07

4.2K 777 313
                                    

[disarankan menggunakan background hitam]

[disarankan menggunakan background hitam]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jinju-ya, duduk!”

Jung Eunji yang duduk di bangku menarik-narik jaket denim gue. Gue menoleh, mendapati kerutan di keningnya yang menatap cemas sekeliling. Spontan, gue juga melihat arah tatapan Eunji. Ah, sepertinya gadis bermarga Jung ini risih dengan sejumlah pasang mata yang mengarah pada kami, terutama gue. Selanjutnya, setelah gue memastikan Donghyuck bersiap, gue duduk.

“Eunji-ya?” Panggil gue, lalu menengok pada Eunji. “Lo tau Naka-naka Yuta itu dari mana?”

“Nakamoto! Nakamoto Yuta, Jinju-ya,” sahutnya gemas, sebab gue masih belum mengingat nama pemuda Jepang itu. “Lo lupa? Kan, gue fan-nya 127 SQUAD. Jelas gue tau, dong.”

Gue menangguk lemah, lalu berkata, “Gue pikir, elo cuma nge-stan anak-anak reload.”

“Maaf, Jinju,” ujarnya masih setengah menahan tawa. “Gue tuh, enggak kuat lihat kumpulan cowok ganteng kayak mereka. Suka oleng. Bukannya elo juga suka sama Lee Taeyong, ya?”

Gue tertawa singkat mendengar pertanyaan Eunji.

“Siapa juga yang enggak suka Taeyong? Gue pengen banget lihat dia balapan langsung. Pasti keren,” tutur gue antusias. “Gue cuma sekadar tau 127,  enggak begitu nge-fan sama mereka. Yang gue tau itu, ya, Lee Taeyong … sama kakak lo, tuh, Jung Jaehyun.”

Eunji menahan tawanya, lalu berkata, “Kalau elo tau 127 lebih dari itu. Gue yakin, elo juga bakal nge-stan sama mereka.”

Gue hanya tersenyum membalas perkataan Eunji. Sebagai orang yang menyukai motor dan balapan, nggak mungkin gue enggak nyari tau soal 127.  Gue tau reputasi besar mereka di seluruh Seoul. Yang gue nggak pernah nyangka adalah⸺

"Mau menang atau kalah. Gue harap, elo baik-baik aja," gumam gue sembari meremas kedua tangan. Masih menaruh atensi pada Donghyuck.

⸺sekarang dua orang anggota 127 bakal tanding di reload dan melawan Lee Donghyuck. Gue jadi gelisah lagi, padahal baru saja gue mencoba menyemangati pemuda Lee itu.

Gue lantas mengalihkan pandangan ke garis start. Deru mesin ketiga motor yang menyala saling mengintimidasi. Park Jisung udah ada di depan memberi aba-aba. Gue menenggak ludah. Perputaran waktu terasa melambat ketika Jisung menurunkan tangan kanannya, kemudian ketiga motor itu melaju kencang.

Tiga detik pertama, Lee Donghyuck, Nakamoto Yuta, dan Mark Lee berusaha menciptakan posisi, hingga akhirnya Yuta mengambil jalur dalam lebih dahulu dan menempati posisi pertama. Gue mengembuskan napas pendek, resah. Posisi awal sangat penting untuk menentukan jalannya pertandingan, terlebih ini hanya balapan satu putaran penuh.

“Argh,” dengus gue frustasi dan gigit jari.  Pembalap sekelas Yuta melawan anak sekolahan seperti Lee Donghyuck. Pertandingan ini terasa tidak adil.

Reloading | Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang