Chapter 7

7.6K 565 14
                                    

Bel istirahat telah berbunyi. Rama dan sahabatnya masih berada di dalam kelas. Mereka sibuk bermain game online di handphone masing-masing.

“Kantin, yuk.” ucap Pandu, mungkin cacing diperutnya sudah meronta-ronta ingin diisi. Jadinya ia mengajak sahabatnya. Namun ucapan Pandu bagai angin lalu bagi sahabatnya. Para sahabatnya sibuk dengan ponsel yang ada ditangan mereka.

Brakk

Pandu kesal hingga ia menggebrak meja dengan keras. Suara gebrakkan meja yang cukup keras, membuat sahabatnya menoleh.

“Kenapa lo? Gebrak meja segala, berisik bego!” Reyhan pertama menanggapi.

“Kantin, yuk.” Pandu mengulang perkataannya dengan nada kesal yang sangat ketara.

Raka tidak menanggapi, tapi kakinya berjalan keluar kelas diikuti oleh Reyhan. Rama juga ikut berdiri dari tempat duduknya.

“Kalian duluan aja, gue mau ke kelas si jelek dulu.”

Raka dan Reyhan tidak bertanya, mereka langsung pergi menuju kantin. Berbeda dengan Pandu. Ia malah bertanya, “Jelek? Sinta?”

Rama tidak menanggapi, tetapi Pandu sudah dapat menebaknya. Pandu tidak peduli dengan Raka maupun Reyhan yang mungkin saja sudah berada dikantin. Sekarang Pandu sedang berusaha menyembuhkan rasa keingintahuan yang tinggi.

“Mau ngapain ke sana? Ngapel, ya? Lo suka, ya, sama Sinta? Seriosly, mana Rama yang gue kenal.”

“Banyak nanya lo, kayak wartawan. Dan inget ya, gue gak suka sama si jelek itu.” Rama meninggalkan Pandu dengan pemikirannya.

“Nggak suka, ya?” ucapnya lirih. Pandu pergi dengan arah yang berbeda dengan Rama.

o0o

Sinta tidak pergi ke kantin, walau Amel sudah mengajaknya bahkan memaksa. Sinta menolak dengan alasan sudah membawa bekal dan ingin memakan dikelas.

Amel pasrah, Sinta sangat keras kepala. Sekeras apapun usaha Amel mengajaknya, Sinta bakal menolak dengan alasan apapun. Pasti ada aja alasannya!

Sinta mengambil bekalnya dari dalam tas. Ia tidak peduli jika dibilang seperti anak Tk.

Hari ini, Sinta membawa nasi goreng yang dibuatnya sendiri. Sinta tidak mau merepotkan ibunya untuk menyiapkan bekalnya. Ia dan keluarga biasa sarapan hanya dengan roti. Jadi, ia membuat sendiri bekal yang akan dibawa ke sekolah.

“Jelek, oh jelek.”

Saat akan memasukan sesuap nasi ke dalam mulutnya, ia berhenti karena ada yang memanggilnya. Sinta kenal suara itu.

Alesan lain dari Sinta yang tidak mau pergi ke kantin ialah karena percakapan Rama waktu itu yang akan menjadikan dirinya sebagai pembantu, bahasa kasarnya babu. Tapi, sepertinya Rama tidak akan melepaskannya begitu saja.

Sinta tidak peduli, ia memakan nasi goreng dengan tenang tanpa menoleh kepada suara yang terus memanggilnya.

“Jelekkk,”

Sinta masih tidak menanggapinya. Hingga ia akan menyendokkan nasi, kotak bekal itu diambil. Rama kesal, selama ini tidak satu pun cewek yang berani mengacuhkannya.

“Balikin bekal gue!”

Sinta marah, siapa sih yang tidak akan marah jika saat sedang asik-asiknya makan terus makanan kita di ambil.

“Gak mau! Lagian kan lo harus nurutin semua perintah gue, inget lo babu gue! Gak usah pura-pura lupa. Sekarang, gue mau makan, jangan di ganggu.” Rama membalikkan kursi—yang ada dibungkus depan Sinta—agar menghadap Sinta.

“Tapi itu bekal gue, Rama!” Sinta masih tidak terima jika makanannya diambil.

Rama tidak mengubrisnya, ia memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Saat sampai di mulut, ia mengunyahnya dengan pelan—meresapi rasa pada nasi goreng itu. Menurut Rama, makanan ini seperti makanan yang dibuat Mama dirumah. Rasanya sama, bumbunya sangat terasa.

“Ini yang masak siapa? Enak banget.”

“Gue,”

“Gak percaya gue,” Rama terus memakan nasi goreng itu. Hingga tinggal setengah dari bekal yang dibawa Sinta tadi.

Sinta mengintip sisa berapa nasi gorengnya, ia mendelik. Hey, bahkan ia baru makan beberapa sendok dan ini udah mau habis. Itu juga dihabiskan oleh Rama seorang, sedangkan yang punya hanya jadi penonton. Ck! Laper apa doyan sih nih bocah.

“Jangan dihabisin! Gue juga mau makan. Laper,”

Rama menyendokkan nasinya dan mengarahkan ke mulut Sinta. Sinta menautkan alisnya, bingung.

“Makan. Katanya laper,”

Sinta menatapnya tidak percaya, ia membuka mulutnya. Mereka terus makan dengan sendok yang sama, dan Rama yang menyuapi Sinta.

Mereka tidak menyadari, jika Amel, Raka, Reyhan, dan Pandu berada di kelas ini. Menatap mereka yang sedang berbagi makanan tanpa merasa terganggu.

Hingga makanan habis, Pandu menyadarkan mereka bahwa disini masih ada orang lain. “Kalian udah selesai?”

Rama dan Sinta lantas melihat ke arah sumber suara. Disana, didekat pintu sahabat mereka berdiri.

“Ram, balik ke kelas.” Reyhan membuka suaranya untuk mengubah suasana yang menjadi canggung.

Rama berdiri dari duduknya. Ia mencondongkan tubuhnya ke Sinta dan berbisik tepat ditelinga Sinta. “Besok bawakan gue bekal lagi!”

“Lo bawa sendiri aja.” ucap Sinta ikut berbisik.

“Ingat! Ga ada penolakan.”

Rama pergi diikuti dengan sahabatnya.

Kelas masih sepi, bel masuk kurang lima menit lagi. Sinta dapat bernafas dengan lega. Setidaknya tidak akan ada yang menggosipi dirinya dan juga Rama.

Mungkin Rama sudah biasa menjadi bahan gosip yang beredar disekolah. Tapi, ini Sinta.

Semoga hari esok tidak akan ada masalah. Harapan Sinta hanya itu. Tidak ada salahnya, bukan? Jika Sinta berharap. Walau ia tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok nanti.

Tetap berdoa dan berharap kepada Tuhan yang menciptakan alam semesta. Tentang terkabul atau tidaknya doa atau harapan kita, kita serahkan saja kepada-Nya. Karena Tuhan tahu yang terbaik untuk kita.

Bersambung....

Dibuat 231219
Pindah 280920

The Ugly (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang