu lagi. Apa lagi sampai suka sama tuh orang,"

Ketika itu Fifi diam, wajahnya datar. Tapi matanya berkeliaran kemana-mana. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya itu.

"Lo suka sama Wahyu?" tanya Dewa lagi. Lebih lembut.

Fifi menaikan bahunya. "Gue nggak tahu,"

Lihat! Lihat gadis ini? Suka sekali membuat hatinya kembang kempis. Baru saja hatinya itu tenang sekarang di buat meledak. Sikap tidak konsistennya itu benar-benar memainkan emosinya. "Maksud lo tuh apa?"

"Ya gue nggak tahu. Lagian gue belum pernah suka sama orang. Jadi gue nggak tahu suka sama Wahyu atau nggak. Atau suka sama lo atau nggak,"

Alis Dewa menyatu, tidak paham dengan itu. Tapi dia sudahi, tidak mau melanjutkan percakapan ini. Intinya, gadis itu tidak ada rasa suka dengan laki-laki mantan tawuran itu. Baginya itu sudah cukup. "Tahu ah! Nggak jelas lo,"

"Ya, gue nggak tahu! Gue harus apa!"

Dewa memakai helmnya. Mengeber motornya. "Udah cepet naik,"

Fifi berdecak sebal. Dia naik ke atas sana tidak santai. Melipat tanganya di dada. Membiarkan Dewa ini membawanya kembali pulang.

-¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦-

Wahyu sudah di pindahkan di ruangan lain. Bersama Iqbal yang tidak sadarkan diri. Berbeda dengannya Iqbal di infus di tangan. Katanya dia dehidrasi, asam lambungnya juga naik dan kepalanya itu juga retak sedikit. Tapi tidak mempengaruhi apapun. Sedangkan dirinya hanya di perban di beberapa bagian, tidak ada luka serius. Hanya luka pukulan biasa. Besok juga dia bisa kembali pulang ke rumah.

Dia melirik ke sampingnya, terlihat sepupunya itu terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang, Iqbal masih belum membuka matanya sejak tadi. Dokter sudah pergi setelah meletakannya di sebelah itu. Membuat dirinya di landa perasaan cemas dan bersalah. Bagaimana dia bisa menjelaskan pada Mpok Lastri dan Pak Dodo?

Tapi kondisinya juga parahkan? Mereka pasti akan mengerti! Tapi apa yang harus dia katakan soal ini? Bilang yang sejujurnya bukan hal bagus. Pasti akan merembet ke masalah lain. Pertama, soal dia yang sering datang ke arena balap. Kedua, soal dia yang sudah pernah mencoba balapan motor. Dan yang ketiga, soal tawuran itu. Membeberkan kebenarannya sama saja menggali kuburannya sendiri. Salah-salah dia bisa si silat oleh Babenya itu. Babenya itu dulu jawara kampung. Boro-boro melawan yang ada nyawanya hilang.

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang