27. Kejujuran

1K 103 4
                                    

Lebih baik memperbaiki keadaan yang sudah terjadi daripada terus mengelak akhirnya semakin memperkeruh suasana, berdamai dengan ketetapan yang sudah digariskan Tuhan akan jauh lebih menenangkan.

Setiap hari selepas pulang kuliah, Zahira datang ke rumah sakit untuk menjenguk Zain juga Zakia. Tak lupa do'a - do'a selalu terpanjat untuk kesembuhan keduanya.

"Gelap, aku tidak bisa melihat apapun." Zakia histeris. Setelah 3 hari tak sadarkan diri, akhirnya Zakia tersadar, kondisinya sudah mulai membaik.

"Tenang Zakia, ada Zahira disni disamping kamu. Ada Ummi Retno, Ummi Ziya, Pak Hamzah." Tutur Zahira.

"Kenapa dengan mataku?" Tangannya meraba kedua matanya.

"Mbak habis kecelakaan, ada kerusakan pada mata mbak." Terang Dokter memberi pengertian.

"Saya buta dokter? Saya buta? Tidak Dok, tidak mungkin." Menggeleng-gelengkan kepala, tangis dari matanya pecah. Zahira memeluk Zakia dengan erat berusaha menguatkan.

"Tenanglah nak Zakia, nak Zakia bisa kembali melihat. Kita operasi mata nanti ya." Kata Pak Hamzah berusaha memberi semangat.

Zakia yang terus histeris dan tidak berhenti menangis memaksa Dokter untuk menyuntikkan obat bius kedalam tubuh Zakia dan membuatnya kembali tidak sadarkan diri.

Disisi lain, Zain belum memberi tanda-tanda bahwa dia akan terbangun dari komanya, tidak ada perubahan apapun sejak kemarin lusa.

"Bukankah Kak Zain menginginkan pertemuan dengan Zahira? Zahira sudah disini, tolong bangunlah." Kata hati Zahira

"Zain, bangunlah nak." Ummi Retno tak kuasa menahan air matanya.

Orang tua Zain memutuskan untuk menunaikan jama'ah sholat dhuha di Masjid Rumah Sakit yang di ikuti oleh Zahira, Zidan dan Ummi Ziya. Memohon kepada Dzat yang Maha Membantu atas semua ujian yang menimpa setiap manusia.
Setelah sholat dhuha berjama'ah selesai, Zahira, Ummi Retno, Pak Hamzah dan Ummi Ziya berniat untuk kembali ke ruangan tempat dimana Zain dan Zakia dirawat.

"Zahira, ada sesuatu hal yang harus kubicarakan kepadamu." Zahira menghentikan langkah kakinya ketika Zidan melontarkan kata-kata yang ditujukan kepadanya.

"Ada apa?" Membalikkan badan kearah sumber suara.

"Kita ke taman Rumah Sakit, nanti aku jelaskan disana."

"Baiklah." Terjalin kesepakatan diantara keduanya.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Setelahnya keduanya duduk dibangku panjang taman Rumah Sakit, Zahira memulai pembicaraan.

"Entah ini waktu yang tepat atau tidak. Tapi kalau kamu tahu lebih awal, maka itu lebih baik."

"Tentang?"

"Tentang aku dan Zain." Setelah nama Zain terdengar, Zahira merasa bahwa ini hal yang sangat penting.

"Maksudnya? Jangan berbelit-belit seperti ini." Desak Zahira.

"Sebenarnya, aku dan Zain bersaudara." Hal yang ditutup-tutupi sejak awal pertama kali berkenalan dengan Zahira akhirnya terbongkar. Lebih tepatnya dibongkar.

"Maksudnya?" Membuat Zahira semakin tidak mengerti.

"Aku dan Zain adalah saudara. Ceritanya sangat panjang, singkatnya, Abi ternyata menikah sirih tanpa sepengetahuan Ummi, selang beberapa hari ketika aku lahir, Abi memperkenalkan istri sirih Abi yaitu Ummi Retno yang ternyata juga baru melahirkan seorang putra yang bernama Zain. Itu berarti, Abi menikah sirih dengan Ummi Retno tidak jauh setelah Abi menikah dengan Ummiku. Aku tahu ini mungkin sangat mengagetkan bagimu, tapi aku juga tahu kalau dalam hatimu kamu mempunyai pertanyaan yang tidak bisa kamu tanyakan tentang kenapa aku dan Ummiku setiap hari datang untuk menjenguk Zain." Zain menceritakan semua rahasia keluarganya kepada Zahira.

Zahira terdiam untuk beberapa saat. Jujur Zahira terkejut denganfakta yang baru saja terungkap.

"Lantas, bagaimana respon Ummi kamu setelah mengetahui semuanya? Tentang Pak Hamzah yang menikah lagi?" Tanya Zahira.

"Ummiku sedih dan marah, tidak ada seorang perempuan yang tidak kecewa dengan sebuah penghianatan. Tapi marahnya Ummi hanya sesaat, hatinya luluh ketika melihat seorang bayi mungil yang sedang tertidur dalam gendongan Ibunya. Butuh waktu 1 bulan untuk Ummi memutuskan semuanya."

"Apa yang Tante Ziya putuskan? Menerima kehadiran Tante Retno beserta putranya?"

"Iya, Ummiku menerima kehadiran mereka. Semua sudah terjadi, tidak ada gunanya jika terus disesali. Lebih baik memperbaiki keadaan yang sudah terjadi daripada terus mengelak akhirnya semakin memperkeruh suasana, berdamai dengan ketetapan yang sudah digariskan Tuhan akan jauh lebih menenangkan. Disisi lain, kamu juga akan punya saudara punya teman bermain dan Ibu lain yang akan menyayangi kamu sama seperti Ummi menyayangi kamu dan apa yang Ummi inginkan itu terwujud. Tante Retno menyayangi kamu bahkan melebihi anaknya sendiri. Begitu kata Ummiku ketika aku meminta penjelasan tentang semuanya."

"Ummi kamu hebat Zidan."

"Aku menceritakan semuanya kepadamu bukan bermaksud untuk mengubah pandangan baikmu tentang keluargaku, terlebih terhadap Ummi Retno dan Zain, sama sekali tidak. Kamu tahukan, poligami itu tidak berdosa, menjadi istri kedua juga tidak berdosa asal dapat persetujuan dari istri pertama dan menjadi anak dari istri kedua juga bukan sebuah kesalahan. Jadi tidak perlu ada penghakiman apalagi pandangan buruk tehadap Ummi Retno dan Zain. Mereka sah keluargaku, aku senang punya Ummi seperti Ummiku, aku juga senang punya Ummi seperti Ummi Retno dan saudara seperti Zain. Hanya saja identitas bahwa kami adalah saudara tidak pernah terungkap secara terang-terangan."

"Kamu tenang saja, Zahira bukan tipe manusia yang suka menghakimi manusia lain dan kamu benar, tidak ada yang perlu dihakimi. Buktinya keluarga kalian rukun dan tenteram. Pandangan Zahira mengenai Tante Retno dan Kak Zain juga tidak akan berubah, Zahira tetap akan menikah dengannya."

"Syukurlah. Waktu itu Zain bilang ingin menceritakan semuanya kepadamu sebelum hari pernikahan kalian tiba, tapi kondisi Zain masih belum sadarkan diri, jadi aku berpikir biar aku yang mewakilkan." Zidan bernafas lega.

"Zahira mengerti dan paham, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Eh tunggu sebentar, kamu lebih tua dari Zahira? Sepantaran dengan Kak Zain, berarti Zahira harus memanggilmu Kak Zidan?" Tertawa tak percaya. Zidan juga turut tertawa mendengar perkataan Zahira.

"Senyamanmu saja, tidak pakai embel-embel Kak juga tidak apa-apa."

"Nanti kesannya malah tidak sopan. Baiklah, mulai sekarang Zahira akan belajar memanggilmu Kak Zidan." Kepala Zahira manggut-manggut.

"Kalau itu mau kamu ya sudah silahkan saja, aku tidak memaksa."

"Lagian kamu, eh Kak Zidan maksudanya, kenapa tidak pernah bilang kalau sepantaran dengan Kak Zain?"

"Untuk apa aku harus menceritakan kalau kamu saja tidak pernah bertanya?" Jawab Zidan santai.

"Hehehe, maaf." Rasa bersalah menyelimuti hati Zahira.

"Ya sudahlah tidak perlu berdebat, hanya karena sebuah nama panggilan."

Drrttt. Ada pesan masuk di ponsel Zidan.

"Zakia sudah sadar dari biusnya, pesan dari Ummi." Mengatakan kepada Zahira tentang pesan masuk yang diterimanya.

"Ayo menemui Zakia." Bergegas menuju ruangan.

Zakia terlihat sudah lebih tenang dari sebelumnya, tangisannya juga tidak sekeras sebelumnya. Tangan Ummi Ziya menggenggam kedua tangan Zakia. Sepertinya nasihat semangat sudah mampu diserap oleh Zakia meski hanya sedikit. Zakia juga sudah mau makan, meski harus dibujuk secara berkala terus menerus. Kemajuan yang signifikan.

_____________________

See u di next chapter ya temen-temen.
Terimakasih sudah membaca sejauh ini. Oh iya, jangan lupa vote dan comment biar vivin semangat ngelanjutin cerita Imam Hati ini. 😅

Jadikan al quran bacaan number one.

Salam Hangat,

Vivin

Imam Hati ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang