45. Perjumpaan

1.4K 111 10
                                    

☘☘☘☘

Aku tidak bisa berjanji untuk selalu membuatnya tertawa, tapi akan selalu aku usahakan untuk tidak membuatnya terluka. Aku juga tidak bisa berjanji bahwa dia akan selalu aman, tetapi akan aku usahakan untuk selalu melindungi dan menjaganya, setiap saat.

☘☘☘☘

Pagi ini, Zahira sudah mulai kembali aktif berkuliah, bagaimanapun gelar S1 harus bisa ia capai. Menyelesaikan apa yang telah dimulai adalah sebuah prinsip yang Zahira pegang sejak dahulu bahkan sampai sekarang setelah menikah. Semua masih tetap sama, hanya saja yang membedakan adalah kini Zahira sudah jarang sekali menerima tawaran untuk off air berpuisi, bahkan mading kampus juga sudah tidak terisi puisi karya Zahira, padahal Zidan tidak pernah melarangnya untuk terus berkarya, Zidan tahu, berpuisi adalah hobi Zahira, kesukaan Zahira, bukankah apa-apa yang Zahira suka Zidan juga harus suka, begitulah psrinsip hidup Zidan untuk Zahira. Tapi Zahira ingin fokus pada keluarganya, terkhusus pada kesembuhan abinya, yang Zahira sendiri belum tahu bagaimana kondisi abinya saat ini.

"Zahira, darimana aja, baru kelihatan batang hidungnya sekarang." Izmi mendekatkan kursih duduknya ke arah Zahira. Zahira yang baru duduk merasa bingung harus menjawab apa.

"Kok diam saja sih Zahira."

"Iya Izmi, maaf, Zahira habis ada urusan beberapa minggu yang lalu."

"Urusan apa ?."

"Biasa, masalah keluarga." Zahira terkekeh mendengar jawabannya sendiri.

"Hilih, gaya banget sekarang yang sudah punya suami." Izmi ikut terkekeh.

"Apasih Izmi ?." Jawab Zahira tersipu malu.

"Selamat pagi." Suara dosen menghentikan perbincangan mereka berdua.

Sesampainya dirumah, Zahira mendapati ada seseorang yang sepertinya Zahira sangat mengenal sosok orang tersebut. Dan ketika ia memalingkan wajah, Zahira langsung memeluknya.

"Abi ... Zahira kangen banget sama Abi. Kabar Abi gimana ? Baik-baik saja kan? Abi sudah sehat ? Abi tadi pulang sama siapa ? Dijemput Mas Zidan ?." Pertanyaan Zahira yang panjang seperti rel kereta api membuat Pak Ridwan menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa kecil.

"Zahira, satu persatu kalau nanya." Protes Zidan dengan nada lembutnya.

"Iya Mas Zidan maaf."

"Abi alhamdulillah sudah sehat, sudah sembuh atas izin Allah dan juga berkat do'a Zahira sama nak Zidan. Terimakasih banyak ya." Memeluk Zahira dan Zidan secara bersamaan.

"Zahira seneng banget Abi bisa kembali lagi kerumah, Abi tahu ? Betapa Zahira khawatir sekali ketika tahu bahwa Abi sedang sakit ?." Zahira tidak bisa lagi membendung air matanya.

"Maafkan Abi, Zahira, Abi hanya tidak ingin Zahira khawatir dan semakin cemas kalau Zahira tahu kondisi Abi."

Pak Ridwan menceritakan bagaimana dirinya ketika menjalani perawatan di Singapura, mulai dari dokter dan perawat yang merawatnya disana, tentang do'a yang selalu Pak Ridwan ucapkan agar diberi kesembuhan, bagaimana rasa semangat selalu di hadirkannya dalam proses pemulihan, dan lain sebagainya. Zahira, Zidan dan Bi Inah turut mendengarkan penuh harus, mendengar cerita Pak Ridwan, Zahira tidak lagi membendung air matanya. Haru bercampur syukur karena sekarang Pak Ridwan sudah sembuh menjadi hal yang tidak bisa Zahira ungkapkan dengan kata-kata.

"Abi tahu, kalau nak Zidan selalu memantau Abi, Abi tahu dari suster. Tiga kali sehari. Benar kan nak Zidan ? Abi sangat beruntung sekali punya menantu seperti nak Zidan." Memeluk Zidan dengan pelukan hangat.

Imam Hati ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang