Lagi-lagi Wahyu sudah ada di sekolah saat langit masih pagi. Untuk yang kedua kalinya dia melakukan hal yang tidak biasanya dia lakukan. Rasa kantuk terus menyerang dirinya ketika sudah keluar dari rumah. Bahkan saat di metro tadi, dia hampir ketiduran dan mungkin akan tersesat entah kemana.
Alasan terbesar karena kegiatan dirinya dan Iqbal semalam. Kalau saja dia tidak pulang terlalu pagi dari tempat balapan liar itu, mungkin dia bisa sedikit lebih lama tidur. Bahkan dia tidak yakin Iqbal sudah bangun dari tidurnya.
Jika bukan karena Ibunya, dia juga masih berada di ranjangnya.
Wahyu menguap, untuk yang ke sekian kalinya. Matanya berair sejak tadi. Dan dia butuh tidur. Ketika itu, kakinya berhenti. Termenung tiba-tiba ketika melihat pintu kelasnya lagi-lagi sudah terbuka. Menebak-nebak apa gadis itu yang ada di dalam sana.
'Mungkin!'
Wahyu kembali melanjutkan jalannya. Dan benar saja, ketika dia melihat ke dalam. Gadis itu yang ada di sana. Kali ini sibuk mengunyah sebuah roti sembari mengscrol layar ponselnya. Wahyu masuk ke dalam diam-diam. Gadis itu memang sempat melihat kedatangannya. Tapi dia kembali pada benda tipis itu. Menikmati rotinya seorang diri.
Tas Wahyu dia letakan di atas meja, menyender pada kursi setelah duduk. Berniat tidur. Tapi setelah beberapa detik dia memejamkan mata. Mereka kembali terbuka. Bahkan rasa kantuknya jadi hilang.
'Tuh cewek masih nggak inget gue?' tanyanya dalam hati. 'Enyak aja inget! Jan-jangan nih cewek nggak mau balas budi ke gue. Jadi dia pura-pura lupa?'
Wahyu berdecak, dia mengengelamkan wajahnya di atas meja. 'Siapa juga yang perlu balas budi. Gue nolong tanpa pamrih, kok'
Dia kembali bergerak, menahan wajahnya dengan lengannya. 'Tapi jelas banget kalau dia itu sengaja nggak inget gue!'
Dia kembali duduk tegak, melihat Fifi di ujung sana. Ada keraguan di matanya. Tapi tangan Wahyu mengepal kencang. Dia sudah bertekad.
'Harus tanya, sih!'
Dia bangun, berjalan sembari mengantongi kedua tanganya di saku celana. Mendekati meja Fifi di ujung sana. Meja kedua dari meja guru. Dia berhenti, berdiri di samping gadis itu.
Fifi melirik, melihat Wahyu sembari mengunyah rotinya. "Kenapa?"
Wahyu diam, melirik ke atas meja gadis itu. Ada satu roti lainnya dan buku tulis yang terbuka lebar. Terlihat sekali gadis itu sedang belajar.
Tiba-tiba sebuah tangan mengambil roti dari atas meja. Wahyu terkejut.
"Apa? Lo mau minta roti gue?" tukasnya.
Wahyu tersedak, mengeleng cepat. "Gue nggak suka roti!"
"Nggak suka?" kata Fifi. Kembali meletakan roti itu di atas meja. "Baru tahu gue ada yang nggak suka roti,"
Wahyu berdeham, mulai bertanya. "Em! Gue mau tanya!"
"Apa?" katanya. Tidak melihat ke arah Wahyu. Sibuk dengan ponselnya.
"Lo! Lo nggak inget gue?" tanyanya.
Fifi kembali melihat Wahyu, ponselnya dia letakan di atas meja. Melihat Wahyu detail. Memasang wajah tidak yakin. "Eemm? Inget,"
Wahyu membulatkan matanya. "Jadi lo inget? Kenapa lo---"
"Nggak mungkin gue lupa sama cowok yang baru dua hari jadi anak baru udah melecehkan gue," serobotnya. "Dan di pagi hari! Istirahat pertama!"
"Hah? Eh! Itu---"
Fifi tiba-tiba menatap Wahyu curiga. Lalu kedua tanganya langsung melindungi dadanya. "Lo nggak mau ngapa-ngapain gue, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...