-¦- -¦- -¦- 4 -¦- -¦- -¦-

51 5 0
                                    


Langit masih pagi, udara masih dingin. Tapi Wahyu sudah masuk ke dalam gerbang sekolah. Sudah jelas tempat itu masih sepi. Sekolah ini memang disiplin, tapi tidak menutup kemungkinan para siswanya melambat-lambatkan datang ke sekolah. Kecuali dirinya saat ini.

Dia punya alasan lain.

Awalnya dia berniat masuk siang, telat mungkin akan dia lakukan. Tapi entah kenapa pagi itu Ibunya membangunkannya begitu memaksa, lalu menyuruhnya pergi ke sekolah di pagi buta itu. Dia masih mengantuk, jadi---

Ya, dia berniat tidur di kelas sampai pelajaran mulai.

Kakinya melangkah santai, sembari menguap dia sesekali melihat ke kanan dan ke kiri. Semua kelas masih sepi hanya terdengar suara langkah kakinya. Untung saja kelasnya dekat dengan gerbang sekolah. Jadi dia tidak harus berjalan jauh lagi untuk menahan kantuknya.

Dia terbangun sebentar, saat melihat pintu kelasnya sudah terbuka. Di sepanjang jalan, dia yakin sekali semua pintu masih tertutup. Menandakan belum ada yang datang selain dirinya. Tapi ternyata dia salah, ada orang gila yang lebih cepat datang ke sekolah di bandingkan dirinya.

Dia berjalan ke arah pintu, mengintip ke dalam. Benar saja, ada seseorang di dalam sana. Salah satu teman kelasnya, perempuan yang sibuk mendengarkan musik dengan earphonenya itu.

"Eh? Dia itu bukannya cewek kemarin, ya?" gumam Wahyu. Kembali mengingat kejadian di tempat parkir. "Dia sekelas sama gue? Beneran? Bisa-bisanya gue nggak sadar," katanya lagi.

Wahyu berdiri tegak, dia melipat tangan di dada. Mulai membatin.

'Tapi sumpah. Gue rasa pernah ketemu tuh cewek. Tapi dimana? Mukanya nggak asing. Apa dia sekolah di sekolah lama gue juga? Dia anak baru juga?'

Wahyu mengeleng.

'Nggak! Perduli apa gue! Dia ceweknya si Dewa mungkin. Mendingan jangan ikut campur, males juga!' Dia menguap, matanya berair. 'Mendingan gue tidur,'

Dia kali ini masuk, membuka pintu kelas. Saat itu, mata Wahyu kembali melihatnya. Dan itu membuat dia berhenti di sana.

Perempuan itu mengambil sesuatu di bawah sana. Mungkin sebuah pulpen. Atau penghapus. Entahlah, tapi yang pasti. Wahyu ingat siapa perempuan itu.

"N-nggak ada! Ada cuman goceng! Itu saya kasih tiga ribu. Dua ribunya buat bayar metro,"

"Eh! Jangan ngejar!"

"Oh!"

"Makasih, ya!"

Wahyu membulatkan matanya. Dia sangat ingat. 'AH! CEWEK GILA DI METRO!'

Dia masih berdiri di sana, melihat perempuan itu tanpa kata-kata. Sampai dia sudah kembali duduk tegak, sadar akan kehadiran Wahyu. Dia menegurnya. "Eh? Kenapa? Ngapain lo berdiri di situ?"

"Hah? Eh! Nggak,"

Dia menganguk, kembali menulis di atas buku. Melupakan Wahyu dengan mudah. Dia sempat panasaran dan bingung. Begitu banyak pertanyaan muncul di kepalanya saat dia berjalan menuju tempat duduknya. Matanya tidak bisa melepaskan pandangan pada perempuan di ujung sana.

Gadis itu memang tidak cantik, tapi entah kenapa sesuatu menarik perhatiannya. Terutama soal kejadian kemarin.

"Dia nggak inget gue? Dia lupa?" tanya Wahyu. Dia mengerutkan dahinya. "DIA LUPA GUE? NJIRR!"

-¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦-

Kaki Wahyu bergerak tidak bisa diam semenjak istirahat sudah di mulai. Iqbal sudah pergi ke kantin semenjak bel berbunyi. Dan kelas lumayam sepi. Dia tidak tenang menyangkut perempuan itu.

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang