-¦- -¦- -¦- 2 -¦- -¦- -¦-

63 6 0
                                    

Salah satu gadis dengan seragamnya berjalan santai ke arah gerbang sekolah. Membuka gerbang itu tanpa ragu. Itu bukan gerbang utama, hanya gerbang belakang untuk satu orang. Dia tidak terlambat, langit masih terlalu pagi, udaranya bahkan belum hangat. Hanya saja dia datang lewat belakang sekolah. Lagi pula tidak ada yang melarang hal itu.

Fifiana namanya. Siswi yang sekolah di sekolah negeri dengan nilainya yang memuaskan. Dia tidak secantik gadis lainnya, rambutnya di kuncir kuda, setidaknya itu standar dirinya rapih saat di sekolah. Seragam tanpa kusut, dasi, tali pinggang dan tentu saja tas gendong hitam penuh buku. Yang dia lakukan selanjutnya hanya pergi ke kelas. Menunggu sampai jam tujuh, lalu upacara di tengah lapangan.

Itu rencananya sebelum dia mendengar sebuah suara.

"Gue suka sama lo, Dewa!"

Telinganya membesar, dia yakin sekali mendengar sebuah suara. Makanya dia menoleh. Berjalan mendekat ke satu tempat. Sebenarnya dia hanya berjalan seperti biasanya. Setelah tembok dari laboraturiun ini dia lewati, dia bisa langsung pergi ke kelasnya. Tapi sepertinya itu tidak bisa.

"Gue suka banget sama lo! Gue bela-belain beraniin diri buat nyatain perasaan gue ke lo hari ini,"

Fifi mengintip, di balik tembok putih itu. Dia melihat dua orang sedang berdiri di sana. Mereka seorang perempuan dan laki-laki. Si gadis berdiri menghadap ke arahnya, sedangkan si laki-laki. Membelakangi dirinya. Jadi, dia belum tahu siapa laki-laki beruntung pagi itu. Matahari belum muncul sepenuhnya, dia sudah dapat pengakuan cinta.

"Gimana ya?" katanya. Mengusap telungkuk. "Kayanya gue nggak---"

"Jangan tolak gue!" potong si gadis. "Jangan tolak gue, Dewa!"

Fifi terkejut sebentar. Menahan diri untuk bersuara. Dewa? Si Dewa itu? Benaran? Wah! Anjir!'

Dewa menghela nafas. Masih berusaha terlihat keren. "Waduh gimana ya? Laki-laki tampan ini kayanya nggak bisa menerima perasaan lo itu."

Lagi-lagi Fifi menutup mulutnya. Dia ingin sekali tertawa mendengar itu. Masih mengintip.

"Kalau lo nolak gue. Gue bakalan sebar aib lo itu!" ancam si gadis.

Dewa terkejut dan Fifi tertarik. Aib apa yang gadis itu maksud?

"Aib apa?" tanyanya. Panik sendiri.

Gadis itu memasang wajah kesal. "Gue pernah liat lo ngupil di kantin. Trus lo nggak cuci tangan!"

Dewa membeku, matanya langsung putih. Dia tidak bisa berkutik. Sementara itu, Fifi di belakang sana sudah tidak bisa menahan tawanya. Dia ingin meledak, tapi dengan cepat dia mencubit pahanya. Menyadarkan diri sendiri.

"S-s-siapa yang ngupil! Jangan suka nyebar hoax, ya!" elaknya. Dia gugup.

Gadis itu mengepal tanganya, kesal sendiri. "Terima atau nggak?"

"Nggak! Lagian lo nggak punya bukti!" katanya yakin. Bahkan sempat-sempatnya melipat tanganya di dada. Berdiri dengan tegak.

"Anjir! Hahahaha!" gumam Fifi. Dia bergerak mundur. Namun saat itu, kakinya malah tidak sengaja menginjak sebuah pecahan kramik. Yang membuat sedikit suara. Dia panik, semoga saja Dewa ataupun gadis itu tidak mendengarnya.

Dewa menoleh ke belakangnya, alisnya berkerut. Dia curiga. "Jadi, lo mau terima gue atau nggak?" tanya gadis itu lagi.

Dewa mengeleng. "Nggak! Gue nggak bisa terima. Tapi makasih soal itu."

"Tapi---"

"Udah! Ok!" tekannya.

Gadis itu menghentakan kakinya sebal. Lalu pergi berlari menjauh dari Dewa. Laki-laki itu menghela nafas, merasa penderitaannya sudah menghilang. Tapi saat itu, wajahnya berubah marah. Dia membalikan badannya. Berjalan ke depan sana.

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang