Chapter 9

7K 530 16
                                    

Sinta baru saja keluar dari toilet. Ia sendirian, tidak ada yang menemaninya. Katanya jika Amel ikut, Amel akan tertinggal materi yang guru jelaskan. Padahal hanya sebentar, tidak akan tertinggal pelajaran. Lagian sebentar lagi bel istirahat akan berbunyi. Tapi Sinta tetaplah Sinta, dengan kekerasan kepalanya.

Baru beberapa langkah berjalan untuk kembali ke kelas, tangan Sinta ditarik dengan kasar dari belakang. Sinta dibawa oleh si penarik ke belakang sekolah yang sangat sepi.

“Apa sih, main tarik-tarik aja. Sakit tau!” Sinta memegang tangannya yang tadi ditarik.

Safira—si penarik itu—bertepuk tangan. Di samping kiri dan kanannya ada teman-temannya yang selalu menemaninya. Mungkin.

“Hebat, ya? Dia berani banget sama gue.”

Keyla tersenyum sinis, “Iya, berani banget. Sok cantik lagi, padahal muka nya rusak. Jerawat nya banyak banget dan besar-besar lagi.”

Mereka tertawa bersama. Raissa memberhentikan tawanya dan berucap, “Ah, ya, bener apa yang lo bilang. Gue heran deh, itu jerawat bisa subur banget kayak gitu. Lo pupukin pake apa sih?”

Mereka kembali tertawa.

“Stop!” Safira mengangkat tangannya sebagai pertanda agar mereka berhenti tertawa. Fokus Safira sekarang hanya kepada Sinta yang menunjukkan raut wajah biasa saja.

“Lo kenal kan siapa gue?”

“Engga,” ucap Sinta dengan nada yang terdengar menyebalkan.

Seriously, lo gak kenal sama gue?” Safira menunjuk dirinya sendiri. “Sama sekali?”

“Gue nggak kenal sama sekali, sama lo ataupun temen lo itu.”

Guys, kasih tau dia, gue itu siapa?”

Mereka mengangguk. Keylah melangkah mendekati Sinta dan merangkul Sinta. Keyla menunjuk Safira dengan dagunya. “Dia Safira Angelina. Ketua cheerleaders.”

Keyla melepaskan rangkulannya dan digantikan dengan Raissa. “Dia juga pacar Rama. Rama yang suapin lo, kemarin.”

Raissa mundur.

“Lo harusnya mikir, lo itu gak cantik. Gak pantes sama Rama! Nggak usah kecentilan, banyak jerawat aja bangga! Kalau lo gak mau berurusan sama gue, jauhin Rama. Rama itu pacar gue! Ini sebuah peringatan untuk lo. Sampai gue tau, lo deketin Rama. Gue bakal buat perhitungan sama lo!” ucap Safira, memperingati.

Bukannya takut ataupun panik, Sinta malah menatap Safira dengan berani. Seakan menantang Safira.

“Denger omongan gue baik-baik. Buka telinga lo lebar-lebar. Gue tau, kalo gue gak cantik. Gue juga tau, dimuka gue banyak jerawatnya. Gue sangat tau itu! Tapi, satu yang harus lo tau. Gue gak pernah ada niat untuk deketin Rama. Gue berusaha untuk hindarin Rama. Tapi apa? Rama yang selalu datang gue, mungkin lebih tepatnya semesta yang membiarkan kita untuk bertemu.” Sinta membeli badannya dan berjalan meninggalkan Safira dan temannya. Sinta berhenti, ketika teringat sesuatu. “Oh, ya, satu lagi. Gue memang jelek tapi gue gak menggunakan make-up secara berlebihan hanya untuk terlihat cantik, padahal kenyataannya kayak tante girang.” ucapnya, menyindir.

Sinta meninggalkan Safira yang sedang memaki Sinta.

o0o

Ditengah perjalanan, Sinta bertemu dengan Rama. Rama menghalangi jalan Sinta. Bel berbunyi, menandakan waktu istirahat telah selesai.

“Minggir!”

Rama diam ditempat, ia tidak memberi Sinta jalan. “Lo tadi dari mana?”

“Minggir, gak?!”

“Dari mana?” ulangnya.

Sinta memutar bola matanya. “Toilet,”

“Di toilet, lo gak ada.”

Sinta menautkan alisnya, “Lo masuk toilet cewek? Kok lo bisa yakin sih, kalo gue gak ada dri toilet?”

“Tadi, gue...”

“Udahlah. Gue minta, sekarang lo jauhin gue. Gue gak mau nyari masalah sama orang.”

Rama menatap Sinta. “Maksud lo?”

Sinta menyilangkan tangannya di dada. “Inget, Rama! Lo itu udah punya pacar. Gue gak mau dianggap cewek gak bener gara-gara deket sama lo.”

Sinta meninggalkan Rama begitu saja.

“GUE GAK BAKAL JAUHIN LO. KARENA LO ITU BABU GUE. BABU SELALU BERSAMA DENGAN MAJIKANNYA.” teriak Rama, tanpa memedulikan kelas lain yang sudah mulai belajar.

Bersambung...

130120
041120

The Ugly (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang