02. Cerita Di Masa Lalu

4.3K 278 3
                                    


Masa lalumu yang pahit bukan untuk terus diingat bukan pula untuk terus direnungi sebagai kesedihan diri.
Masa lalumu yang pahit sebagai pembelajaran diri menuju pribadi yang lebih baik lagi.

Setibanya di kelas. Masih belum banyak mahasiswa yang datang, sepertinya dosennya datang terlambat. Sudah setengah jam Zahira menunggu kedatangan dosen, tapi tetap tidak ada tanda-tanda kumunculannya. Untuk mengurangi rasa bosannya, Zahira berniat mengambil ponsel beserta headset dalam tasnya, memutar murotal dari Muhammad Thaha, tapi entah bagaimana bisa Zahira menemukan buku diary yang dia tulis 2 tahun silam. Diarynya sudah usang, sudah ada bagian yang robek, kertasnya sudah berwarna sedikit kecoklatan. Zahira membacanya lagi, mencermati lagi.

Dibukanya lembar pertama:
"Dear Kamu"
Seperti kebiasaanku, aku tidak akan jenuh menulis namamu dalam buku diaryku. Penuh, hingga berganti lembaran baru dan semua cerita masih tentang kamu. Tak akan bosan juga tak akan aku melawan. Aku tak akan memaksa kepadamu yang tak punya rasa, mencoba melupa menjadi hal lumrah dan biasa. Tapi seseorang juga punya batas lelah dalam mencinta dan aku harap lelah menghampiriku dengan segera.
-Zahira-

Lembar kedua:
"Dear Bosan"
Ku pernah mencintai terlalu dalam. Hingga ku rasa kecewanya juga sangat mendalam. Kau memang penyebab rindu dari segala rasa sepiku, sebelum kau menjadi penyebab luka yang teramat sendu. Semestinya aku bisa merangkai sajak kata tanpa jeda, tapi nyatanya bait aksaraku telah berlalu tanpa ragu. Sajak kataku telah berhenti meski aku belum mengakhiri. Mungkin saja penaku perlahan bosan, karena selalu namamu yang ku curhatkan.
-Zahira-

"Astaghfirullah." Zahira mengusap lembut wajahnya, dia sudah berjanji terhadap dirinya sendiri untuk tidak menaruh harap kepada manusia, berjanji untuk tidak lagi memikirkan cinta pertamanya, berjanji untuk mengakhiri perasaannya.

"Dulu Zahira kalau berdo'a :"Ya Allah pengen jadi kekasihnya dia saja, tidak mau yang lain, cukup dia saja", seakan menjadi seseorang paling tahu melebihi Allah bahwa memang dialah yang paling terbaik. Lambat laun Zahira merenung, bukankah perkara jodoh sudah tertulis di Lauh Mahfuz, bukankah perkara jodoh sudah dijamin oleh Allah. Lantas kenapa harus memikirkan sesuatu yang sudah dipastikan, sudah digariskan, sudah ditakdirkan, sudah ditetapkan. Kenapa tidak berdo'a yang lebih besar dari itu. "YA Allah pengen jadi kekasihMu, kekasih Nabi Muhammad juga", misalnya." Zahira termenung, bermonolog dalam hatinya sendiri. Mengingat betapa Zahira sangat berusaha untuk tidak lagi mengingat apalagi mendo'akannya.

"Assalamu'alaikum." Suara Ibu Dosen mengagetkan Zahira. Dengan buru-buru Zahira menutup buku diary dan memasukkannya kembali kedalam tas.

"Wa'alaikusalam Bu." Jawab mahasiswa serentak.

Kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, dosen menyampaikan materi dengan baik, mahasiswa juga mendengarkan dengan baik, atau mungkin disebabkan karena perasaan takut mereka terhadap dosen yang mendapat julukan dosen killer dari kalangan mahasiswa lain. Apapun itu, kali ini suasananya benar-benar kondusif.

"Cukup sekian materi hari ini, jangan lupa di pelajari halaman 09 sampai halaman 29. Minggu depan kita tes tulis. Paham?" Perintah Bu Dosen.

"Jangan lah Bu."

"Alaa Bu."

"Saya belum siap Bu kalau tes tulis."

"Nanti soalnya yang mudah-mudah saja ya Bu?"

Keluh mahasiswa dengan berbagai celotehan yang mereka lontarkan.

Imam Hati ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang