Kamar Wahyu di ketuk dari luar. Di dalam si pemilik sudah bangun, sedang memasang seragamnya itu."Yu! Udah selesai belom lo!" seru Lani di luar.
"Iye, Enyak! Udah! Ini lagi pake baju," jawabnya sembari meresleting tas kopongnya itu. Isinya hanya beberapa buku tulis. Entah kemana buku cetaknya.
"Yu! Ada Mpok Lastri noh di depan. Nyariin lo,"
Wahyu melirik, bingung sendiri. Untuk apa pagi-pagi begini Ibu sepupunya itu mencari dirinya? Ada perlu apa? "Ngapain, Enyak?"
"Kaga tahu, udah buru keluar. Lama banget lu,"
Tidak lama Wahyu keluar. Seragamnya tidak di kancing seluruhnya, dia juga pakai kaos di dalam. Tidak ada dasi, tidak ada tali pinggang. Langsung keluar menyambut orang tua di depan sana itu. "Iya, Mpok! Kenapa?"
"Eh, Yu! Mau berangkat lu?" tanya Lastri. Perempuan berumur hampir empat puluh tahun, tapi masih cantik hanya dengan daternya itu. Tapi masih kalah cantik dengan Ibunya. Lani itu nomor satu.
Wahyu menganguk, mengendong tas di pundak dirinya. Langsung duduk di atas dipan, memakai sepatu. "Iya, Mpok! Kenapa?"
"Itu, Semalem si Iqbal pergi tahu kemane. Tapi belum balik ke rumah ampe sekarang. Lu tahu dia kemane?"
Wahyu bisu. Jadi Iqbal belum pulang ke rumah. Ya, kalau di tanya dia tahu sekali kemana orang itu pergi. Dia pasti ke tempat balap, kan? Apa terjadi sesuatu?
'Ah! Palingan dia nginep sama si Jarot kali,'
"Ya, semalem sih nggak ketemu. Aye di rumah aja. Tanya aja, Enyak tuh." kata Wahyu meyakinan.
Di belakang Lani mendekat, merasa di sangkut pautkan dia ikut masuk. "Kenape?"
"Itu, Mpok! Si Iqbal belom pulang ke rumah dari semalem. Tumbenan banget tuh bocah. Biasanye pamit ke Aye, ini boro-boro. Hp-nya juga nggak aktif,"
"Nginep kali, Mpok di rumah temennye," ucap Lani. Wahyu diam-diam menghela napas. Bagus Ibunya itu punya pemikiran yang sama sepertinya.
Lastri menganguk, hati seorang Ibu memang terkadang mengartikan sesuatu. Perasaannya memang tidak enak. Tapi jika Wahyu tidak tahu, dia juga tidak tahu harus kemana untuk bertanya lagi soal anaknya itu. "Iya, mungkin ya, Mpok! Tapi, Yu! Nanti kalau ada kabar si Iqbal kasih tahu ke Mpok, ya!"
Wahyu menganguk. "Pasti, Mpok!" jawabnya. "Yaudah, Aye berangkat dulu, ye!"
Dia menyalami Lani, begitu juga Lastri. Setelah itu pergi dengan perasaan tidak enak. Masih pagi sudah mencatat amal buruk dengan berbohong di depan dua Ibu. Sekarang dia fokuskan dulu. Kemana sebenarnya Iqbal?
Apa yang terjadi semalam di tempat balap?
-¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦-
Di belakang sekolah, Wahyu menyesap rokoknya sembari sibuk bermain ponsel. Baru sekitar jam setengah tujuh pagi, tapi dia sudah stand by di sana. Merokok lagi.
Niatnya dia ingin bicara dengan Fifi. Soal kemarin, soal ajakan kencannya itu. Sumpah, dia serius. Dari semalam dia memikirkan soal itu. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa. Tapi dia tidak akan mengelak jika alasannya adalah dia suka dengan gadis itu.
Alasannya? Dia tidak tahu.
Di pikir-pikir, tidak ada alasan bagus untuk menyukai gadis itu. Yang di ingat di kepalanya adalah keburukan gadis itu. Terutama sifat pikunnya itu. Melupakan dirinya adalah hal terburuk. Tapi, entah kenapa itu menarik perhatiannya. Termasuk tugas kelompok itu dan permintaan anehnya yang secara tidak langsung memuji dirinya laki-laki keren. Ya, sepertinya hanya itu alasannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/249724783-288-k508222.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Fiksi Remaja-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...