44

146 11 0
                                    

Tak terasa, dua tahun sudah mereka mengarungi bahtera rumah tangga. Kini, tinggal dua tahun waktu untuk menyelesaikan kuliah Aldi. Laras kembali diterima pada sebuah agency, kali ini lebih besar dari agency sebelumnya.

Walau berat, Aldi mengizinkan. Jam terbangnya di dunia modelling semakin tinggi. Berbagai tawaran iklan menghampiri. Seiring dengan itu, waktu untuk Aldi tidak seperti dulu lagi. Laras kerap pulang larut hingga pada suatu malam terjadilah peristiwa ini.

"Dari mana saja? Kau tahu ini jam berapa!" kata-kata Aldi begitu keras memecah heningnya malam. "Ini Massachusetts, beda dengan Jakarta, kau bisa diganggu saat sendiri! Kau wanita yang telah menikah dan harus menyadari itu!" kata-kata Aldi begitu tajam menghujam sanubari.

Laras sadar dirinya salah. Dia terdiam mendengar semua perkataan Aldi. "Jawab aku!" bentaknya karena sedari tadi Laras hanya diam. "Ma... maafkan aku Aldi, jadwal pemotretan hari ini padat," katanya sambil menatap sejenak mata itu.

Laras tidak berani menatapnya lama-lama karena mata itu seakan bisa mengulitinya. Tak lama, lelaki itu pergi dengan membanting pintu. Laras hanya memejamkan mata. Dia bertanya ke mana Aldi pergi malam-malam begini?

Akhirnya, tubuh Laras merosot turun pada dinding. Dia menangis sedih. Aldi masih belum kembali saat dirinya selesai mandi malam itu. Laras melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi.

Dirinya gelisah. Dia ingin menghubungi Aldi, namun ragu. Lelaki itu masih marah padanya. Akhirnya Laras hanya bisa melamun hingga akhirnya matanya terasa berat.

Paginya, Laras terbangun. Dia tidak melihat Aldi di sisinya. Pikirannya tersadar, apakah Aldi tidak pulang semalam? Laras turun dari tempat tidur. Dia begitu lega, saat menemukan Aldi tertidur di sofa ruang tengah. Laras berjongkok, melihat serta mengagumi wajah tampan yang bahkan terlalu tampan itu terlelap.

Rasa bersalah seketika menyeruak dalam dirinya. Beberapa hari ini, dirinya memang sedikit mengabaikan lelaki itu. Dia pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang larut malam. Bahkan, kini dia tidak sempat menyiapkan sarapan untuk suaminya. Hanya Velca, asisten rumah tangga mereka yang berusia paruh baya yang menyiapkan.

Aldi terjaga karena harum aroma kopi yang di sajikan istrinya. Seketika darah Laras berdesir tatkala melihat suaminya bertelanjang dada, kendati telah menjadi suami, jantung Laras kerap berdegup kencang saat menyaksikan pemandangan itu. Dia tersenyum saat Aldi duduk di seberang dirinya.

Lelaki itu masih marah padanya. Aldi meninggalkan dirinya begitu saja tanpa sepatah kata. Laras mencoba membuatkan sarapan. Hari ini jadwalnya libur selama dua hari. Dia ingin menebus kesalahannya karena dalam beberapa hari telah meninggalkannya.

Laras membuat roti panggang dengan mentega yang diberi gula kesukaan suaminya. Laras menyodorkan di meja ruang tengah. Aldi menyantap tanpa kata. Laras menatapnya. Sorot matanya seakan meminta maaf dan ampun pada suami yang kini duduk di hadapannya.

Laras menyerah, dia memutuskan menggunakan cara terakhir agar Aldi mau memaafkannya. Malam itu dia menggoda suaminya dengan mengenakan lingerie seksi berwarna merah.

Kendati sudah mengenakan, ia merasa telanjang saking tipisnya. Posisinya menantang saat Aldi membuka pintu dan berniat tidur malam itu.

"Al... " kata-kata Laras terputus dengan menggigit bibir bawahnya.

Aldi yang saat itu bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana selutut tak bergeming. Dia melupakan kemarahannya. Ia tidak tahan melihat Laras mengenakan lingerie, dan itu adalah kelemahannya.

Tanpa kata dia segera menerkam istri yang ada di hadapannya. Dia menindih Laras dan tidak memberinya ampun sedikitpun. Dia tidak menghiraukan jeritan Laras yang hampir kehabisan napas akibat ciumannya.

Laras menepuk-nepuk punggungnya berharap minta dilepas saat Aldi melumat habis bibirnya karena kehabisan napas.

"Malam ini aku akan menghukummu Sayang..." katanya disela deru napasnya.

Laras yang sudah mengetahui hal itu terlihat pasrah. Dia menerima Aldi akan melakukan apapun padanya.

"OHH..." Laras mengerang dan mendesah untuk kesekian kali atas perlakuan Aldi yang bergerak di atasnya. Sudah tiga ronde mereka bercinta namun Aldi masih belum klimaks. Laras sudah berkali-kali mencapai puncak. Ia meremas bed cover saat Aldi bergerak makin brutal di atasnya.

"Aldi, sudah dong Sayang... aku sudah lelah," katanya sambil menggigit bibir menahan desah. "Sebentar lagi Sayang, lima belas menit lagi," katanya sambil terus bergerak di atasnya.

Gerakan Aldi makin tak terkendali. Laras merintih tertahan. Mulutnya terus meracau menikmati permainan suaminya. Bibir Aldi mengulum puncak payudara Laras sementara tangannya bermain nakal di payudara lainnya.

"Ohh... Aldi..." Lelaki itu semakin memacu tubuhnya ketika Laras mendesahkan namanya. Saking cepat gerakannya sisi tempat tidur sampai berbunyi.

"Ahh... fuck..." racau Aldi.

Desah keduanya saling bersahutan hingga pada satu titik Laras melepas ciuman mereka dan mengerang keras menandakan ia mencapai puncak lagi dan lagi. Tanpa sadar, Laras menarik rambut Aldi saking nikmatnya.

Lelaki itu meringis dan membiarkannya. Aldi berhenti sejenak menikmati sensasi wajah puas istrinya. Ia tersenyum bangga saat Laras menatapnya dengan napas yang memburu. Dada wanita itu turun naik.

"Puas?" tanya Aldi.

Laras tak mampu berkata, hanya senyum sebagai jawabnya. Aldi berbaring di sisinya. Ia menarik tubuh Laras dan mencium keningnya. Sudah tiga jam mereka bercinta, namun ia belum mencapai klimaks.

Terkadang, ia kasihan pada istrinya. Laras mengatakan sampai kewalahan melayani. Entah mengapa, ia tidak pernah puas. Laras bagai candu yang membuat menginginkannya lagi dan lagi. Laras meraba dada bidang suaminya dan mengecup manja bibir itu. Tak lama ekor matanya melihat sesuatu yang besar dan keras di ujung sana.

"Astaga, kau bangun lagi?" katanya frustrasi.

"Aku mau lagi Laras," kata Aldi merengek seperti anak kecil.

"Kau diam saja ya, biar aku yang bekerja," katanya mulai bangkit.

"Tidak, kau tetap di sana," Laras mendorong tubuh suaminya hingga telentang. Aldi pasrah mengikuti permainan istrinya. Perlahan Laras duduk di atas perutnya. Ia mulai kalang kabut saat Laras meraih dan mengelus bukti keperkasaannya dan mengarahkan ke lubang surganya. "Kau mau apa?" tanya Aldi.

"Diam...!!" kata Laras melotot.

Aldi hampir lepas kendali. Ia mencoba mengikuti permainan panas istrinya.

"Fuck...," erangnya.

Mulut Aldi terbuka lebar kala Laras memasukinya secara penuh. Dan makin tak terkendali kala istrinya mulai turun naik di atasnya. Laras ingin Aldi mendesahkan namanya karena selama ini hanya dirinya yang selalu menyebut nama Aldi.

Ada rasa puas jika ia berhasil melakukannya. Laras bergerak dari awalnya perlahan menjadi semakin cepat. Aldi memejamkan mata menikmatinya. Saat membuka mata, ia melihat payudara istrinya berguncang-guncang. Ia tak tinggal diam dan segera mengulumnya. Jeritan Laras mengantarnya menuju puncak.

"Ohh... Larasss..." Akhirnya nama itu keluar dari mulut Aldi dengan napas yang tersengal. Ia benar-benar merasa puas atas service istrinya. Laras tersenyum bangga.

Malam itu mereka lalui dengan mendaki puncak kenikmatan berkali-kali. Aldi melakukan percintaan yang hebat selama lima jam.

Dia hanya memberikan Laras waktu istirahat sejenak. Saat tenaganya mulai terkuras habis, Aldi melakukannya sekali lagi sebelum benar-benar terkapar. Tak lama mereka terlelap.

***
Lembayung Senja
27 Desember 2020 

REYNALDI, The Man Who Will Fight For My HonorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang