24

2.8K 571 362
                                    

[disarankan menggunakan background hitam]

[disarankan menggunakan background hitam]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terima kasih, Jungwoo-ssi."

Pemuda berkulit putih bernama Kim Jungwoo itu langsung tersenyum setelah gue berkata demikian. Ia dan Donghyuck sebelumnya telah menaikkan motor gue di atas mobil derek.

"Sama-sama," balasnya. "Lo mau ikut gue di mobil?"

"Nggak perlu, Hyung," sahut Donghyuck ketika gue hendak membuka mulut. Gue sontak menoleh, menatap dia heran. "Jinju biar sama gue."

Gue mengerinyit dan kembali melihat Jungwoo. Pemuda Kim itu tampak menahan kekehannya sambil menunduk, lalu menatap bergantian gue dan Donghyuck.

"Oke," tanggap Jungwoo. Ia kemudian menaiki mobil dan menyalakan mesin. "Kalau begitu, hati-hati."

Jungwoo lantas menaikkan kaca mobil dan berlalu dari hadapan kami.

"Nih."

Donghyuck menyodorkan helm milik gue. Gue pun mengambil dan memakainya. Sunyi sekali. Atmosfer di sekitar gue terasa begitu canggung. Gue berjalan lambat menuju Donghyuck yang sudah di atas motor berwarna kuning itu. Gue meraih bahunya dan membonceng.

Gue mengulum bibir. Dia enggak segera nyalain mesin, padahal gue udah duduk manis. Apa lagi yang dia tunggu? Lima detik berikutnya, ia memutar sedikit tubuhnya ke belakang. Sorot matanya hampir sampai ke iris gue kalau gue enggak langsung tertunduk. Argh, situasi ini bikin gue frustasi!

"Lo nggak mau pegangan?" Tanya Donghyuck amat lembut, bener-bener bikin gue salah tingkah dan menenggak ludah kasar.

Detik berikutnya, gue terbelalak. Donghyuck mengambil kedua tangan gue dan melingkarkan pada perutnya sendiri. Gue masih diem, sekedar menghindari perdebatan. Bakal melelahkan jika gue memprotes dan mulai membuka mulut. Tak berselang lama, Donghyuck mulai melajukan motornya⸺

20 km/jam.

⸺sangat lambat.

Pemuda Lee ini benar-benar menyia-nyiakan kemampuan CBR ber-CC 250. Tubuhnya tegak, nggak condong ke depan, jadi gue enggak terpaksa memeluknya seperti biasa. Tapi, ada hal lain yang bikin jantung gue enggak tenang saat ini, yaitu tangan kirinya yang mengenggam erat kedua tangan gue yang berada di depan perutnya. Ia seolah enggak mengizinkan gue melepaskannya barang sedetik.

"Haechan ...," ucap gue ragu. Jujur saja, gue mulai nggak tahan buat terus membungkam diri.

Dia memundarkan punggung, mendekatkan kepalanya ke arah dada gue dan menoleh sekilas.

"Deg-degan?"

Gue dapat melihat seulas senyum singkatnya, sebelum ia kembali berfokus pada jalanan.

"Banget," sahut gue akhirnya, lalu mengembus napas pendek.

Donghyuck terkekeh. Tawanya terdengar renyah seraya meremat gemas telapak tangan gue. Sedangkan, gue hanya bisa menahan diri buat nggak memakan dia bulat-bulat karena berhasil bikin jantung gue nggak sehat.

Reloading | Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang