Wahyu berjalan sedikit pincang di lorong sekolah, jempolnya nyeri. Sepertinya tergores sesuatu kemarin. Dan itu benar-benar mengangunya, terutama saat memasang kaos kaki dan sepatunya itu. Rintihan tidak berhenti keluar dari mulutnya.
Padahal sebagian wajahnya di tempeli plester, itu juga belum total menutupi memar di sekitarnya, lengan kirinya juga masih di perban. Tapi rasa sakit di jempolnya ini mengalahkan segalanya. Keadaanya itu sudah tentu membuat beberapa orang geger. Apa lagi Wahyu datang cukup mepet dari jam masuk sekolah. Anak-anak memandang dirinya dengan berbagai macam ekspresi, kaget, bertanya-tanya, sinis seperti dia pelaku kejahatan sampai berbisik yang sudah pasti dia dengar apa yang mereka katakan. Memaksakan diri dia cepat-cepat pergi ke kelas. Sebab baru beberapa detik yang lalu bel berbunyi, makanya tidak ada alasan dia harus santai.
Setelah ini juga pelajaran olahraga. Salahnya dia tidak langsung memakai baju olahraga dari rumah. Cerobohnya melebihi orang bodoh.
"Anjiir, Yu! Kenapa lo?" sapa salah satu teman kelasnya di ambang pintu ketika dia sampai. Semua orang di dalam sontak menoleh. Tidak terkecuali Fifi di sana itu. "Babak belur gitu,"
Dia terperanjat. Terbingung-bingung. Entah harus menjawab apa. "Emm itu---"
"Gila! Lo kenapa, Yu? Nggak papakan lo?" tanya teman perempuan di sana. Mereka semua memandangnya dengan penasaran.
"Gue habis kecelakan! Ah, iya! Gue kecelakaan," jawab Wahyu putus-putus. Semua orang di sana terkaget-kaget, langsung menanyainya berbagai pertanyaan.
"Kok bisa?"
"Kecelakaan dimana?"
"Gimana ceritanya?"
Wahyu berdesis. "Gue kecelakaan di jalan, Hj. emet! Kemarin gue lewat situ bareng Iqbal ada perlu. Pas di jalan malah ketabrak mobil yang lagi ngebut. Gue sih nggak parah, gue di bonceng sama si Iqbal. Tapi tuh orang parah banget, dia di rawat di rumah sakit,"
Para siswi kembali kaget, menutup mulutnya atau mengeleng kepala mereka. Intinya khawatir dan iba dengan keadaan yang menimpa dirinya dan Iqbal.
"Njiir, belum lama lo pindah ke sini malah kecelakaan," kata salah satu dari mereka.
Wahyu tertawa canggung. "Ya, gimana! Namanya juga lagi sial,"
Semua orang mengerubunginya, Farhan dan Arya juga menanyakan kronologisnya. Berusaha meyakinkan semua orang jika dia baik-baik saja. Ada beberapa anak yang menyuruhnya untuk izin sekolah, tapi dia tidak ingin. Lagi pula lukanya tidak terlalu parah. Ada banyak hal yang harus dia lakukan di sekolah hari ini.
"Tapi si Iqbal masih hidup, kan?" tanya Tio di sana. Ketua kelasnya itu sempat mendapat pukulan dari beberapa siswi. Habis pertanyaannya itu menyebalkan sekali.
"Hidup, kok!" jawab Wahyu santai.
Matanya bergerak ketika melihat pergerakan di sana. Fifi di sana berjalan sembari merapihkan baju olahraga yang dia pakai, bersama teman-temannya itu. Wahyu diam-diam meliriknya dengan perasaan cangung, pipi gadis itu mulai membaik. Memarnya mulai menghilang sedikit-demi sedikit. Gadis itu juga tampak spesial di matanya hari ini. Rasanya semua rasa sakit di badannya ini bisa dia lupakan sejenak.
Namun, tanpa dia duga. Fifi hanya keluar kelas begitu saja. Melewati dirinya tanpa menoleh sedikitpun. Wajahnya juga terlihat datar. Tidak ada sapaan? Tidak ada pertanyaan? Tidak ada sikap khawatirnya itu?
Dia tentu saja tercengang. Tubuhnya itu membeku seketika. Tapi masih bisa menoleh ke arah gadis itu pergi. Yang tentu saja menuju lapangan untuk menghadiri kelas olahraga. Wajahnya penuh dengan kebingungan. Apa Fifi menghindari dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...