Gerbang sekolah kembali ramai, sudah sepuluh menit bel sekolah berbunyi. Masih ada sisa-sisa pelajar yang akan pulang. Kebanyakan pelajar yang jalan kaki atau mengunakan metro untuk kembali ke rumah. Pelajar yang membawa kendaraan sendiri mungkin saat ini sudah ada di kamar mandi, sedang mengangkat piring atau bahkan sudah ada di atas kasur.Derita pelajar miskin memang menyedihkan. Tapi jalan kaki itu menyehatkan. Kecuali banyak sekali keluhannya.
"Fi! Besok joginglah!" kata Acha. Mereka sedang berniat keluar gerbang, sibuk minum es yang di beli di kantin.
Fifi menganguk. "Ayolah! Makan cilok juga kita,"
"Njiir! Beli sepuluh ribu yuk! Kemarin kan goceng," seru Acha semangat.
Fifi tersedak, dia tertawa. "Bangsat! Pagi-pagi udah sarapan cilok. Sepuluh ribu udah kek beli abangnya sekalian."
Acha ikut tertawa. "Iya juga, ya! Lagian kitakan joging, joging sambil makan cilok kayanya kita doang, deh!"
"Hahaha!"
Beberapa saat mereka masih tertawa, bercerita hal lain. Seperti menanyakan kapan Angel akan kembali dari kalimantan juga guru yang memarahi Acha karena lupa mengerjakan PR. Ya, percakapan antara dua siswi. Ada bau-bau gosip juga.
"Hah? Njir! Nggak mungkin, lah!" tolak Fifi mentah-mentah.
Acha mengeluh. "Yehhh! Nih orang di bilangin ngeyel! Kapan tahu itu gue lagi datang bulan, gue bocor! Gue malu banget trus si Mahesa dia tahu kondisi gue dia nawarin buat ambilin pembalut di UKS buat gue! Gila nggak tuh cowok?"
"Ya, nggak gila juga sih! Langka gila!"
"Iya juga!"
"Terus lo iyain?"
Acha ternohok. "Ya, nggaklah gila! Gue bocor aja udah malu. Masa di ambilin juga pembalutnya, sama cowok lagi. Mau di taro dimana muka gue?"
"Dia demen kali sama lo," tebaknya asal. Niatnya ingin meledek temannya itu.
Acha mengeleng. "Dia udah punya cewek, Fi!"
Fifi menoleh, kedua matanya membulat sempurna. "Njirr!"
Dua langkah ke depan mereka sudah melewati gerbang, jalanan sudah sepi. Pedagang yang biasanya ada juga sudah mulai pergi. Ada beberapa anak pelajar yang masih duduk antara menunggu jemputan atau mungkin pacaran seperti di ujung sana itu. Ketawa-ketiwi hanya karena berfoto bersama. Mereka berdua masih berjalan bersama, niatnya memang ingin pulang bareng. Rumah merekakan dekat. Tapi tetap saja, Fifi itu sedang ada masalah. Pulang dengan tenang itu bukan keberuntungannya minggu-minggu ini.
Klakson motor mengagetkan mereka. Fifi berhenti, mengelus dada. Sedangkan Acha mulai panik saat melihat siapa di sana. Preman sekolah yang paling dia takuti.
"Heh! Cewek jelek! Mau kemana lo!" sapa Dewa di samping bersama motornya.
Fifi memutar bola mata malas. "Ke kuburan!"
"Oh, pantes! Kelihatan sih,"
"Mau nguburin lo sekalian bacain yasin!" jawab Fifi lagi.
Dewa kini yang mengelus dada. "Astagfirullahalazim, sebaiknya istigfar. Ketika laki-laki ganteng dan kaya ini sudah tidak ada di dunia semua orang akan menangis darah karena merasa kehilangan,"
"Eh! Cha lo nggak bilang nih orang belom balik," tanya Fifi. Tidak memperdulikan siswa di sebelahnya itu.
Acha melirik pada Fifi. Lalu pada Dewa di belakang sana. Mata cowok itu menajam, menaik turunkan alisnya. Dia akui laki-laki itu memang tampan. Tapi tidak menutupi aura menakutkannya itu. "Hehe! Guekan nggak sekelas sama dia. Sebelahan doang,"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...