-¦- -¦- -¦- 52 -¦- -¦- -¦-

39 3 0
                                    

Tangan Wahyu mengetuk pintu kayu di depannya ini. Sebentar dia melihat ke sekitar, langit sudah gelap. Dan di sekitar sepi sekali. Berharap saja tidak ada yang muncul di belakangnya. Menanggapi ketukan tadi, keluarlah anak dari sang pemilik rumah. Sepupunya sendiri.

"Ngapain lo?" sembur Iqbal begitu melihat wajah Wahyu yang ada di balik pintu. Dia menyender pada pintu, melipat tangan di dada. "Nggak ada receh,"

"Eh! Nih, orang! Ngajak ribut, ya?" balas Wahyu.

Iqbal menaikan kedua alisnya lama, memutar bola mata malas. "Selamat malam, Tuan! Ada perlu apa,"

"Nah! Gitu dong!" Wahyu menarik Iqbal mendekat. Merangkul sepupunya itu erat. "Bal! Ayo! Ke tempat balap,"

"Hah? Ke sono? Bukannya udah kaga boleh kita?"

"Bolehlah! Ayo! Mau nggak?"

Iqbal melepaskan rangkulan itu. Melihat Wahyu curiga. "Aneh banget lo! Tumbenan ngajak, ada apa nih?"

"Banyak tanya lo! Mau ikut nggak?" tanya Wahyu sebal.

"Eh! Iya-iya! Ikut!" Dia tiba-tiba diam. "Eh, tapi pake apa ke sononya?" katanya. Sebentar dia melihat ke dalam. Memastikan tidak ada orang tuanya yang dengar. "Gue udah kaga di bolehin pake motor,"

Wahyu menepuk pundak Iqbal. Berdiri dengan wajah angkuhnya itu. "Tenang! Gue ada motor,"

"Hah? Lo? Ada motor? Babe lo udah beliin?"

Wahyu berdecak sebal. "Nanya mulu, lo! Udah cepet mau ikut kaga,"

"Eh, tunggu bentar. Gue ganti baju, dulu,"

Untuk beberapa menit Wahyu berdiri di sana. Menunggu Iqbal. Dia mengintip ke dalam, bersiul, mencabut rumput di pinggir teras sampai melihat bintang di langit sana. Coba saja Wahyu bukan memakai kaos yang di balut jaket denim serta celana panjangnya tapi kaos partai dan sarung. Tambah kumis di bawah hidung. Persis seperti bapak-bapak tidak punya uang di akhir bulan.

Cukup lama, akhirnya Iqbal muncul. Dia menutup pintu perlahan. Mencoba tidak menimbulkan suara. Wahyu mundur, dia menghilangkan udara menyesakan di sekitarnya itu.

"Buset! Apaan sih ini?" ucapnya.

Iqbal tertawa. "Parfum baru, wangi nggak?"

"Ya, wangi, sih!"

"Mahal nih! Tahu nggak nama baunya apa. Pemikat cewek! Haha!"

Wahyu melayangkan pukulan di belakang kepala Iqbal. Dia sudah jengah. "Nggak usah ngada-ngada lo! Udah ayo cepet. Ke rumah gue dulu,"

Mereka berdua pergi ke rumah Wahyu yang tidak jauh dari sana. Menghindari genangan air dan lumpur, juga pohon yang menghalangi. Ketika sudah di depan rumah, mereka pergi ke samping. Tempatnya lumayan gelap. Namun, Iqbal bisa dengan jelas melihat ada sesuatu di sana di tutupi terpal. Ketika Wahyu menariknya terlihat satu motor repsol terparkir. Sebagai orang yang tahu, sepupunya itu terkejut. Kontan menyambar antusias.

"Yu! Motor siapa ini, anjiir!" ucap Iqbal. Dia berjalan mendekat, melihat dengan detail. "Njiir! Bagus amat, masih kinclong gini."

"Iya, dong!" jawabnya sombong. Dia juga memutar-mutar kunci motor di jarinya itu. "Bagus, kan?"

Iqbal yang terhanyut dalam kemulusan motor itu cepat-cepat tersadar. "Alah! Punya temen lo, kan?" tukasnya.

"Enak aja, lo! Punya gue!"

"Punya lo?" ucapnya. Dia menunjuk Wahyu dengan wajah curiganya itu. "Nyolong, lo, ya?"

"Ya, bukan nyolong juga, sih!" jawab Wahyu ragu.

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang