46

148 12 4
                                    

"JADI apa yang kau lakukan di café bersama dengan bajingan itu, huh?" tanya Aldi berapi-api pada Laras saat dia baru tiba di apartemen.

Laras sama sekali tidak menyangka pertemuannya dengan Calvin secara tidak sengaja diketahui Aldi. Dia yakin saat itu suaminya sedang kuliah dan café tempat mereka bertemu itu jauh dari kampusnya. Mengapa dia bisa mengetahui?

"Aku tidak sengaja bertemu dengannya Al, bukan janji bertemu," kata Laras berusaha menjelaskan. "Apa sebenarnya yang dia inginkan? Apakah dia benar-benar masih menginginkanmu? Jawab aku!" bentak Aldi.

"Tidak Al, dia tidak menginginkanku, aku malah memperingatkannya agar jangan menggangguku lagi...." kata Laras dengan berurai air mata.

"Bagus, teruslah berbohong. Jika tidak menginginkanmu, mengapa dia menemuimu?" kata Aldi sambil mencengkeram bahu Laras. Laras menatap Aldi dengan deraian air mata yang seakan berlomba keluar dari matanya. "Aku tidak tahu."

Aldi melepas dengan kasar cengkeraman itu, Laras meringis menahan sakit bekas cengkeraman, namun hatinya lebih sakit karena Aldi tidak mempercayainya.

"Apa aku harus membunuhnya agar dia tidak mengganggu rumah tangga kita?"

"Ku mohon jangan Aldi, aku tidak ingin menyeretmu ke dalam masalah," kata Laras sambil terus berurai air mata.

"Aku kecewa padamu," kata lelaki itu sebelum pergi meninggalkan dirinya. Laras menjatuhkan diri pada lantai dingin apartemen, dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Semua penjelasannya seakan dimentahkan oleh Aldi. Lelaki itu menjadi skeptis terhadap dirinya.

***

Hari itu, Aldi tidak pergi ke kampusnya. Dia pergi menyendiri ke sebuah tempat di tepian sungai Massachusetts yang bernama boston gezilecek yerler. Aldi memandangi perahu layar yang berlalu lalang dengan tenang membelah sungai.

Pikirannya kacau, Calvin terus mengganggu kehidupan rumah tangganya. Jika dipikir, mereka tidak saling kenal, namun mengapa lelaki itu seakan menaruh dendam padanya. Harusnya dia atau Laras yang dendam karena sudah menghancurkan masa depan wanita itu.

Dia tidak bisa kuliah jika pikirannya kalut, oleh karena itu dia memutuskan pergi ke tempat ini. Aldi menghembus rokok kelima yang dia isap di pagi itu. Pikirannya terkuras oleh permasalahan di antara mereka. Sejak mengenal Laras, lelaki itu selalu membayang-bayangi hubungan mereka.

Bukankah ada banyak gadis cantik di kota New York, tapi mengapa Laras yang dia pilih. Dan mengapa lelaki itu seakan tidak peduli kendati Laras sudah menikah dengannya? Apakah sedalam itu hubungan mereka sewaktu pacaran dulu sehingga dia tidak dapat melupakan Laras?

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Semuanya belum ada jawabnya. Dia menghela napas kasar. Sudah lebih dari tiga jam dirinya berada pada café di tepi sungai itu. Kopi yang dipesannya sudah habis, namun ia enggan beranjak dari sana.

Andai George dan Stevan ada di sana, dia pasti sudah berkeluh kesah. Aldi dikejutkan oleh bunyi ponselnya. Dia melihat caller id, rupanya Ethan, teman kuliahnya. Ia segera menjawab dan mengatakan hari itu dia tidak kuliah karena ada sedikit masalah.

Mereka berbicara sekitar lima belas menit. Ethan mengatakan jika ada waktu dia bisa berkunjung ke apartemennya bersama Paris karena hari itu jadwal kuliahnya segera selesai. Aldi setuju, tak lama dia segera beranjak ke apartemen Ethan yang terdapat di tengah kota.

Saat pintu dibuka, Ethan tersenyum kecil padanya dan menyuruhnya masuk. Di dalam sudah ada Paris. Mereka memang dekat. Ethan berasal dari Belanda sementara Paris berasal dari Swiss. Mereka semua mahasiswa yang kuliah di Harvard.

Ethan memberinya minuman, dari wajahnya Aldi begitu muram. Hal itu yang di tanyakan oleh Paris. Aldi tersenyum samar. Apakah dia harus menceritakan perihal rumah tangganya pada mereka?

Di antara mereka bertiga, hanya Aldi yang telah menikah. Ethan dan Paris mendapat undangan sewaktu mereka menikah di Jerman dua tahun lalu.

"Ada apa Rey? Wajahmu murung sekali?" tanya Ethan. Kedua orang itu menunggu jawabannya. Akhirnya lelaki itu menceritakan kejadian yang tengah menimpanya.

Dia menceritakan Calvin sering mengganggu keharmonisan rumah tangganya bersama Laras. Dan itu terjadi sejak mereka berpacaran. Ethan dan Paris mendengarkan dengan saksama. Saat Aldi selesai menceritakan semua, Ethan berpendapat jika sikap Aldi sudah benar, jika Calvin mengganggunya dia berhak marah.

Paris juga menyarankan jika Aldi sudah selesai kuliah agar segera kembali ke Indonesia dan menyarankan agar semua akses yang terkait dengan Calvin ditutup. Termasuk pindah apartemen serta mengganti nomer ponsel Laras.

Kelihatannya memang ekstrem, namun dia rasa itulah salah satu cara karena jika dari cerita yang mereka dengar, Laras memang tidak berniat menjalin hubungan dengan Calvin. Mereka menasihati Aldi agar bersabar dan menyarankan agar mereka segera memiliki anak.

Aldi sempat berpikir demikian, karena setahunya Laras memang mengkonsumsi pil pencegah kehamilan. Sekitar pukul sebelas malam, akhirnya Aldi pamit pulang. Dia teringat Laras yang dia tinggalkan sejak pagi tanpa pamit.

Dalam perjalanan, Aldi meresapi perkataan kedua temannya. Saat tiba, dia memarkir mobilnya pada garasi khusus di mana terdapat mobil Laras di sampingnya.

***

Saat Aldi masuk ke apartemennya, suasana begitu sepi, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Dia berjalan ke kamarnya, saat melihat tempat tidurnya kosong, hatinya tiba-tiba berdebar. Ke mana Laras? Mengapa dia tidak menemukan wanita itu? Setahu dirinya, istrinya itu tidak ada jadwal pemotretan.

"Laras!" akhirnya kata itu yang keluar dari mulutnya sambil mencari istrinya. Dia melihat ke kamar mandi, ternyata kosong. Hatinya mulai cemas.

Dia mencari-cari wanita itu tetapi tetap tidak ada. Ponselnya berbunyi menunjukkan notifikasi email masuk. Aldi segera membacanya. Rupanya dari Laras. Isinya sungguh menyayat hati.

"Aldi suamiku sayang, maafkan aku...."

Saat tiba, mungkin kau tidak akan menemukanku, aku memutuskan untuk pergi. Aku merasa, akulah penyebab orang-orang yang mencintaiku menderita. Kau tidak perlu mencariku, aku akan baik-baik saja. Percayalah...

Akan ku ingat semua kenangan indah kita, kau tentu pernah berpikir bahwa Tuhan tidak adil, aku pun pernah merasa demikian, aku percaya suatu hari kau akan bahagia, mungkin bahagiamu tidak bersamaku.

Mungkin kau berpikir aku seperti gadis-gadis yang meninggalkanmu, aku memahami jika kau memiliki pikiran demikian, tapi percayalah, kepergianku untuk kebahagiaanmu, doaku selalu menyertaimu, di mana pun kau berada.

Berjanjilah untuk tetap hidup, mungkin bukan untukku, tapi untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Untuk orang-orang yang mencintai dan menyayangi kita.

Aku memutuskan hidup tanpamu bukan berarti aku tidak mencintaimu, percayalah, aku sangat mencintaimu. Kau tetap bertahta dalam hatiku sejak pertama kali aku melihatmu. Kau memiliki tempat tersendiri di hati ini dan itu tidak akan pernah terganti."

Aldi terduduk lemas seraya meremas rambut hitamnya. Tanpa terasa, air matanya menetes. Dia tidak menyangka jika pertengkaran mereka menyebabkan Laras pergi meninggalkannya. Dia mencoba menghubungi ponsel wanita itu, namun tidak aktif.

Aldi berteriak sekerasnya....

***
Lembayung Senja
30 Desember 2020 

REYNALDI, The Man Who Will Fight For My HonorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang