Bab 127. Nasib Buruk

133 20 4
                                    


Bab 127. Nasib Buruk

Rumah besar itu berdiri diam dan kokoh. Koridornya begitu kosong dan luang, di mana para pelayan tidak berani berjalan dan malah bergegas pergi sebelum tuan mereka tiba.

Di sebuah ruangan sunyi yang tidak pernah dimasuki oleh siapa pun, kecuali pemilik mansion itu sendiri, ada sebuah ruang rahasia yang tidak diketahui oleh siapa pun.

Seorang gadis dengan pakaian compang-camping duduk di lantai yang dingin, di mana banyak gadis lain seperti dirinya telah jatuh ke nasib buruk mereka.

Budak sering kali dibeli untuk kesenangan pemiliknya sendiri.

Banyak dari mereka dibeli untuk kesenangan, yang merupakan salah satu alasan utama budak melayani tujuan mereka dan itu bukan rahasia.

Beberapa diberikan kepada orang lain sebagai hadiah sementara sangat sedikit yang menggunakan budak sebagai pelayan.

Gadis itu menghapus air mata di wajahnya.

Kakinya hampir tidak bisa digerakkan, membiarkannya beristirahat tanpa bergerak sedikit pun dari sana.

Mendengar kunci di sisi lain ruangan berderit dan berputar, ketakutan mulai menyelinap ke dalam pikirannya, di mana gadis itu tidak punya tempat lain untuk pergi selain tinggal di sini dengan salah satu tangan dan kakinya terikat ke dinding yang terhubung melalui rantai besi yang tampak seperti mulai membusuk.

Dalam cahaya menakutkan yang menyala di sudut terjauh ruangan, pintu terbuka dan masuklah pria pirang yang mengenakan kacamata di wajahnya.

"T-tolong, ja ja-jangan. T-tuan kumohon-kumohon,"

Gadis itu mulai gemetar ketakutan, mencoba menjauh dari tempat ia duduk, tetapi tidak ada apa pun selain dinding yang menghalangi gadis itu untuk pergi.

Gadis itu masih bisa merasakan sakit di antara kedua kakinya, bagian depan dan belakang gaunnya berlumuran darahnya sendiri karena pria itu keluar masuk tanpa henti, tidak mempertimbangkan perasaan gadis itu.

Robarte tersenyum pada budak barunya yang terlihat sangat menawan selagi gemetar ketakutan.

Mereka semuanya terlihat cantik seperti ini. Rambut pirang pria itu disisir ke belakang seolah-olah ia baru saja kembali ke mansion beberapa menit yang lalu.

Berjalan ke tempat budak yang gemetar di sudut, Robarte berjongkok. Mengangkat tangannya, menyentuh kepala gadis itu sementara gadis itu terus meringkuk,

"Ada apa? Apakah kau lupa menyapa tuanmu?" Robarte bertanya sambil menepuk kepala gadis itu dengan lembut, tetapi gadis itu takut kapan tangan yang sama akan memukulnya lagi.

Ketika Robarte membawa Anne di mansion, Anne merasa senang atau setidaknya menghela napas lega karena mengira ia aman.

Tidak akan ada yang perlu dikhawatirkan setelah waktu menyiksa yang ia habiskan di tempat perbudakan.

Butuh waktu tiga bulan dua belas hari sebelum ia dibawa ke pasar gelap untuk dijual.

Setiap hari sangat menyakitkan dimana Anne menangis terus menerus.

Melihat pria yang telah membelinya, Anne berharap untuk kehidupan yang lebih baik, tetapi yang terjadi malah dari buruk berubah menjadi lebih buruk, sehingga Anne berharap ia bisa kembali ke tempat perbudakan.

Pria di depannya tampak perhatian dan baik, namun semua itu hanya lelucon.

Dalam waktu kurang dari satu minggu Anne dibawa ke mansion ini, tindakan yang dilakukan pria ini padanya telah membuat trauma gadis muda itu.

Memar menutupi tangan, kaki, wajah, leher, dan bahu gadis itu.

"Sepertinya kau telah kehilangan kemampuan sopan santun dan inilah saatnya untuk mengajarimu lagi," kata Robarte, memasukkan tangannya ke dalam sakunya, mengeluarkan kunci dan mulai membuka kunci tangan dan kaki gadis itu.

"Tidak- tidak, tuan! Selamat kembali ke rumah! Selamat datang kembali ke rumah!" Anne menangis tetapi Robarte tidak senang tentang hal itu.

Dengan sedikit cemberut, Robarte menatapnya, meletakkan tangannya kembali untuk menepuk kepala gadis itu dan gadis itu pun tersentak.

Tindakan itu tidak berjalan baik dengan Robarte yang kemudian menarik rambut gadis itu, membuatnya menangis kesakitan,

"AHH!" Anne menangis selagi pria itu menarik rambutnya dengan paksa,

"T-tuan tolong lepaskan aku. Aku akan menjaga sikap," teriak gadis itu, tapi vampir berdarah murni itu sedang tidak ingin mendengarnya.

"Apa yang kau takuti, Anne? Aku memberimu makanan, atap sebagai tempat berlindung di mana tidak ada yang bisa melukaimu, tapi kau tidak mematuhiku. Berperilaku seolah-olah aku monster. Apakah aku monster?" Robarte bertanya dan gadis itu segera menggelengkan kepalanya.

"Tidak, tuan tidak," seru gadis itu, air mata segar jatuh di pipinya, mengalir di kegelapan ruangan dengan satu-satunya sumber cahaya adalah lentera yang akan padam dan pintu yang pria itu lewati,

"M-maafkan aku."

"Memaafkanmu?" tanya Robarte seakan bingung,

"Untuk apa kau meminta maaf?" Pria itu bertanya pada gadis itu.

Ketika Robarte melepaskan rambut Anne, gadis itu mencoba menahan isak tangisnya,

"UNTUK APA KAU MENANGIS?" raung pria itu, seolah-olah ia telah berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda.

Pria itu bangkit dan mulai menendang Anne, satu tendangan demi tendangan membuat gadis itu menjerit kesakitan, mencoba pergi ke sudut untuk menyelamatkan diri.

Tapi tidak ada sudut yang bisa menyelamatkannya dari monster mengerikan ini.

Dinding ruangan yang terbuat dari batu tanpa benda apapun yang ditempatinya kecuali lentera di sudut, belenggu yang digunakan untuk mengikat budak dan tikar tempat budak itu duduk beresonansi dengan tangisannya.

"Berhentilah menangis, br*ngs*k!" Robarte menendang Anne lebih jauh,

"Oke, kau ingin menangis. Oke. Oke," kata pria itu, suaranya jatuh.

Seperti mencoba untuk menenangkan diri, pria itu mengusap rambut pirangnya saat satu helai rambutnya menempel di dahi.

Robarte duduk lagi di depan gadis itu, berjongkok ke depan sambil menyentuh wajah gadis itu lalu menyentuh leher ramping gadis itu yang sudah memiliki bekas luka memar,

"Mau menangis lagi? Menangislah sekarang," kata Robarte sambil meremas leher gadis budak itu.

Budak itu menggerakkan tangan dan kakinya, mencoba untuk mendorong orang itu menjauh dengan tangannya tapi tidak berhasil.

Vampir berdarah murni itu dua puluh kali lebih kuat darinya.

Robarte menatap ke dalam mata gadis yang membelalak selagi gadis itu mengayunkan tangannya.

Dalam hitungan detik, tubuh gadis itu akhirnya terkulai dan jatuh menimpanya.

Robarte menggendong gadis itu dalam pelukannya, mengusap bagian belakang kepala gadis itu, seolah gadis itu masih hidup dan hanya jatuh pingsan hingga tertidur,

"Begitu tenang dan menyenangkan," bisik Robarte pada dirinya sendiri dengan senyuman di wajah pria itu yang tampak damai.

Melangkah keluar dari kamarnya, pria itu bertemu dengan pelayan rumah yang datang menemuinya,

"Ada mayat seorang gadis di kamarku."

"Apa yang ingin Anda lakukan dengannya, Tuan?" tanya pelayan yang menundukkan kepalanya.

"Bawa dia keluar saat tengah malam dan lempar dia ke dalam danau tulang. Pastikan tidak ada yang melihatmu."

"Ya, Tuan Robarte."

Young Master Damien's Pet (Bagian 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang