Chapter 39

3.7K 260 10
                                    

Pandu dan Reyhan sedang bermain play station di rumah Raka. Mereka berempat sedang berada dikediaman Raka, menghabiskan weekend mereka dengan bermain bersama.

Rama sedang duduk memperhatikan layar ponselnya, tanpa menghiraukan suara Pandu yang berisik. Sedangkan tuan rumah, ia sedang bermain game online di ponselnya seperti biasa.

“Keasikan sama tuh orang, jadi ga bales chat gue kan. Awas aja nanti.” gumam Rama menatap layar ponselnya.

Raka yang berada disampingnya, mengangkat alisnya. “Kenapa lo?” tanya Raka. Namun, matanya masih fokus pada layar ponselnya.

Rama menoleh ke arah samping. “Hm? Enggak, biasalah.” jawab Rama.

Rama kembali mengetik pesan kepada Sinta. Walaupun belum ada jawaban dari Sinta, ia tetap mengirim pesan.

Sinta

Sin,
Sinta.
Sinta.
Oi,
Bales woi,
Oh, keasikan sama tuh orang jadi abaiin gue.
Awas aja nanti.
Sinta.
Itu malah di read doang, kagak dibales.
Sinta.
Gue ke lo ya,

Iya?
Apa sih, Rama?
Gue sama Al itu lagi belajar.
Mau apa lo ke sini, ganggu aja.

Rama menatap tidak suka pada layar ponselnya, saat membaca chat balasan dari Sinta. Ganggu? What? Otak Rama tidak bisa berfikir positif. Rasa tidak suka muncul dalam diri Rama.

Cepat-cepat Rama mengetik setiap huruf untuk membalas pesan Sinta.

Gue ganggu?
Gue ke lo sekarang.
Tunggu, apa yang bakal gue lakuin ke lo.

Rama!
Mau apa sih?
Jangan aneh-aneh.

Rama hanya membaca pesan dari Sinta tanpa berniat untuk membalas. Rama beranjak dari duduknya, membenarkan pakaiannya sebentar.

“Gue cabut dulu,” ujarnya kepada ketiga sahabatnya.

“Mau kemana lo?” tanya Pandu yang masih asik bermain play station melawan Reyhan.

“Ngehukum panda gue.” jawabnya singkat.

“Huh?” tidak ada yang mengerti dengan kalimat Rama. Tapi apa peduli mereka, mungkin Rama sedang ada urusan penting. Mau nanya maksud dari perkataan Rama juga percuma, karena Rama sudah pergi setelah beberapa detik berucap seperti itu.

o0o

Terjadi keheningan di dalam rumah Sinta setelah kedatangan Rama. Suasana menjadi canggung, terlebih lagi ketika Rama terus menatap setiap pergerakan Sinta dan Alvaro. Namun, Sinta dan Alvaro berusaha menganggap seperti tidak ada Rama.

“Al, kalo yang ini artinya apa?” tanya Sinta, menunjuk ke kata yang tidak dia mengerti.

Alvaro mendekatkan badannya untuk melihat lebih jelas tulisan yang ditunjuk Sinta. “Oh ini, ini itu artinya—”

“Nempel terus, kayak perangko aja.” sindir Rama, ia menatap tidak suka kedekatan Alvaro dengan Sinta.

“Rama!” tegur Sinta.

“Artinya apa, Al?” Sinta mengulang kembali pertanyaan nya. Alvaro menjawab dan memberikan contoh kalimat dengan menggunakan kata yang tidak dimengerti Sinta.

Rama mendengus, “Gue masih di sini ya,” sahut Rama.

Alvaro dan Sinta, keduanya sama sekali tidak ada yang menyauti perkataan Rama. Agaknya mereka sudah tahu bagaimana sifat Rama.

“Terus aja, anggap gue ga ada di sini.”

Sinta menghela nafasnya, ia menoleh ke arah Rama dan menatap tajam. “Mau lo apa sih?”

Rama mengedikkan bahunya.

“Al, kita lanjut nanti aja ya, masih banyak waktu juga. Sekarang ada setan yang ganggu.” ucap Sinta dengan kata setan yang ditekankan untuk menyindir manusia yang ada di sebelahnya.

Alvaro mengangguk, ia membereskan buku-bukunya dan berpamit untuk pulang. Sinta mengantarkan Alvaro hingga sampai depan rumahnya.

Sinta menghela nafasnya ketika Alvaro sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya sekarang saatnya meladeni manusia yang ada di dalam.

Bahkan setelah berhasil mengusir Alvaro—secara tidak langsung—dari rumahnya, Rama masih sempat tersenyum lebar ke arah Sinta.

Sinta menatap sengit, “Mau apa lo ke sini sih?”

Rama menggelengkan kepalanya, “Pengen aja,”

Sinta berdecak, ia mengambil buku-buku yang tadi digunakan untuk belajar. Sinta berjalan ke arah kamarnya untuk menaruh buku tersebut. Sinta tidak menyadari jika Rama mengikutinya dari belakang.

Sinta menaruh buku tersebut di atas mejap belajar, bersama tumpukan buku-buku lainnya.

“Kamus bahasa jepang.” Rama membaca judul buku yang tadi dibawa oleh Sinta. Sejak keberadaan ia dirumah Sinta, Rama tidak sempat membaca tulisan judul buku itu dan ia juga tidak terlalu fokus mendengar obrolan Sinta dan Alvaro. “Buat apa?”

Sinta tersentak kaget, ia membalikkan badannya. Sinta menghela nafasnya, jarak dirinya dengan Rama terlalu dekat. “Bisa munduran dikit.” pintanya.

“Jawab dulu, buat apa kamus bahasa jepang itu? Di sekolah kita kan gak ada pelajaran bahasa jepang.”

“Gue mau belajar aja.”

Rama menatap manik mata Sinta, “Jangan boong,”

Sinta menggeleng.

Rama mengangguk, mempercayai ucapan Sinta. Ia mulai memberi jarak antar dirinya dengan Sinta.

“Yaudah, gue balik dulu.”

“Pergi aja kali, gak peduli juga.” gumam Sinta lirih.

Rama menaikan sebelah alisnya, “Apa?”

Sinta tidak menjawabnya.

“Gak bakal capek gue ngingetin lo untuk gak terlalu deket dengan penghuni perpustakaan itu. Gue gak suka!”

Rama menatap lekat manik mata Sinta, Sinta pun juga begitu. “Iya, iya,” jawab Sinta seadanya.

“Dan juga jangan terlalu deket sama cowok lain juga, gue gak suka.”

“He'em.”

“Gue balik,”

Sudah hanya seperti itu, Rama pun keluar dari kamar Sinta dan meninggalkan rumah Sinta. Karena tujuan dia datang ke sini hanya untuk mengusir Alvaro itu. Dan tujuannya telah tercapai, jadi sudah saatnya Rama pergi untuk kembali berkumpul dengan ketiga sahabatnya.

Bersambung...

The Ugly (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang