-¦- -¦- -¦- 45 -¦- -¦- -¦-

34 3 0
                                    

Sebuah pos satpam tidak terpakai tengah malam itu ramai oleh beberapa anak remaja. Mereka duduk menunggu, mengawasi sekitar. Langit gelap sekali, jalanan sepi dan mereka ada di wilayah jalanan kosong yang siang hari menjadi jalanan ramai. Jam bahkan sudah lewat dari tengah malam. Menuju pagi tapi para remaja ini masih tidak menujukan gejala mengantuk. Faktanya, Akmal, Pendy dan Rizal ada di sana. Bersama ketujuh orang lainnya yang sama-sama berdiri menunggu. Gelagat mereka mencurigakan.

"Yang lain gimana?" tanya Rizal. "Udah pada lo kabarin, kan?"

Semua bergantian menganguk. "Udah! Tunggu aja," jawab laki-laki di samping Rizal.

Pendy mendekat, bertanya dengan nada kecil. "Lo serius sekarang beneran mau ribut? Di tempat ini?"

"Fio bilang sendiri kemarin. Dia juga mau dateng ke sini nanti." jelasnya. "Dan si Wahyu juga bentar lagi nyampe,"

"Emang udah tahu si Iksan bawa berapa orang?" tanya cowok di depan Rizal.

"Gue nggak tahu pasti. Tapi gue rasa dia nggak bakalan bawa banyak orang buat masalah ini. Masalah barang yang ketahuan polisi itu emang masalah antar sekolah. Tapi ini ada masalah pribadi si Iksan sama si Wahyu juga. Dan, dia juga punya orang-orang yang lumayan,"

"Kalau bener si Abim, Gema sama Faisal dateng. Gue takut kita nggak bisa imbangin," saut Akmal.

"Lo mau gue kabarin yang lain?" tawar yang lain.

Rizal menolak. "Jangan! Dua puluh orang juga udah cukup. Kalau banyak-banyak nanti ketahuan polisi," katanya. "Soal si Abim, Gema sama Faisal nggak usah khawatir. Mereka bagian terakhir, kalau bisa nanti kita serang bareng-bareng,"

Yang lain menganguk setuju. Memang Rizal selalu jadi orang yang mengatur strategi ketika mereka akan tawuran. Semua arahannya memang tidak selalu berhasil, tapi cukup cerdas untuk menghindari banyak korban dan memancing radar polisi untuk menemukan mereka. Yang sedang ada saat ini adalah anak-anak yang memang sering terlihat di tempat tongkrongan. Jadi, tidak terlihat begitu ramai. Dan memang tujuan awal Rizal tidak ingin mengajak banyak orang untuk tawuran malam ini.

Sebenarnya ada perasaan curiga di hati mereka semua. Habisnya baru kali ini mereka akan melakukan tawuran yang tidak tahu kapan di mulai. Semua kebenarannya masih remang-remang. Takut di tipu oleh laki-laki Barat yang sudah berani membacok salah satu teman tapi juga takut jika memang benar. Wahyu akan bertarung sendirian. Itu bukan mereka sekali. Solidaritas nomor satu. Mereka percaya, makanya mereka ada di sini.

Masalah di tipu atau apapun itu mungkin akan mereka urus nanti. Lebih baik menunggu kedatangan Wahyu.

"Barang udah di siapin?" tanya salah satu laki-laki.

Yang lain menyaut. Menunjuk dengan dagu ke arah pos satpam. "Udah, ada di dalem, tuh,"

"Eh, iya, si Virgi ikut nggak, tuh?" kata laki-laki berbaju hitam di samping Akmal. "Diakan dia kemarin terakhir ribut sama si Iksan habis tuh babak belur. Nggak di ajak juga dia? Siapa tahu mau bales balik,"

Laki-laki di samping Pendy menyaut. "Tahu dah! Pen, gimana? Si Virgi? Biasanya lo yang sering kabarin tuh orang,"

Pendy melirik Akmal dan Rizal. Mereka bertiga tahu orang itu sudah jadi pengkhianat, mengajaknya adalah salah satu hal bodoh. Siapa tahu nanti di tengah-tengah keributan Virgi berbalik menyerang teman sendiri. Membantu si Iksan itu. Mengkhianat saja sudah buruk, jangan menambah keburukan lagi. Bisa-bisa emosi yang mereka pendam jadi meledak. "Nggak tahu, nggak aktif hp-nya,"

"Oh!"

"Kalau dia tahu, dia pasti langsung ke sini." tambah Pendy. "Lagian kita nggak butuh banyak orang."

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang