Dua hari kemudian---
Langkah Wahyu berhenti mendadak. Seragam sekolah masih melekat di tubuhnya. Dia terlihat kesal. Fifi di sampingnya juga tidak berbeda jauh. Sama-sama dongkol.
"Heh! Bisa nggak? Nggak usah ngikutin?" ucap Wahyu. Dia menoleh kebelakang. Ada Dewa di sana. Menyeruput minuman dinginnya. Memiringkan kepalanya. Memasang wajah tidak berdosa.
"Mm?" katanya.
"Wa? Lo ngapain sih?" tanya Fifi. "Tujuan lo apa deh?"
"Kan gue udah bilang! Gue bakalan ganguin lo berdua!" katanya santai. "Ya, kan?"
Wahyu mengeleng sebal. Dia berjalan lebih dulu. Menghilangkan rasa dongkolnya. Habisnya siapa juga yang tidak dongkol. Hari ini adalah ekslusif dia dan Fifi akan kencan untuk yang pertama kalinya. Sebagai seorang kekasih! Tapi apa? Ada kampret tidak punya otak mengikuti di belakang semenjak pulang sekolah. Memasang wajah tanpa dosa. Mengikuti kemanapun mereka pergi.
Wahyu tidak ada kesempatan! Untuk menci---
"Aaahh! Heh! Lo pergi deh, ya! Gue tampol, lo!" kata Wahyu geram. Tidak bisa menahan emosi.
Dewa tertawa pendek. "Gue pake kaki gue sendiri kok! Udah lo berdua pacaran aja. Gue diem aja kok dari tadi,"
"Iya, lo emang diem aja dari tadi. Tapi gue---" ucapan Wahyu berhenti. Dia melirik Fifi sebentar. Cepat-cepat mengurungkan apa yang akan dia katakan. "Tahu ah! Terserah deh,"
Fifi di tengah-tengah mereka melihat tidak senang. Tiba-tiba terpikir ide brilian di kepalanya. Ide untuk lepas dari Dewa ini. "Eh! Itu ada si Iksan,"
"Mana?" Dewa menoleh ke belakang. Melihat ke sana dengan teliti. Tapi selain jalanan yang kosong. Hanya ada seorang nenek-nenek yang berjalan susah payah di sana. "Nggak a---"
Begitu dia kembali pada mereka. Dua-duanya sudah hilang dari hadapannya. Dewa membanting minumannya. "Sialan! Kabur lagi! Kemana lagi mereka,"
-¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦-
Fifi menarik Wahyu. Berlari mencari tempat persembunyian sempurna untuk mereka berdua. Mereka berhenti di satu gang. Menormalkan napas mereka. Menyender pada dinding berlapis lumut itu.
"Akhirnya---bebas--dia--nggak--ngikutin, kan?" ucap Fifi. Terbatuk-batuk.
Wahyu mengintip sebentar, kemudian mengeleng. "Nggak!"
"Bagus!" Fifi berdiri tegak. Kembali bersemangat. "Sekarang mau kemana?"
Wahyu tersenyum. "Kok lebih semangatan lo dari pada gue?"
"Yeh, serius, ah!"
"Gue juga serius," balas Wahyu.
Fifi berdecak. "Yaudah nggak jadi,"
"Ehh! Iya-iya," kata Wahyu akhirnya. "Kita ke taman,"
"Hah? Taman mana?"
Wahyu berdecak. "Itu taman deket sekolah! Gara-gara si Dewa kita jadi balik lagi arah ke sekolah. Udah ayo, dikit lagi juga nyampe,"
"Yaudah, ayo,"
Dua-duanya berjalan santai. Cangung sekali. Tadi saat ada Dewa, Wahyu bisa diam saja. Pikirannya jauh memikikan kehadiran pembalap itu yang menyebalkan ketimbang kekasihnya. Perjalanan ini jadi terasa sunyi sekali. Harusnya Wahyu punya topik untuk di bicarakan bukan? Tapi apa?
"Em, Fi!" kata Wahyu.
"Apa?"
"Lo sedeket apa si sama Dewa. Dia jadi seenaknya gitu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Ficção Adolescente-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...