Pukulan telak di perut Wahyu terima dengan mentah-mentah. Dia tersungkur ke aspal. Meringkis sakit. Napasnya sedikit tersengal-sengal. Seragamnya sudah kotor karena debu serta tanah, lututnya juga sobek dan sepatunya sudah hilang di bagian kiri entah kapan benda itu terpisah dari kakinya. Rambutnya semakin acak-acakan dari biasanya. Dia tersenyum ke arah Iksan. Merasa serangan tadi itu bukan apa-apa untuknya.
Iksan di sana berdiri, menatap heran Wahyu yang semakin lama terlihat semakin menjengkelkan di matanya. Dia resah, tapi dia bergairah. "Elah! Susah banget sih ngebantai nih orang,"
Wahyu menyeka sudut bibirnya, menatap Iksan mantap, lantas menganguk yakin. "Cuman segini?"
Iksan menghela napas lagi, membalas tatapan musuh bebuyutannya itu dengan benci. "Gue belom selesai, Yu!"
"Yaudah cepet! AYO! GUE JABANIN LO PADA! LO PIKIR GUE TAKUT?" Bentaknya. "Mendingan cepet, sebelum anak-anak yang balapan dateng. Dan reputasi nih tempat jadi kek sampah,"
Sudah lewat satu jam, waktu yang di habisan mereka dari depan sekolah sampai tempat balap ini. Termasuk pukulan dan tangkisan Wahyu beberapa menit yang lalu. Matahari sudah hilang, langit gelap di atas sana. Jalanan yang biasanya ramai oleh pengunjung balapan kini sepi. Masih ada beberapa jam lagi untuk tempat ini kembali ramai. Memang tidak ada tempat yang paling cocok untuk menghabisi nyawanya di tempat ini. Dia saja tidak terpikirkan.
Abim di sana terpancing, menyakut masalah tempat ini. Dia paling tidak bisa menoleransi. "Jaga tuh mulut ya! Gue jahit baru tahu rasa lo,"
Iksan menahannya. Mendorongnya untuk kembali berdiri di jarak wajar. "Sabar, Bim! Dia urusan gue,"
Wahyu meludah, berdiri tegap. "Dimana Iqbal?"
"Ada!" jawab Iksan.
"Dimana, Anjing! Kalau sampai dia kenapa-kenapa. Gue beneran habisin lo di sini," tekannya.
Iksan tertawa getir. "Lo emang gitu, kan? Nunda-nunda mulu. Urusan sepupu lo, nggak perlu lo khawatirin,"
"Oh ya? Gue sih lebih khawatir sama lo! Gue udah liat masa depan lo yang pingsan,"
"Lo emang, Bangsat, Yu!" Iksan berseru kemudian kembali menyerang Wahyu. Di sana mereka kembali bertikai, pukulan mereka sama-sama tepat sasaran. Di pipi, perut, pelipis sampai kaki. Tinggal menunggu saja siapa yang tumbang lebih dulu. Abim di tempat aman berdiri sembari merokok, bahkan memotret pertarungan mereka sangking bosannya. Mungkin saja membagikan itu kepada anak-anak di Pusat sana. Habis senyuman liciknya itu muncul.
Abim memang ingin menghajar juga, tapi tunggu Iksan puas dulu. Laki-laki itu tidak akan memberikannya ruang sampai nafsunya itu terbayarkan. Suara pukulan di sana begitu kencang. Dia menoleh, menyeringai begitu melihat Wahyu kembali tersungkur ke aspal.
"Gue belum selesai, Yu!" ujar Iksan. Kondisinya kini tidak jauh dari Wahyu. Dia babak belur. Tapi masih cukup kuat untuk berdiri. Siap melayangkan pukulan di babak selanjutnya. Dia menyeka darah dari bibirnya, membetulkan rahangnya yang lumayan nyeri itu. "Bangun cepet,"
Ringkisan Wahyu tidak membuat Iksan iba. Di sana dia tiduran mengeluh sakit. "Uhuk! Bangsat lo, San!"
"Gue masih baik nggak bawa BR ke sini, Yu!" katanya.
"Lo masih belom berubah. Pukulan lo masih sama," lirih Wahyu. Dia bangun terpatah-patah. Menyeka keringat di pelipisnya. "Lo masih nggak mau terima kalau gue nggak ada niatan sama sekali buat jebak markas lo ke polisi?"
"NGGAK ADA! JELAS JELAS LO YANG EMBER KE POLISI, NGGAK USAH KAYA ANJING LO, YU!" Hardik Iksan.
Suara gesekan dengan aspal di sana menganggu mereka. Begitu juga Abim. Mereka menoleh ke asal suara. Bertapa terkejutnya Wahyu melihat Iqbal di seret paksa oleh Gema dan Faisal. Sepupunya itu babak belur seperti yang di katakan oleh Dewa. Dia masih sadar, tapi lemas tidak berdaya. Langsung di dorong jatuh tidak jauh dari tempat dia berdiri. Sepupunya itu amat berantakan. Rambutnya penuh debu, wajah penuh dengan keringat dan darahnya, pakaiannya apa lagi. Kaos yang dia pakai malam itu, kotor dan sedikit sobek di bagian kerah. Wajahnya terdapat luka lebam cukup mengerikan, bekas pukulan benda tumpul atau karena tangan salah satu di antara mereka ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...