1.

869 152 44
                                    

Pagi itu, menjadi hari yang membahagiakan bagi Aldi. Dia memulai satu tahap kehidupan barunya. Laras menerima menjadi kekasihnya, hal yang sudah dia tunggu selama dua tahun. Baginya, Laras adalah wanita mahal. Mengapa demikian? Itu karena Laras sama sekali tidak tergoda dengan wajah tampan dan apa yang sudah ia miliki saat ini. Di saat banyak wanita menginginkan dirinya menjadi kekasih, tidak demikian dengan gadis itu. Beruntung, dirinya mau menunggu dengan sabar hingga ada kata 'Ya' dari mulutnya.

Aldi sangat bersyukur, dalam hati dia akan berusaha menjaga gadis yang sangat disayangi itu dengan sepenuh hati. Saat di tolak pertama kali, entah mengapa hati kecilnya mengatakan bahwa suatu hari Laras akan menjadi miliknya. Untuk itulah mengapa dia bertahan. Kesabaran itu membuahkan hasil, hingga saat yang di tunggu itu akhirnya tiba. Hari itu, keluarganya menjenguk Aldi di rumah sakit. Theodore menanyakan keadaannya setelah di operasi. Aldi mengatakan semakin baik. Lukanya masih di balut kain perban berwarna putih hingga menunggu saat yang tepat untuk membuka jahitan.

"Mas Rey, ayo cepat sembuh-Dommy kangen..." kata Dommy setelah menjenguknya hari itu.

Aldi yang melihat Dommy tersenyum bersama Laras. Gadis itu tidak sedikitpun meninggalkannya. Seingatnya hanya satu kali, itupun karena ia pamit ke kantor polisi. Posisinya saat ini sebagai saksi dari kejadian penganiayaan kemarin. Pihak berwenang menginterogasi Laras di kantor polisi. Gadis itu menceritakan awal kejadian. Dia masih mengingat dengan baik wajah mereka dan mengatakan pada penyidik. Hingga saat ini polisi masih memburu para pelaku. Theodore juga minta bantuan pada beberapa detektif yang dia sewa. Walau bagaimanapun, ia tidak rela anak sulungnya menjadi korban penganiayaan. Dia juga berhak mencari tahu dengan caranya sendiri. Laras yang menjadi saksi kunci mendapat pengawalan darinya. Theodore menyewa dua orang bodyguard guna mengawal gadis itu. Awalnya Laras menolak, namun setelah mendapat penjelasan Theodore, akhirnya dia mengerti. Posisi bodyguard tersebut tidak membuatnya risih, karena akan mengawasinya dari jauh. Theodore khawatir, Laras menjadi incaran para bajingan itu selanjutnya. Dia menyayangi gadis itu seperti anaknya sendiri. Dia tahu besarnya rasa cinta yang Aldi berikan pada Laras hingga ia turut bertanggung jawab akan keselamatan gadis itu.

"Kapan pulang Mas Rey?" kata Dommy masih bertanya ketika duduk disisinya.

"Nanti Dom, karena akan ada operasi kedua," katanya menjelaskan.

Victoria dan Theodore pamit pulang saat waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Tinggallah Dommy bersama Mbok Rastri dan Pak Joko, sopir keluarga mereka. Saat jam makan siang Laras membantunya makan. Dengan sabar dan telaten dia menyuapi Aldi. Mereka saling berpandang mesra. Sesekali Aldi mencium tangan Laras saat dia memasukkan makanan ke mulutnya. Dia tidak peduli terhadap tatapan mata Dommy, Mbok Rastri dan Pak Joko yang memperhatikan mereka. Terkadang ia menggigit sendok lebih lama untuk menggoda kekasihnya. Laras menggeleng kecil memberi kode pada laki-laki itu karena ada orang lain di antara mereka. Aldi tersenyum dan mengerti.

"Dihabiskan makannya Ngger," kata Mbok Rastri memberinya dukungan.

"Iya Mbok, apalagi yang suapi gadis cantik," katanya tanpa melepas pandangannya pada Laras.

Wajah gadis yang ada dihadapannya bersemu merona karena malu. Menurutnya gadis itu semakin cantik saat malu. Dia menghabiskan makanan itu.

"Aku jadi ingat saat aku sakit dulu kau yang merawatku," kata Laras.

"Sekarang gantian, kau yang merawatku Sayang," kata Aldi menimpali.

Mereka tertawa bersama. Kemudian Dommy, Mbok Rastri dan Pak Joko pamit pulang. Tinggallah mereka berdua. Laras menutup pintu setelah mengantar mereka sampai depan pintu. Aldi memanggilnya.

"Duduk sini Sayang," katanya memberi tempat di sisi tempat tidurnya.

Dia ingin sekali bermanja-manja. Laras segera memposisikan dirinya di samping Aldi. Dia membelai laki-laki itu. Mata Aldi terpejam.

"Aku ingin kita berdua selamanya seperti ini Ras," katanya sambil melingkarkan tangan kanannya di pinggang gadis itu. Aldi mengisyaratkan agar Laras duduk menghadapnya.

"Berjanjilah padaku," katanya menatap dalam gadis yang kini ada dihadapannya.

"Berjanji untuk apa?" kata Laras penuh tanya.

"Berjanji untuk terus bersama, apapun keadaan kita dan seputus asanya kita, jangan pernah ada kata berpisah. Kau bersedia?"

Laras terperanjat dan mengangguk, sedalam itukah Aldi mencintainya? Jika iya, perkataan orang-orang yang dulu pernah mengatakan jika dia beruntung mendapat laki-laki itu benar adanya. Laras terharu, matanya berkaca-kaca. Dia segera memeluk tubuh laki-laki itu. Aldi tersenyum.

"Laras...Laras... kau gadis yang benar-benar unik."

Saat melepas pelukan itulah, Perlahan-lahan Aldi menangkup wajah sayu itu dengan kedua tangannya, secara perlahan mendekatkan wajahnya ke bibir gadis itu. Laras terlanjur merasakan ciuman hangat yang Aldi berikan. Ciumannya selalu memabukkan. Dia pandai membuai perasaan dan melambungkan ke atas awan. Beberapa saat mereka mendesah saling merasakan kenikmatan yang tercipta hingga akhirnya, suara berdeham menyadarkan mereka. Laras segera melepas ciuman itu saat menyadari ada orang lain selain mereka. Rupanya sahabat Aldi, George dan Stevan yang datang. Wajah gadis itu bersemu merah karena malu. Dia segera turun dari tempat tidur. George dan Stevan yang melihat hal itu tampak senyum-senyum. Aldi yang turut malu segera menguasai keadaan.

"Hai kawan, apa kabar?" katanya.

"Hai Rey, kami baik. Bagaimana denganmu?" kata George.

"Seperti yang kau lihat. O iya, kenalkan ini Laras. Laras, ini George dan Stevan," kata Aldi memperkenalkan mereka.

Gadis itu menjabat satu per satu tangan mereka. Kedua laki-laki itu memperhatikan Laras yang hari itu mengenakan rok hitam selutut dengan baju sabrina berwarna merah marun yang memperlihatkan pundaknya yang putih bersih. Rambutnya yang sepinggang kecokelatan dibiarkan tergerai semakin menambah feminim gadis itu. Tak lama pembicaraan berlangsung. Mereka menanyakan mengapa penganiayaan itu bisa terjadi. Aldi menceritakan awal kejadian itu. George dan Stevan mendengarkan dengan seksama. Mereka memuji keberanian yang Aldi lakukan.

"Beruntung kau pemegang sabuk hitam di Taekwondo, ingin rasanya aku menghajar mereka Rey," kata George mengepalkan tangannya.

Aldi tertawa, "Sudahlah George, polisi sudah menyelidiki kasus ini. Aku akan memberi mereka pelajaran dengan caraku sendiri," kata Aldi memandang sahabatnya satu per satu. Kemudian pembicaraan beralih pada Laras. George dan Stevan tampak menanyakan Laras, mulai dari karier hingga kisah cintanya dengan Aldi. Laras tersipu malu saat hal terakhir ditanyakan padanya.

"George, sudahlah jangan kau tanya hal itu," kata Aldi membantu Laras karena gadis itu tampak tidak ingin menjawab pertanyaannya.

Di luar dugaan Laras mengatakan bahwa Aldi laki-laki yang gigih dan tidak pantang menyerah. Laras mengaguminya, dari caranya memandang hidup. Jika memiliki keinginan akan terus mengejarnya sampai dapat, begitu katanya sambil melihat pada kekasihnya. Aldi tersenyum mendapat pujian itu. Dia semakin gemas, andai mereka tidak ada, maka dia akan mencium gadis itu. George dan Stevan mendukung hubungan mereka. Mereka berpesan pada Laras agar menjaga Aldi. Sebab, lelaki itu sering menjadi rebutan para wanita. Mendengar hal itu Laras tertawa. Menjelang pukul tujuh malam, mereka pamit. George dan Stevan memeluk Aldi sebelum pergi.

"Terima kasih teman," katanya pada mereka.

"Jaga diri baik-baik Rey," kata Stevan.

Saat mereka pergi ruangan kembali hening.

"Kau harus minum obat sekarang," kata Laras seraya mengambil beberapa butir pil dan memberikannya pada laki-laki itu. Aldi menerima dan segera meneguknya. 

***
Lembayung Senja
8 Agustus 2020

REYNALDI, The Man Who Will Fight For My HonorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang