Dari awal bel sekolah berbunyi--tidak bahkan sebelum masuk sekalipun--terlihat sekali Fifi menghindari Wahyu di kelas. Dan juga Dewa di jalan. Tidak bicara, menoleh, menyapa, bertengkar atau apapun itu. Wajahnya datar saja, membuat dua laki-laki itu di posisi bertanya-tanya. Merasa bersalah soal segalanya. Terutama malam kemarin.Ya, sebenarnya mereka bisa membantu. Tapi, apa itu ya? Gengsi? Atau malas?
Sementara Fifi, ya dia memang menghindari mereka berdua. Tapi bukan karena masalah malam kemarin. Tentu saja karena dua laki-laki itu masih saja semakin membuat kehaluannya memburuk. Semalam setelah Reza mengantarnya pulang, dia malah mengkhayal kemana-mana. Di tambah kejadian pertengkaran itu, semakin saja kehaluannya itu menggila. Dan dia jadi tidak bisa tidur nyenyak. Mungkin hanya sekitar satu atau dua jam. Jadi, alasan wajah datarnya itu sebenarnya dia sangat mengantuk sekali.
Pelajaran pertama tidak dia cerna dengan baik, teman sebangkunya, Putri. Dia tampak khawatir padanya, tapi dia mengelak dengan cepat. Fifi bukan perempuan lemah, hanya mengantuk saja. Dia bisa tahan sampai sekolah usai. Setelah itu, dia pasti akan tidur cepat di rumah. Hal yang sama terjadi pada pelajaran kedua dan ketiga.
Kondisinya semakin buruk saja.
Matanya itu, semakin lama susah sekali untuk terbuka. Dan soal kepekaannya itu, ahhh abaikan saja.
"Fi! FI! FIFI!"
"Hah? Iya!"
Putri mengeleng, dia bangun. Keluar dari belakang kursi yang di duduki Fifi. Untung dia langsing, coba kalau tidak. "Kalau ngantuk tidur aja dulu. Tar kalau udah masuk gue bangunin."
"Ini istirahat, ya?" tanyanya. Linglung seperti orang hilang ingatan. Aku siapa? Ini dimana?
Putri menganguk. "Iya! Udah dari tadi kali. Lima menit yang lalu, lo mau nitip apa?"
Fifi mengeleng. "Nggak usah deh makasih,"
"Yaudah gue duluan, ya,"
Gadis itu hanya menganguk lemas. Meletakan pipinya di atas meja, menutup mata. Dan entah kenapa begitu cepat masuk ke alam mimpi.
Memimpikan sesuatu yang tidak harusnya dia mimpikan.
"Tunggu! Aku ingin mengatakan sesuatu padamu,"
Wajah Fifi bersinar, cantik sekali. Putih, hidung mancung, mata cokat yang siapapun yang melihat pasti bertekuk lutut, rambut panjang di gerai yang harum sekali. Serta bibirnya yang sangat manis itu. Dia menoleh dengan wajah gelisahnya itu. Saat ini dia sedang ada di sebuah lapangan rumput luas. Baju yang dia kenakan persis seperti puteri-puteri kerajaan.
Tentu saja di depannya ada seorang pangeran tampan, wajahnya adalah Wahyu. Pakaiannya sangat lengkap, gagah dan tampan. Pedang di pingangnya menandakan dia lumayan kuat. Laki-laki itu berdiri di sana. Menghentikan dirinya. Begitu melodrama.
"Kenapa lagi? Apa yang harus Adinda dengar?" ucap Fifi drama. Air matanya keluar di ujung. Dia seka perlahan. Menyentuh dadanya, terlihat tersakiti sekali. "Kakanda sudah membohongiku. Kenapa Kakanda tidak mengatakan yang sejujurnya?"
Wahyu menyentuh dadanya, tangan satunya berusaha mengapai. "Kakanda terpaksa menutupi hal itu padamu Adinda! Kakanda tidak ingin kau terluka karena di dekatku,"
"Tidak! Kakanda memang tidak mencintaiku, bukan!"
"Tapi Adinda---"
Tiba-tiba saja di belakang seseorang menarik pinggang Fifi, gadis itu tertarik kencang. Dia terjatuh di dada seorang laki-laki. Dia memakai tudung, tapi ketika itu terbuka. Terlihat siapa yang memeluknya. Matanya melihat dengan berbinar, terkejut sekali. Wajahnya itu, tidak salah lagi. Walaupun dia memakai tudung, jelas sekali itu adalah Dewa. "Kau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Roman pour Adolescents-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...