Pintu kamar mandi terbuka, keluarlah Wahyu yang hanya bertelanjang dada. Rambutnya basah setelah keramas, masih ada bulir air mandi di beberapa bagian tubuhnya. Badannya tidak sebagus yang di bayangkan, memang ada terlihat sedikit otot perut di tubuhnya. Tapi yang membuat laki-laki itu menarik adalah kulitnya yang eksotis. Seperti buah anggur atau manggis.
Dari luar memang terlihat hitam. Tapi percayalah, rasanya manis.
Dia mengusap rambutnya dengan handuk, mengeringkannya dengan cepat sembari berjalan menuju ruang depan. Di sana, Ibunya sedang duduk fokus melihat televisi. Melakukan rutinitas hariannya saat malam tiba.
Sebagai anak, dia tidak peduli. Tapi entah kenapa dia jadi ingin sekali berkomentar.
"Enyak! Sinetron mulu laper nih!" katanya.
Lani melirik sebentar, kembali pada layar tv jadul itu. "Makan sono! Noh ada telor di dapur."
"Elah! Telor mulu. Kentut bau!" protesnya. Dia kini berdiri di sebelah Lani. Melihat televisi. Kembali mengeluh saat melihat layar sedang menampilkan adegan menangis. Sangat jijik dan anti dengan perdramaan lebay seperti itu. "Enyak! Dih!"
"Apaan sih lu, bawel amat!"
Wahyu berdecak. Kesal sendiri. Dia masuk ke dalam kamar, beberapa detik dia ada di sana. Lalu keluar sembari memakai baju kaos. Lalu menenggerkan handuknya di leher. Kembali memulai aksi protes. "Enyak? Babe kapan ke sini?"
"Hah? Tahu dah," jawabnya singkat.
"Nyasar kali, Babe!"
Lani mengeleng. "Kagalah! Udah sono lu makan!"
"Enyak! Pernah di tolong orang kaga?" tanya Wahyu.
"Pernahlah!"
"Trus inget kaga orangnya?" tanyanya lagi.
"Ya pastilah! Udah di tolongin masa nggak inget. Lo pikir, Enyak lo pikun?"
Wahyu memukul pahanya, menjentikan jari. "Iyakan! Harusnyakan begitu!" katanya sebal. "Kalo cuman sekilas doang bantuinnya, Enyak bakalan inget nggak?"
"Yah, iklan!" keluhnya. "Lu sih ngomong mulu,"
Wahyu mengerutkan dahinya, merasa jadi kambing hitam. "Lah? Iklan kok salahin, Wahyu! Aneh!"
Lani mengganti chanel televisi. Menetapkannya pada acara berita. "Lagian lu ngapain sih nanya begituan. Nggak jelas banget lu. Mendingan makan lu sono! Belajar gitu! Jadi cowok yang pinter, biar bisa dapet cewek."
"Ah elah, si Enyak! Bahas cewek mulu. Lulus sekolah aja belom," katanya. "Lagian kalau mau, udah lama kali Wahyu dapet cewek. Nggak ada yang srek aja,"
"Kalau nggak laku mah jujur aja, sih!" celetuk Lani.
Wahyu diam-diam mengepalkan tanganya, berniat menyerang Ibunya tapi dia tahan. Mengelus dada. "Iya dah! Enyak bener,"
"Tuh lu liat tuh! Anak jaman sekarang. Kerjaannya tawuran aja! Nggak mikirin keluarga di rumah. Nggak mikirin perasaan orang tua. Di lahirin bukannya bikin bangga malah bikin orang tua sengara." tunjuk Lani pada televisi. Wahyu tidak merespon, kembali mengeringkan rambutnya sembari duduk membelakangi Lani. Diam-diam menggerutu. "Eh? Yu! Itu bukannya sekolah lama lu, bukan?"
"Iya-iya!" jawab Wahyu lemas. Masih tidak peduli.
Lani menarik baju Wahyu, memaksanya melihat. "Iya itu! Lu liat tuh! Sekolah lu itu. Untung lu udah pindah. Pada tawuran itu,"
Wahyu tersadar, dia buru-buru melihat ke sana. Begitu terkejut saat melihat ada berita tentang sekolah lamanya. Kejadian tawuran besar yang terlihat beberapa siswa di tangkap kepolisian. Dia bisa lihat ada beberapa murid yang tidak asing di matanya. Dan beberapa anak murid dari sekolah lawannya. Dia bisa mengenali satu atau dua orang dari mereka yang muncul di televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Novela Juvenil-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...