Chapter 15

7K 466 8
                                        

“Sinta.”

Sinta mendongak, melihat siapa yang memanggilnya. Setelah tahu siapa yang memanggilnya, Sinta langsung kembali ke kegiatan awalnya—membaca novel.

“Sinta,”

Tampaknya orang itu tidak lelah untuk memanggil Sinta, sampai Sinta tidak mengabaikan nya. Sinta menatap tajam orang itu, saat ia mengambil novel yang sedang dibaca oleh Sinta.

“Balikin novel gue!”

“Enggak mau,”

“Balikin ga?!”

“Enggak,”

“Balikin!”

“Gak.”

“Rama!”

Sinta semakin menatap tajam Rama, wajahnya sudah berwarna merah padam. Sedangkan Rama, ia hanya menatap Sinta santai dengan menunjukan senyum menyebalkannya itu.

“Lo mau apa dari gue?” tanya Sinta akhirnya, Sinta berusaha sabar menghadapi manusia yang satu ini.

“Makan.”

Sinta membulatkan matanya. Tidak habis pikir dengan Rama, kalau dia lapar dia bisa pergi ke kantin dan membeli makanan di sana. Kenapa harus ke Sinta, Sinta kan tidak menjual makanan.

“Lo datang ke sini, cuma mau minta makan?”

Rama menggangguk polos.

“Wtf... Gue ga jualan loh, kenapa lo minta ke gue. Terus juga udah gue kasih bekal tadi pagi. Bekal yang gue kasih ke mana?”

Bel istirahat telah berbunyi beberapa waktu lalu. Sekarang, dikelas Sinta hanya ada Rama dan Sinta saja.

“Dimakan sama curut-curut gue.”

Sinta paham, bahkan sangat paham dengan apa yang dikatakan Rama. Sinta tahu siapa yang dimaksud oleh Rama.

“Kenapa dibolehin?”

“Kasian,”

Sinta menggelengkan kepalanya. “Mau makan kan? Balikin novel gue dulu.”

Mata Rama langsung berbinar bahagia. Rama memberikan novel itu kepada Sinta. “Makanannya mana?”

Sinta menatap Rama aneh. Tapi ia tidak peduli itu, yang terpenting Rama segera pergi dari kelas sebelum ada yang melihat dan membuat gosip tidak benar. Sinta mengambil kotak bekalnya. “Ini,” Sinta memberikan kotak bekalnya. “Udah sana pergi!”

Rama mengambil kotak bekal itu, dan tersenyum. “Makasih.” Rama mengecup pipi Sinta sekilas dan pergi dari kelas Sinta.

Sinta memegang pipinya yang tadi dikecup Rama. Sinta merasa Rama aneh hari ini. Setelah beberapa detik, Sinta mengangkat bahunya tidak peduli. Mungkin saja Rama sedang kerasukan setan, makanya dia bersikap aneh. Sinta melanjutkan membaca novelnya.

o0o

Rama duduk di salah satu kursi yang ada dikantin, ia mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu. Rama tidak sadar bahwa ia mengecup pipi Sinta. Rama refleks melakukan itu.

“Ternyata lo di sini? Gue kira, lo ada dikelasnya Sinta. Dan apa ini? Bekal lagi?”

Suara Pandu menyadarkan Rama dari pikirannya. Rama menatap Pandu, jengah. Bukan hanya Pandu, sahabat Rama yang lain juga mengikuti Pandu.

“Menurut lo?” tanya Rama.

“Dari siapa lagi kali ini?”

Rama menatap Pandu malas, ia tidak menjawab pertanyaan dari Pandu.

Reyhan menatap bekal yang ada ditangan Rama, ia menautkan alisnya merasa pernah melihat tempat bekal itu. “Ini kotak bekalnya Sinta kan? Soalnya gue pernah liat, Sinta bawa kotak bekal itu.”

“Iya, ini punya Sinta.”

“Bukannya bekal yang dari Sinta udah lo makan, ya? Terus ini? Ga mungkin kan Sinta kasih bekalnya ke lo.” ucap Pandu, bingung. Pandu merasa ada yang tidak beres dalam hal ini.

“Gue boong lah, gue bilang bekalnya udah dimakan lo semua.” ucap Rama, santai.

Sontak para sahabat Rama membulatkan matanya, mereka tidak terima dengan tuduhan yang bahkan tidak mereka lakukan.

“Gue ga makan.” ucap Raka.

“Gue juga,” ucap Reyhan.

“Apalagi gue. Gue minta sedikit aja, ga dikasih tuh.” ucap Pandu sedikit menyindir. Memang Rama tidak membolehkan sahabatnya untuk memakan bekal yang dikasih Sinta dengan alasan, Sinta memberikan kepada Rama bukan ke sahabatnya. Secara tidak langsung berarti itu milik Rama.

Rama membuka kotak bekal itu, dan memakannya. Rama tidak peduli dengan sahabatnya yang protes terhadap tuduhan yang Rama berikan. Sedikit egois memang.

“Oh, ya, ingat ya Ram. Kalo lo mau ngejalanin taruhan itu. Lebih baik lo jangan bawa-bawa nama gue dalam kebohongan lo itu.” ucap Raka dengan nada tegas.

“Gue ga melarang lo buat taruhan jadiin dia pacar lo. Tapi satu pesan gue, jangan sampai lebih dari batasannya. Jangan sampai apa yang di alami oleh Alena kejadian juga sama Sinta.” lanjut Raka.

Rama menatap Raka tidak terima. Rama masih punya akal, dia tidak akan melakukan seperti apa yang si brengsek itu lakukan terhadap Alena. “Gue tau batasannya.”

“Good.” Raka menepuk pelan bahu Rama.

Tanpa mereka ketahui, sedari tadi ada seseorang yang mendengarkan percakapan mereka. Seseorang itu adalah orang yang sama dengan orang yang mendengarkan percakapan mereka saat ada di rooftop. Seseorang itu menyeringai dan pergi dari tempat persembunyianya.

Bersambung...

120320
231220

The Ugly (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang