Seperti yang di ucapkan Rama pada Ganendra, dan disinilah mereka berdua berada, di sebuah restoran. Sebelumnya mereka pergi ke rumah Rama dahulu untuk mengganti baju seragam Rama dengan baju yang lebih santai. Namun Rian menghalanginya agar Sinta membantu Rian belajar. Dan jadilah mereka pergi beberapa jam lebih telat dari waktu yang sudah Rama rencanakan. Padahal niat Rama agar dirinya punya banyak waktu dengan Sinta.
Dan hal itu harus gagal karena adiknya yang selalu memonopoli Sinta dengan berbagai alasan. Sinta juga tidak ada niat sama sekali untuk menolak ajakan adiknya.
Rama menggeser piring yang di atasnya terdapat daging panggang. Ia juga telah memotong daging tersebut menjadi kecil-kecil agar memudahkan Sinta untuk memakannya.
“Di makan dulu,” suruh Rama ketika Sinta sedang sibuk dengan handphone nya. Merasa tidak ada respon dari Sinta, Rama pun menarik handphone milik Sinta dan menyimpannya di kantong jaket yang sedang dikenakan.
Sorot mata Sinta menunjukkan kekesalan karena handphone nya direbut secara biasa. Ia mendengus dan membuang muka ke arah samping.
Tawa kecil terdengar dari mulut Rama. “Udah, jangan ngambek. Ini di makan dulu.” Rama mengambil garpu dan menancapkan garpu itu pada daging panggang yang telah dirinya potong menjadi kecil. Kemudian ia mengarahkan garpunya didepan mulut Sinta. “Ayo di makan,”
“Gue bisa sendiri.” ucap Sinta. Ia mengambil garpu yang dipegang Rama dan memakan daging itu.
Sinta memakan daging tersebut tanpa melihat ke arah Rama yang terus menerus menatap dirinya. Ia sedang marah sama Rama! Malas jika harus berbicara dengan Rama.
Suara dering handphone Rama terdengar, ia pun memberhentikan makannya. Rama menunduk untuk melihat orang yang menelponnya.
Karena rasa penasaran, Sinta mengirip handphone Rama untuk melihat orang yang menghubungi Rama. Sinta mendengus, “Angkat aja,” ujarnya dengan ketus. Ia menusuk daging yang ada diatas piring, dan menggigit daging itu dengan kesal.
Rama mengangkat kepalanya dan melihat Sinta yang terlihat sangat kesal. Rama terkekeh sejenak, sebelum mengangkat panggilan itu.
“Halo,”
“Iya, lo ada dimana? Gue mau minta tolong lo buat nganterin gue, boleh? Ada sesuatu yang harus gue beli.”
Rama melihat Sinta yang sedang memperhatikan suasana restoran. Ia tidak tahu harus apa. Jika ia menerima permintaan Valerine, Sinta bakal marah kepadamu dan pasti akan langsung meminta untuk mengakhiri hubungan yang baru saja diperbaiki. “Ah, gue gak bisa. Ini gue juga lagi keluar sama Sinta. Lo bisa pake taksi kan? Atau gue suruh temen gue buat nganter lo?”
“Gak jadi deh.” sambungan di akhiri oleh Valerine. Rama mengernyit alisnya, nada bicara Valerine sebelum mengakhiri telepon seperti berubah.
Ia pun kembali menyimpan teleponnya. Rama memperhatikan Sinta yang masih tidak mau menatapnya. “Sinta, hadap sini!”
Pura-pura tidak mendengarkan Rama. Sinta tetap dengan aktifitasnya sendiri.
“Lo kalo cemburu, ngomong dong. Jangan kek gini!”
“Siapa juga yang cemburu?!” bantah Sinta, tidak mau mengakui perasaanya.
Dasar gak mau ngaku, batin Rama. Ia tersenyum mengejek, “Oh enggak ya? Yaudah gue mau pergi ketemu Valerine aja.”
“Yaudah sana pergi! Nanti gampang gue minta di jemput sama Alvaro.”
“Anjing!” umpatnya. “Awas aja ya, sampe lo minta orang itu jemput lo!”
Tidak ada sahutan dari Sinta, ia hanya diam. Rama menghela nafasnya, jika bukan di depannya orang yang dia sayang pasti dia sudah pergi dari sini sejak tadi.
Melihat Sinta yang tidak mau berbicara dan terus membuang muka, Rama pun memegang tangan Sinta yang ada di atas meja. Hal itu membuat Sinta melirik ke arah Rama. “Gue minta maaf, kalo buat lo marah ya.”
“Hm,”
“Jangan marah-marah terus!”
“Iya,”
“Yaudah sebagai gantinya, lo mau kemana habis ini? Nanti gue bakal turutin.”
Mereka menghabiskan waktu bersama. Mendatangi tempat-tempat yang tentunya dipenuhi dengan jajanan. Mereka bersenang-senang selagi tidak ada yang mengganggunya.
Akhirnya mereka berdua pulang setelah Ganendra menghubungi Sinta terus, mengingatkan jika hari sudah semakin larut dan Sinta belum sampai dirumahnya.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly (END)
Ficção AdolescenteSinta Bella Puspita. Banyak orang yang mengenalnya karena kejelekkan wajahnya. Jerawat banyak bermuculan di sekitar wajahnya. Ia tidak terganggu dengan adanya jerawat di wajahnya. Cuek dan jutek. Kedua sifat tersebut merupakan sifatnya. Ia sangat cu...