Wahyu meletakan piring yang bersih dari nasi goreng di dalam wastafel, begitu sudah meneguk air putih di atas meja dia beranjak keluar dari rumah dengan seragam sekolah dan tas di pundaknya. Sarapannya cukup untuk mengganjal perutnya pagi ini, biasanya dia akan makan di sekolah. Entah itu nasi uduk atau nasi warteg di sekolah. Hari ini Ibunya membuat nasi goreng, menolak sama saja membuat dia menyesal. Nasi goreng buatan Ibunya itu tidak akan tersaingi oleh siapapun. Di tambah, itu bisa menghemat uang jajannya.
Dia duduk di dipan dari bambu yang baru beberapa hari yang lalu di beli Ibunya. Masih bagus dan kinclong. Hanya saja jika tidak hati-hati paku yang tidak di pukul dengan baik di ujung bisa membuat baju rusak. Atau bambu yang tajam bisa melukai tangan. Contohnya saja tadi malam, dia yang pusing keluar untuk tiduran di dipan. Niatnya untuk mencari udara segar, yang dia dapatkan malah bajunya yang tersangkut di paku. Hasilnya, bajunya sobek.
Tanganya mengambil sepatu di bawah dipan, memakainya dengan rapih dan kencang. Lalu bangun untuk segera pergi sekolah.
"Enyak! Wahyu pergi dulu!" teriaknya. Ibunya hanya menjawab samar dari dalam. Masih sibuk di dalam rumah.
Wahyu langsung pergi begitu saja. Mengendong tasnya dengan malas. Berjalan menyusuri jalanan kecil dari semen. Mengarah lurus di depan sana. Dia melewati rumah Iqbal, sepupunya itu mungkin masih tidur atau sesuatu di dalam rumah. Yang pasti dia yakin, menunggu Iqbal tidak akan menguntungkan dirinya. Dan dia malas menunggu. Lebih baik dia naik metro dari pada harus menunggu Iqbal yang pasti akan membuat dia terlambat. Begitu pikirnya.
Semalam, dia tidak bisa tidur nyenyak. Hatinya galau memikirkan kelakukan Iksan yang benar-benar semakin mengila di Pusat sana. Ada rasa bersalah muncul, terlebih pada Virgi. Dia dan laki-laki itu memang tidak begitu akur, tapi apa yang terjadi di video kemarin. Dia merasa bertanggung jawab soal itu. Otaknya berpikir bagaimana dia bisa menyelesaikan masalahnya dengan Iksan. Dan dia terus berpikir, apa Iksan tahu dia sudah pindah ke Barat? Apa Iksan akan mengejarnya sampai ke sini? Membantainya di Barat?
'Takut? Gue takut? Sama Iksan? Mendingan gue mati dari pada harus takut gara-gara si Iksan!'
Padahal masalah yang timbul di antara Iksan dan Wahyu hanyalah salah paham. Laki-laki gila itu memang tidak mau menerima kenyataan tentang apa yang dia katakan sesuai dengan fakta. Dia akui dia sedang sial, bisa-bisa punya masalah dengan Iksan.
Tapi menyerah agar masalah ini selesai benar-benar menginjak-injak harga dirinya.
Kaki Wahyu menginjak lantai metro, duduk di dekat pintu. Menyender sibuk bermain dengan ponselnya. Ke'nek datang menagih uang, dia berikan dengan cepat. Kembali pada ponselnya. Dia mengirim pesan pada Rizal, Akmal atau Pendy. Tapi tidak ada yang menjawabnya. Dia tidak heran, langit masih biru, udaranya saja masih dingin apa lagi matahari. Hanya muncul sedikit, masih belum berganti tempat sepenuhnya pada bulan di atas sana.
Entah kenapa dia jadi berlagak seperti anak rajin yang suka datang kesekolah begitu pagi ketika sudah pindah ke Barat. Dimana sikap malasnya itu? Kemana tindakan terlambatnya itu? Kemana sifat tidak perdulinya itu?
Mungkin karena tidak ada ketiga temannya itu, dia jadi berubah. Atau hal lain? Wahyu sendiri juga tidak tahu. Yang pasti, dia akan kembali ke sikapnya yang dulu jika sudah sedikit lebih lama di tempat ini. Dia juga harus menjaga image, bukan?
Angkutan umum itu berhenti, Wahyu berdecak karena sedikit terjungkal. Menggangu posisi duduk enaknya. Di pintu depan beberapa orang naik ke dalam. Dua perempuan mahasiswi, satu Ibu-ibu dengan dandanan menor dan---
'Tuh, cewek gila!'
Ya, di depan sana. Ada seseorang yang dia kenali. Siapa lagi kalau bukan Fifi si cewek yang sudah dia cap sebagai cewek gila semenjak kejadian kemarin. Selain bolot dan pikun, julukan cewek gila di rasa akan cocok. Lagi pula, seumur hidupnya dia baru sekali bertemu cewek yang begitu percaya dirinya soal pertemuan mereka yang layaknya novel-novel pasaran itu akan menghantarkan mereka menjadi pasangan romantis dan sehidup semati. Cih, Wahyu sadar sekali dia itu tampan, keren dan cukup berpengaruh. Wanita mana yang akan menolaknya. Tapi, dia rasa perempuan itu benar-benar sudah kelewatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Teen Fiction-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...