"BANGSAT LO! JADI DI SINI LO SELAMA INI, HAH!"Pendy langsung menyerang Fio cepat dan Edel yang di pukul oleh Akmal dengan tangan kirinya. Hal itu berlangsung cepat, bahkan Wahyu sendiri tidak sadar dua temannya itu sudah bergerak ke belakangnya. Bergelut di bawah sana. Banyak orang yang melihat kemudian menatap kejadian itu dengan sinis. Dan Dewa hanya diam, tidak mau ikut campur.
"Pen! Mal! Kenapa? Berhenti," ucap Wahyu. Dia menarik tubuh Pendy, menjauhkan dia dari Fio yang sudah berbaring menyembuyikan wajahnya. Dia mimisan, sepertinya tulang hidungnya patah.
Rizal ikut membantu, menghalangi Akmal menghajar Edel. Padahal kondisinya masih buruk tapi urusan bertengkar dia nomor satu. "Mal! Kenapa sih?"
"Lepasin gue, Yu!" pekik Pendy. "Gue harus hajar tuh orang,"
Wahyu berdesis. "Jelasin dulu kenapa?"
"Tuh orang di depan lo yang udah ngebacok gue!" saut Akmal di ujung sana. Semuanya diam, semuanya di tempat balap itu. "Dan nih orang juga sama! Dia yang bawa motor. Dan tuh orang yang bawa celurit buat ngebacok gue,"
Bisikan terdengar jelas dimana-mana. Habisnya, ini tempat balap. Sebenarnya ada peraturan tidak resmi di tempat ini. Ada kabar jika anak tawuran tidak di perbolehkan datang, jangankan menonton menginjakan kaki dan membaur dengan anak motor saja pasti sudah di usir. Katanya sih Ketua balap ini punya pengalaman buruk soal anak tawuran. Lagi pula banyak rumor kalau mereka itu suka sekali membuat keributan.
Dan sekarang adalah buktinya.
Fio di sana bangun, dia menyeka darah dari hidungnya. Menyeringai sinis. "Baru dateng udah nuduh orang tanpa bukti? Nyerang orang tanpa ada sebab? Siapa lo pada? Dateng ke sini bikin ribut?"
"Gue baru liat muka mereka bertiga! Anak baru! Siapa yang bawa!" tanya Edel marah.
Wahyu gagu. "Fio sorry soal ini tapi---"
Pendy lagi-lagi maju, dia menarik kerah baju Fio. Membalas tatapan menjijikan itu. "Nggak usah pura-pura lupa lo! Nggak usah ngalih topik! Gue masih inget muka sekaligus suara ketawa lo setelah ngebacok si Akmal,"
Fio menaikan dagunya, dia tertawa getir. "Ngebacok? Lo siapa sih? Masih belum pagi lo udah mabok. Mendingan balik ke rumah sebelum lo tepar di jalan," Dia melirik Wahyu di depan sana. "Yu! Lo yang bawakan? Pergi deh! Gue nggak mau liat mereka sekarang,"
"LO---"
"Gue sama Pendy emang nggak punya bukti," kata Akmal. Fio melirik, menunggu. "Tapi waktu itu, pas lo ngebacok gue. Gue yakin sempet nyakar lo di tangan. Kalau emang bukan lo yang ngebacok gue. Tunjukin aja tangan lo,"
Fio terlihat ragu. Tapi tanpa persetujuan Pendy sudah bergerak cepat menarik kedua tangannya. Dia meneliti lengan sawo matang itu. Ketika di balik, di tangan kanannya terdapat cakaran cukup jelas. Bekas lukanya sudah mulai kering tapi jelas sekali itu luka yang masih baru.
"Jadi lo, kan?" lirih Pendy dingin.
Fio menarik kedua tangannya. Menyungging sinis. "Luka di cakar kucing lo jadiin bukti? Lo pada mabok! Mending pulang,"
Pendy geram. Dia lagi-lagi maju. "Nih orang emang, Anjing!"
Wahyu dan Rizal cepat-cepat menahan. Menarik Pendy untuk menjauh. Dia itu kalau sudah murka memang menyeramkan, apa lagi saat sudah di jalur. Humor dan kebodohannya itu menghilang entah kemana. Dia pasti akan berubah seratus delapan puluh derajat. Akmal masih mengamati Fio dan Edel benci. Kalau bisa dia pasti akan melakukan hal yang sama seperti Pendy. Tapi lukanya masih belum sembuh benar, dia tidak mau mengambil resiko hanya untuk dua laki-laki kejam seperti mereka. Sumpah, boro-boro kenal melihat wajahnya saja baru dua kali ini. Mana tahu mereka kalau dua pelaku pembacokannya itu ada di Barat. Kalau mereka tidak main ke sini, sampai tua sekalipun tidak akan bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...