Epilog

3.2K 177 16
                                    

Happy Reading 🌸🍂

Malam ini cuaca sangat dingin, disebabkan hujan turun, beberapa orang suka dengan hujan, mereka suka karena katanya suara hujan itu menenangkan, menentramkan.
Ada yang suka hujan karena katanya dibawah rintikan hujan, ia bisa menangis sepuasnya tanpa diketahui oleh siapapun.
Ada yang suka hujan karena hujan itu membawa kebaikan, menghidupkan tanaman yang sudah mati, menyegarkan pepohonan yang sudah layu, ataupun menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan baru.
Ada yang suka hujan karena dengan hujan mereka bisa mencium aroma tanah yang berbeda yang tidak seperti biasanya.

Di dalam kamar, yang hanya menyisakan nyala lampu redup, Zidan dan Zahira duduk berhadapan di tepi kasur. Berbincang hangat sambil memandangi jendela yang basah karena guyuran hujan juga dengan sesekali saling menatap.

Hujan yang sedari tadi turun sudah sejak tadi sore tampaknya masih belum memperlihatkan tanda-tanda akan reda. Salah satu hal yang paling menyenangkan ketika hujan turun adalah makan-makanan hangat sambil memakai jaket ataupun sweater, ataupun tidur ditutup dengan selimut tebal. Dan, ya, setelah melaksanakan sholat isya' berjamaah, Zidan memutuskan untuk tidur lebih dulu dari Zahira, pekerjaan yang lumayan banyak membuat Zidan sedikit kelelahan, sehingga sangat mudah baginya untuk tertidur.

Zahira dengan serius memperhatikan Zidan yang sedang tertidur, dia duduk di samping Zidan di tepi kasur, jemarinya meraba alis tebal hitam milik Zidan, lalu turun bergerak ke mata, hidungnya yang lumayan mancung melebihi Zahira membuat Zahira tersenyum sesaat, dan bibir tipis yang tertutup. Ini adalah kali pertama Zahira melakukannya, rasanya aneh tetapi dadanya bergetar, ia merasakan aliran cinta menyelinap dalam hatinya. Wajah yang sangat jarang sekali Zahira perhatikan secara detail, wajah yang hampir tidak pernah Zahira pandang dengan waktu yang lama, kini Zahira melakukannya, bahkan menyentuh wajahnya.

"Zahira ?." Tangan kanan Zahira mengelus pipi Zidan membuat Zidan terbangun.

"Iya, Mas Zidan ?." Dengan segera Zahira menjauhkan tangannya dari pipi Zidan, berharap Zidan tidak menyadari apa yang telah di lakukannya sejak tadi.

"Kalau mau pegang, pegang aja, gapapa, nggak dosa kok, kan sudah halal." Zidan bangun dari posisi tidurnya, kemudian meletakkan kedua tangan Zahira ke pipi kiri dan kanannya. Zidan tersenyum, sedangkan Zahira merasa canggung, malu, pipinya memerah. Zahira menunduk.

"Kamu lucu kalau malu-malu gitu." Tangannya mengangkat dagu Zahira sambil tertawa kecil.

"Mas Zidan ih. Nggak lucu ! Tadi Zahira nggak sengaja, ada nyamuk di pipi Mas Zidan, jadi nggak usah geer." Alibi Zahira.

"Nggak usah ngeles gitu, kamu nggak pandai berbohong, kamu kira aku nggak ngerasa kalau kamu pegang ?." Kata Zidan.

"Skakmat." Batin Zahira.

"Terpesona ya sama ketampanan suamimu ini ?." Kata Zidan sambil menaik turunkan alisnya sebelah.

"Idih." Kata Zahira spontan.

"Nggak usah di tutup tutupi gitu, jujur nggak dosa kok." Rayu Zidan lagi.

Zidan memang paling pandai membuat Zahira mati kutu kalau soal merayu.

"Mas Zidan ?."

"Iya, Zahira, sayang ?." Penambahan kata sayang di akhir kalimat Zidan membuat Zahira geli, tapi jujur, Zahira senang mendengar panggilan itu dari Zidan.

"Terimakasih, sudah menjadi imam yang baik buat Zahira." Matanya menatap mata teduh milik Zidan.

"Itu sudah menjadi kewajiban saya untuk menjadi sebaik-baiknya imam untukmu. Melakukan apapun yang bisa saya lakukan, sebaik mungkin, hanya untuk kamu. Sumpah yang telah saya ikrarkan waktu menikahimu, sebuah janji yang harus terus saya ingat, janji untuk setia, menjaga, membahagiakan, bertanggung jawab, menerima, selalu ada dikala suka dan duka, itu artinya kamu adalah janji yang akan selalu saya usahan untuk terus saya tepati. Bentuk janji saya kepada Tuhan untuk terus menyayangimu dengan segenap cinta kasih, dengan segenap jiwa raga dan hati saya." Kedua tangannya menggenggam tangan Zahira, hingga akhirnya mengecup punggung tangan Zahira.

"Sejak kapan jadi saya, biasanya aku ?."

"Nggak papa lah, sekali-kali, khusus malam ini aja." Jawab Zidan serius.

"Biar apa kok gitu ?."

"Biar terkesan lebih berwibawa."

"Terus ?."

"Biar terkesan lebih romantis."

Zahira hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataan Zidan. Tapi apa yang Zidan katakan sepertinya memang benar.

"Zahira tahu Mas Zidan orang baik, tapi Zahira tidak pernah mengira kalau ternyata Mas Zidan sebaik ini, Zahira siapa sih bisa beruntung banget dimiliki Mas Zidan, Terimakasih sudah selalu bikin Zahira merasa di sayangi lebih dari cukup, Zahira merasa Zahira tidak pantas buat mendapatkan ini semua, tapi terimakasih Mas Zidan, terimakasih banyak. Zahira nggak bisa ngebayangin gimana hari-hari Zahira kalau tanpa Mas Zidan, maka dari itu, tolong, jangan pernah tinggalkan Zahira, meskipun rasa bosan suatau saat pasti akan datang, tapi Zahira minta, kita jangan sampai kalah sama keadaan, Zahira harap kita bisa seperti ini sampai selamanya."

"Zahira, apa yang kamu harapkan, itu juga yang saya harapkan. Semoga kita sama-sama bisa saling menjaga pernikahan ini sampai nanti, sampai kita berjumpa lagi di jannahNya."

"Aamiin." Mengusapkan kedua telapaknya ke wajah.

"Saya sayang sama kamu." Ucap Zahira tiba-tiba dengan mengatakan kata saya, membuat Zidan kaget tapi lebih banyak bahagianya.

"Saya juga, bahkan lebih dulu dari kamu, rasa sayang saya melebihi rasa sayang kamu ke saya."

"Jika seseorang yang mengimami sholat mereka namakan imam sholat, maka izinkanlah aku menamai imam hati, untuk seseorang yang tidak hanya mengimami sholatku, tetapi menjadi imam untuk hidupku dan akhiratku."

Untuk sejenak mereka saling diam, keduanya saling pandang, Zidan memberanikan diri untuk menyentuh pipi Zahira dengan kedua telapak tangannya yang hangat, sedangkan Zahira juga memberanikan diri untuk melingkarkan tangannya ke leher Zidan, keduanya saling tersenyum, hingga tanpa mereka sadari bahwa wajah mereka sekarang saling berdekatan, deru nafas keduanya terdengar di telinga masing-masing, kini jarak wajah diantara mereka hanya beberapa inchi saja, Zidan memiringkan wajahnya, kedua mata mereka memejam, mereka berciuman, untaian syukur terucap dalam hati masing-masing, bersyukur atas bentuk kebaikan Tuhan karena telah mengirimkan pasangan yang baik, sepoi-sepoi angin menerpa wajah keduanya, suara gerimis hujan membuat mereka larut dalam ketenangan juga kebahagiaan. Malam ini menjadi malam paling bahagia untuk mereka berdua.

Pada akhirnya, hanya akan ada satu yang akan menjadi takdir hidupmu
Pemberhentian terakhir dalam proses pencarianmu
Entah orang yang selalu kau do'akan dengan penuh pengharapan
Ataupun orang yang selalu mendo'akanmu dengan tulus
Berkeyakinan penuh tanpa putus-putus
Atau justru orang yang sangat baru dalam hidupmu,
Kau tak mengenalnya dalam-dalam dan dia pun juga demikian
Pada akhirnya, yang sungguh-sungguh akan terlihat semakin jelas
Yang hanya main-main juga akan tandas
Memilih untuk menunggu atau menjemput hanya soal keberanian
Jika memilih untuk menunggu, maka bersabarlah dengan kesabaran yang baik
Jika memilih untuk menjemput, maka jemputlah dengan keseriusan yang baik.
- Zahira Azzahra

T A M A T.

_________

Alhamdulillah, cerita Imam Hati akhirnya bisa Tamat, sebenarnya rada berat mengatakan Tamat, karena jujur, ini cerita pertama Vivin, dan Vivin sayang sama semua karakter yang ada di dalam cerita ini, jadinya nggak pengen cepet berakhir, (cielah, wkwkwk).

Kalian mau tahu nggak gimana perasaan Vivin sekarang ? Meskipun nggak mau tahu, tapi Vivin tetap mau ngasih tahu, maksa, wkwwk.

Jadi rasanya itu Lega, karena sudah mampu menyelesaikan apa yang telah dimulai.

Oh iya, berhubung Imam Hati tamat, Kita ketemu di peron sebelah ya, judulnya Memo Rasa dan SADRAH, sudah ada beberapa part, jadi bolehlah mampir 😁

Boleh follow akun WP ini agar tahu info mengenai cerita cerita Vivin yang lain, atau follow ig @vivin_sindi , :))


Jadikan Al Qur'an bacaan number one.

Dengan cinta,

Vivin

Imam Hati ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang