Koridor sekolah telah sepi, seluruh siswa dan siswi telah berada didalam kelasnya masing-masing. Seperti halnya dengan Sinta, ia sedang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan sebuah materi pelajaran.
Hingga salah seorang guru mendatangi kelas Sinta, dan menyuruh Sinta untuk segera menemui kepala sekolah.
Sinta bingung, apakah ia berbuat sesuatu kesalahan? Dia terus memikirkan tentang itu. Sinta berjalan dibelakang guru yang tadi memanggilnya.
Sesampainya diruang kepala sekolah, Sinta melihat seorang siswa—yang tidak pernah lihat sebelumnya disekolah ini. Murid baru kah? Tetapi ia tidak seperti murid baru.
“Jadi begini....” ucap kepala sekolah panjang lebar. “Dan ini, Alvaro. Dia yang akan menemani kamu di sana.” lanjutnya memperkenalkan Siswa itu.
“Kenapa harus saya? Masih ada orang lain yang jauh diatas saya.”
“Saya tahu, tapi hanya kamu dan Alvaro yang bisa memahami pelajaran dengan cepat.” jelas kepala sekolah.
“Tapi, pak—”
“Bapak mohon ke kamu, kita gak punya banyak waktu lagi, kamu mau ya?”
Sinta menghembuskan nafasnya. “Baik,” ucap Sinta singkat. “Kapan hari itu tiba?”
Kepala sekolah tersenyum dan menjawab pertanyaan Sinta.
o0o
“Gue kayaknya gak pernah liat lo deh.”
“Gue emang jarang berinteraksi dengan orang. Gue lebih suka berada diperpustakaan bersama buku-buku.” ucap Alvaro. “Sampe orang-orang menyebut gue penunggu perpustakaan.” siswa berkaca mata itu, terkekeh pelan.
“Lo gak pernah denger kata itu?” tanyanya.
Sinta menggeleng, “Sama seperti lo, gue jarang berinteraksi dan gue juga gak terlalu peduli dengan sekitar.”
“Ternyata kita punya kesamaan ya?”
“Ho'oh, cocok dah kita.” Mereka tertawa bersama.
Mereka terus berjalan bersama, hingga berhenti dipertigaan koridor sekolah yang menuju antara kantin dan perpustakaan.
“Lo gak ke kantin? Lima menit lagi bel istirahat loh. Kantin yuk,” ajak Sinta.
“Gue kurang suka dengan keramaian.”
“Ish, kudu dibiasain. Kalo di sana bakal lebih ramai.”
“Yaudah, oke.”
Dan di sinilah mereka sekarang, di kantin. Dengan berbagai makanan di atas meja.
“Makan gak usah malu-malu.” suruh Sinta yang dibales dengan anggukan sebagai jawaban. “Sebenernya gue tuh gak biasanya sok akrab gitu sama orang yang baru dikenal terlebih lagi kalo itu cowok. Cuma karena kita bakal jadi partner jadi ya kudu dibiasain biar akrab.” curhat Sinta.
“Gue juga, gak biasanya gue banyak bacot kayak gini.”
Sinta tersenyum menanggapi.
“Woi! Lo malah enak-enakan dikantin ya. Mana udah makan duluan lagi.” ucap Adrian yang baru saja tiba dikantin bersama Amel.
Adrian duduk samping Sinta, dan menenggak minuman yang ada diatas meja. Sinta hanya memperhatikan Adrian. Hingga Minuman tinggal setengah. “Lo minum, lo yang bayar semuanya.”
Adrian tersedak, ia mengelap mulutnya yang basah. “Kok jadi gue sih.” ucapnya tidak terima.
Sinta mengangkat bahunya tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly (END)
JugendliteraturSinta Bella Puspita. Banyak orang yang mengenalnya karena kejelekkan wajahnya. Jerawat banyak bermuculan di sekitar wajahnya. Ia tidak terganggu dengan adanya jerawat di wajahnya. Cuek dan jutek. Kedua sifat tersebut merupakan sifatnya. Ia sangat cu...