Terimakasih...
Untuk sabarmu yang tak henti-henti, meski sifat dan sikapku seringkali membuatmu sakit hati.Setelah bernegosiasi dengan anak-
anak tersebut dan telah tercapai kata sepakat, maka sesuai kata Zain mereka akan berkeliling tempat ini. Zain menunjukkan bangunan-bangunan apa saja yang terdapat dalam panti tersebut. Terdapat Musholla, tempat anak-anak untuk menunaikan ibadah sholat juga mengaji. Ada tempat semacam padepokan, digunakan untuk kreativitas anak-anak seperti sanggar tari, drama, belajar dan lain-lain. Suasana yang tercipta sangat menenangkan, terlebih lagi banyak tanaman dan pepohanan membuat tempat ini terkesan rindang. Mereka berjalan menuju taman yang berada didepan Musholla."Kak Zain sering kesini?" Tanya Zahira membuka pembicaraan.
"Hhmm, alhamdulillah." Jawab Zain
Suasana hening untuk beberapa saat."Kamu tahu Zahira, anak-anak tadi mengajarkan saya tentang rasa sabar, ikhlas, bersyukur, dan masih banyak yang lain. Semangat mereka dalam melawan penyakitnya sangatlah luar biasa."
"Sakit?" "
"Sakit kanker."
"Kanker?." Tanya Zahira tak percaya.
"Iya benar, di usia mereka yang masih sangat muda, mereka sudah harus berjuang. Sebagian masih ada yang dijenguk orang tuanya, sebagian lagi tidak memilki orang tua karena rata-rata dari mereka berasal dari jalanan, ada juga orang tua yang sengaja menitipkan anaknya disini dengan alasan tidak mau merawat anak yang penyakitan." Zain menceritakan fakta yang terjadi.
"Astagfirullah. Bagaimana mungkin ada orang tua yang tega meninggalkan anaknya dengan kondisi seperti ini, orang tua yang seharusnya menjadi sosok terbaik dalam menguatkan dan paling menyayangi, bagaimana bisa menjadi sosok paling pembuat sedih dan pecipta keputus asaan." Zahira turut sedih atas apa yang terjadi.
"Faktanya memang seperti itu Zahira." Kata Zain lagi.
Jujur, ini pertama kalinya Zahira berkunjung ke panti asuhan. Semanjak terpisah jarak dengan Zulfa, Zahira memang tidak pernah keluar rumah ataupun pergi-pergi hangout misalnya, ia hanya pergi ke kampus dan ketika mendapat undangan perfom puisi saja, hidupnya monoton. Tapi bagi Zahira, dengan puisi dia bisa melihat dunia lebih luas dari sekedar apa yang dibayangkan. Dengan berpuisi, Zahira bisa berimajinasi tinggi, berkhayal luas menerobos pikirannya tanpa batas. Dilihatnya dunia dengan membaca.
"Itulah sebabnya, mereka butuh kita sebagai penyemangat, pun sebaliknya, kita butuh mereka sebagai pengingat agar tidak lupa bersyukur." Tutur Zain.
Melihat Zain tersenyum, Zahira juga turut tersenyum. Sepertinya senyuman Zain mempunyai magnet tersendiri, sehingga siapapun yang sedang berada disampingnya pasti akan ikut merasakan betapa tulus senyum yang terukir di bibirnya. Sisi baik lain Zain yang baru terungkap, mampu membuat Zahira merasa penasaran sebegitu dalam.
Setelah perbincangan singkat, mereka kembali menemui anak-anak tadi.
"Assalamu'alaikum adek-adek." Kata Zain sambil berjongkok menyesuaikan tinggi badan anak yang dipegangnya.
"Wa'alaikumsalam Kak Zain." Jawab mereka.
"Siapa yang mau main di taman?." Tanya Zain sambil mengangkat tangannya.
"Sayaa.." Jawab mereka sambil ikut mengangkat tangan menirukan Zain.
"Ayo kak ayo." Kata salah satu anak sambil menarik tangan Zain dengan semangat.
Mereka beramai-ramai menuju taman yang tadi sempat Zahira dan Zain lewati. Cuacanya cukup mendukung, tidak panas juga tidak hujan. Sepoi-sepoi angin dari pepohonan menambah kesan menenangkan. Beberapa permainan seperti kejar-kejaran, petak umpet, pohon kelinci, dan lain sebagainya di mainkan oleh anak-anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Hati ✔️ (Part Lengkap)
Storie d'amoreDihadapanmu aku lebih suka diam dan tidak banyak berkutik. Hanya saja dihadapan Tuhan, pada sujud terakhir di sepertiga malam, aku terus menceritakan nama yang entah hatinya untuk siapa, Berbisik hingga berisik mungkin membuat Tuhan terusik. Sebaga...