39

2.3K 438 127
                                    

[disarankan menggunakan background putih]

[disarankan menggunakan background putih]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari yang cerah. Matahari udah cukup tinggi di atas sana hingga menyilaukan mata. Peluh sebiji jagung menetes dari pelipis. Napas berantakan. Punggung bertemu punggung. Gue dan sahabat gue⸺Jung Eunji⸺saling memberikan sandaran. Dada masih naik turun sambil menenggak air buru-buru. Meluruskan kaki dan memijit sembarang akibat terlampau lelah.

"Gue benci lari."

Sebuah tawa pecah dari bibir Eunji begitu kalimat keluhan itu selesai. Punggung di belakang gue bergetar.

"Bukannya hobi lo lari-lari gini?" Celetuknya.

"Sialan lo," umpat gue dan langsung menekan punggung gue ke belakang hingga Eunji hampir terjungkal. Tentu ia bermaksud mengungkit hukuman dua hari berturut-turut yang gue dapetin minggu lalu. Begitu tawanya reda dan menyisakan ringisan, ia menaruh punggungnya pada posisi semula.

"Lo mau dukung siapa?" Tanya gue, mengalihkan topik pembicaraan dan mengerling ke tengah lapangan.

Eunji nggak segera menjawab dan otomatis menciptakan keheningan di antara kami. Pandangan terarah ke lapangan, pusat utama hampir seluruh pasang mata. Kelas 12-1 versus kelas 12-2. Pertandingan basket yang didalangi oleh guru olahraga kami, Park Chanyeol.

"Jelas banget, kan? Dukung kelas sendiri," jawab Eunji beberapa saat kemudian. "Kenapa? Lo mau dukung kelas sebelah?"

Gue terkekeh kecil, lalu mengalihkan pandang ke lapangan lagi dan mendapati Lee Donghyuck di sana. Dia berlari, men-dribble bola, mengoper, berteriak pada teman satu timnya⸺kelas 12-2. Sesekali, ia terhenti dan mengatur napas. Keringat yang menetes di kulit tan-nya tampak berkilau-kilau, udah kayak pantulan permata. Pemandangan yang indah.

"Kya! Lo serius dukung mereka?!" Seru Eunji sembari menyikut pinggang gue sebab nggak segera menjawab. Salahkan Donghyuck karena pesonanya nggak mungkin gue tolak dan bikin gue nganggurin Eunji.

"Nggak boleh?" Sahut gue akhirnya dengan nada menantang sambil menegok Eunji jahil.

"Gara-gara Haechan?!"

Gue meringis, "Nggak ada yang ngelarang, kan?"

"Woah," decaknya heran dengan mata melebar. "Gue sampe nggak tau mau ngomong apa lagi sama lo!"

"Ada Chenle juga, tuh," sanggah gue sambil menyaksikan Zhong Chenle yang sangat lihai mencetak skor sejak menit awal permainan.

"Aish," desis Eunji gemas, lalu menunjuk-nujuk pemain kelas kami dengan penuh penekanan. "Ada Jaemin sama Jeno, tuh. Renjun juga tumben ikut ginian!"

Gue hanya terkekeh menanggapi pembelaan Eunji seraya mengamati Renjun, Jeno, dan Jaemin. Gue nggak pengen berdebat lebih jauh soal pertandingan itu. Lagipula, Park ssaem memang kerap kali iseng mengadu kemampuan murid-muridnya. Intinya supaya kami bersenang-senang dan menikmati pelajaran olahraga.

Reloading | Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang